“Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” Roma 12: 18
Bacaan: Roma 12: 17 – 21
Hidup damai. Siapakah yang tidak ingin hidup dalam kedamaian? Tentunya kebanyakan orang merindukan adanya suasana damai. Walaupun demikian, kita bisa melihat dalam hidup sehari-hari bahwa kedamaian bisa sewaktu-waktu hilang ketika ada orang-orang yang melakukan hal-hal tertentu yang menimbulkan kekacauan. Di zaman ini, kekacauan bisa terjadi dalam bidang relasi, komunikasi, pendidikan, hukum, politik, ekonomi dan lain-lainnya. Itu tidak saja bisa terjadi dalam rumah tangga, sekolah, dan kantor, tetapi bisa juga terjadi di satu negara ataupun di dunia. Semua kekacauan biasanya terjadi karena akibat ulah manusia, terutama pertikaian antar manusia.
Bagaimana orang Kristen harus bertindak jika kekacauan terjadi karena dengan adanya orang-orang yang melakukan hal-hal yang tidak baik? Prinsip mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri memang satu hukum Tuhan yang harus tetap kita pegang, tetapi bagaimana pula kita harus melaksanakannya? Ayat-ayat pada kitab Roma diatas menunjukkan bahwa kita harus sebisa mungkin hidup damai dengan semua orang. Apapun yang orang lakukan kepada kita, pada prinsipnya kita tidak boleh membalas (avenge) karena hanya Tuhan yang berhak untuk itu. Sebaliknya, sebagai orang Kristen kita harus mau bersabar dan berbuat baik kepada mereka yang membenci kita agar mereka malu atas apa yang mereka perbuat.
Sedapat-dapatnya memang kita harus mempertahankan perdamaian dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Kata “sedapat-dapatnya” bukan berarti “selalu”. Tetapi, selama apa yang terjadi masih bisa kita tanggung, kita harus bisa menghindari konfrontasi dan mau menunjukkan kebaikan kepada mereka yang menjahati kita. Jika banyak orang mengajarkan bahwa kita harus berbuat baik kepada sesama kita tetapi boleh membenci musuh kita, Yesus berkata bahwa itu tidak cukup untuk pengikutNya. Sebaliknya, kita harus bisa juga mengasihi musuh kita dan berdoa untuk mereka supaya mereka bisa kembali ke jalan yang benar.
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Matius 5: 43 – 44
Mengasihi musuh kita adalah sesuatu yang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Tetapi Yesus sudah memberi contoh dengan mendoakan mereka yang menyalibkanNya: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23: 34). Pada pihak yang lain Yesus pernah marah juga, misalnya kepada orang yang berjual beli di halaman Bait Allah (Matius 21: 12 – 13) dan kepada orang Farisi yang mempersalahkan Dia ketika menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat (Markus 3: 5).
Yesus marah ketika kemuliaan Allah direndahkan oleh manusia, Ia juga marah ketika misi penyelamatanNya dihalangi oleh orang Farisi. Walaupun demikian, Yesus tidak berdosa dalam kemarahanNya, karena dalam kemarahanNya yang tidak berlarut-larut selalu ada motivasi untuk memuliakan BapaNya dan mengembalikan manusia ke jalan yang benar. Yesus selalu bertindak tegas dalam hal-hal yang penting, tetapi semua itu bukan karena ego, tetapi karena kasihNya.
Pagi ini, mungkin kita masih ingat bahwa orang-orang tertentu sering mengganggu hidup kita. Mungkin mereka ada diantara keluarga kita, dalam gereja ataupun dalam masyarakat di sekitar kita. Firman Tuhan berkata bahwa sedapat mungkin kita harus bersabar dan memilih jalan damai. Kita harus mengasihi semua orang dan itu termasuk orang-orang yang tidak kita senangi. Semua itu tidaklah mudah untuk dilaksanakan jika kita tidak dapat membedakan apa yang menyangkut kemuliaan Tuhan dan apa yang hanya mengenai kepentingan kita sendiri. Semoga Tuhan bekerja diantara umatNya untuk membawa kedamaian di dunia.