“Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati.” Ayub 5: 2
Apakah arti kata hati dalam Alkitab? Kata ini pada umumnya dipakai untuk menyatakan pusat kehidupan manusia. Hati dipandang sebagai tempat kemauan, kebijaksanaan dan perasaan manusia. Karakter, sifat dan pikiran adalah kata-kata yang mungkin bisa dipakai sekarang sebagai ganti kata hati. Hati dengan demikian sudah ada dalam diri manusia sejak lahirnya tetapi bertumbuh sesuai dengan cara hidup dan lingkungan. Setiap orang sudah dilahirkan dengan hati yang cacat karena dosa, tetapi melalui pertobatan hati mereka bisa diperbaharui oleh Roh Kudus sehingga hidup mereka berubah secara bertahap bisa menjadi semakin dewasa, dan dengan demikian hati mereka pun menjadi semakin baik.
Hidup manusia memang dipengaruhi keadaan hatinya. “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang”, kata Solaiman dalam Amsal 17: 22. Mereka yang mengisi hatinya dengan kegembiraan akan tenang hidupnya – ini serupa dengan apa yang dikatakan para motivator yang sering mengajarkan orang untuk berpikir positif untuk mencapai kesuksesan dalam hidup. Walaupun demikian, Alkitab mengajarkan bahwa kegembiraan apapun yang diperoleh manusia adalah kegembiraan yang semu, jika tidak datang dari Tuhan. Manusia bisa berusaha untuk mengubah isi hatinya, tetapi jika perubahan itu tidak datang dari Tuhan, itu tidak akan mempunyai akibat yang abadi karena manusia selalu mempunyai tendensi untuk memilih apa yang jahat.
“Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.” Roma 7: 15
Memang manusia sejak awalnya sering melakukan apa yang tidak baik, sekalipun Tuhan sudah memberikan peringatan. Ketika Kain melihat bahwa Tuhan menerima persembahan adiknya, Habel, ia menjadi sangat panas dan mukanya muram (Kejadian 4: 5 – 7). Tuhan kemudian berkata kepada Kain: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” Kain seharusnya tahu bahwa ia sudah berbuat apa yang tidak baik, tetapi ia tidak menghentikannya karena kebodohannya.
Apa yang terjadi pada Kain, bisa terjadi pada diri kita juga. Sekalipun kita sudah menjadi umat Allah, itu tidak berarti bahwa kita tidak bisa jatuh dalam dosa sakit hati dan iri hati. Apalagi dalam masyarakat yang cenderung bersifat materialistik dan kapitalistik, semboyan “greed is good” atau “keserakahan itu baik” seringkali mendorong untuk orang seakan berlomba untuk mencari berkat Tuhan. Akibatnya, banyak orang Kristen yang menjadi bodoh karena membiarkan hidupnya secara sadar atau tidak dikuasai dengan sakit hati dan iri hati karena orang lain yang nampaknya lebih sukses hidupnya. Hidup mereka kemudian kehilangan rasa syukur dan kebahagiaan, dan bahkan seolah terasa mati.
Pagi ini, ayat pembukaan dari Ayub 5: 2 mengatakan bahwa orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati. Ayub bisa mengatakan hal ini berdasarkan apa yang dialaminya. Karena jika ia hanya melihat keberuntungan orang lain dan menimbang penderitaan yang dialaminya, wajarlah ia menjadi sakit hati dan iri. Mengapa Tuhan membiarkan malapetaka datang kepadanya, padahal ia hidup dengan ketaatan kepada Tuhan?
Apa yang kita bisa simpulkan dari Ayub adalah bahwa ia bukanlah orang yang bodoh yang merasa dirinya lebih pandai dari Tuhan. Ayub tahu bahwa Tuhan yang mahakuasa adalah Tuhan yang mahakasih dan mahabijaksana. Ayub menghindari rasa iri dan sakit hati karena keduanya akan meracuni hatinya. Ayub tahu bahwa untuk tetap bisa mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi, ia harus tetap memakai kebijaksanaan yang diperolehnya dari Tuhan. Ayub mengisi hatinya dengan rasa syukur, untuk menerima apa yang dikehendaki Tuhan, untuk percaya akan kasih pemeliharaanNya setiap hari, dan untuk berharap bahwa segala yang indah akan datang pada waktunya.