“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku.” Habakuk 3: 17 – 19
Kebahagiaan adalah sesuatu yang sebenarnya diingini semua orang. Tetapi, kebahagiaan adalah sesuatu yang sulit didapat. Seorang anak kecil jika ditanya tentang apa yang dicita-citakannya mungkin menjawab dengan salah satu pilihan diantara profesi yang membawa kekayaan, kepandaian dan kemasyhuran. Dengan kesuksesan dalam hidup, banyak orang mengharapkan adanya kepuasan dan kebahagiaan. Dengan mengukur kesuksesan hidup, orang sering menilai kebahagiaan orang lain. Tetapi semua itu adalah semu.
Sekalipun sulit untuk memperolehnya, adalah kekeliruan besar jika manusia tidak mau berbuat sesuatu untuk mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan tidak datang dengan sendirinya, tetapi memerlukan keputusan pribadi. Kebahagiaan tidak datang dari luar, tetapi dari dalam diri sendiri. Dari hati, bukan dari mata. Karena mata sering melihat segala apa yang berkilau dan mengira bahwa semuanya adalah emas permata, tetapi pada akhirnya hanya kehampaan yang ditemui. Karena mata juga sering melihat adanya penderitaan, kekurangan, kesepian, kekecewaan, kegagalan dan ketakutan; dan semuanya membuat hidup ini terasa sangat berat. Tetapi hati bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh mata manusia: Tuhan.
Hati yang berduka adalah penyebab hilangnya kebahagiaan dalam hidup. Bagi mereka yang tidak mengenal Tuhan, hati yang kosong membuat usaha mencari kebahagiaan menjadi sia-sia. Jika Tuhan tidak ada dan manusia tidak dapat dipercaya, siapa lagi yang bisa diharapkan? Bagi mereka yang tahu adanya Tuhan tetapi tidak mengenalNya, bagaimana mereka bisa mengutarakan keluh kesah yang ada? Apakah Tuhan benar-benar mengasihi mereka? Akankah Dia akan berbuat sesuatu untuk mereka?
Nabi Habakuk dalam ayat diatas melukiskan pergumulan dalam hidup orang Israel. Mata Habakuk melihat bagaimana orang Israel harus berjuang dalam hidup untuk mencukupi kehidupan dan untuk tetap survive dalam suasana yang berbahaya. Bangsa Israel pada waktu itu (sekitar abad VII sebelum Masehi) berada dalam ancaman bangsa-bangsa lain dan hidup dalam kekurangan. Tetapi Habakuk mempunyai keyakinan bahwa kebahagiaan masih bisa diperoleh melalui iman kepada Tuhan. Happiness is the Lord. Tuhan adalah sumber kebahagiaan (baca Mazmur 37).
Dimanakah engkau, Tuhan? Aku mencari dan tidak melihatNya, aku menjerit tetapi Ia tidak menjawab! Itulah apa yang sering dikeluhkan manusia yang tahu bahwa Tuhan ada, tetapi tidak menemukanNya. Habakuk bukannya tidak pernah mempunyai perasaan yang serupa. Ia juga bergumul untuk dapat mengerti jalan pikiran Tuhan ketika ia dengan mata, melihat penderitaan disekelilingnya. Tetapi dengan hati Habakuk mendapat keyakinan bahwa ia bisa mendapat ketenteraman melalui iman kepada Tuhan. Tuhan ada, dan apa yang harus dilakukannya hanyalah percaya kepada kasih dan kuasaNya. Kebahagiaan datang dari Tuhan, yang tidak membiarkan Habakuk jatuh terpeleset dari bukit penderitaan hidupnya.
Pagi ini, mungkin dengan mata kita bisa melihat bahwa keadaan disekeliling kita tidaklah bisa memberi harapan. Kesedihan, kekecewaan dan ketakutan mungkin membuat hidup kita sangat tertekan. Tetapi, karena Tuhan sudah memberi kita iman dalam hati kita, kita bisa menghadapi semua tantangan itu dengan memusatkan perhatian kita tidak dengan mata, tetapi dengan hati. Tuhan sudah menyertai kita dalam keadaan apapun, dari dulu dan sampai sekarang. Ia juga yang tahu segala kebutuhan kita, baik dalam segi jasmani maupun rohani. Karena itu, seperti yang ditulis oleh rasul Paulus dalam Roma 8: 35, siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus di masa mendatang? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Jangan melihat ke hari depan dengan mata saja, karena dengan hati yang beriman kita bisa mendapatkan rasa sukacita yang sejati.
Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Filipi 4: 4