Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang panas terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia lesu dan berharap supaya mati, katanya: “Lebih baiklah aku mati dari pada hidup.” Yunus 4: 8
Siapakah yang berani marah kepada Tuhan semesta alam? Tentunya jika orang benar-benar percaya kepada Tuhan yang mahabesar dan mahakuasa, mereka tidak akan berani menentang atau marah kepadaNya. Walaupun begitu, ada beberapa hal yang mungkin bisa menarik perhatian kita jika ada orang yang marah kepada Tuhan.
Yang pertama, mereka yang marah kepada Tuhan tentunya percaya bahwa Tuhan itu ada. Yang kedua, seringkali orang marah kepada Tuhan karena mereka menganggap bahwa Tuhanlah yang menyebabkan atau membiarkan adanya masalah dalam hidup mereka. Yang ketiga, mereka yang marah mungkin merasa bahwa Tuhan mau saja untuk mendengarkan segala protes kemarahan mereka dengan kasih dan kesabaranNya. Yang keempat, mereka yang marah mungkin sudah tidak peduli lagi akan reaksi Tuhan atas kemarahan mereka. Keempat hal inilah yang mungkin ada dalam pikiran nabi Yunus.
Apa yang terjadi pada nabi Yunus? Yunus baru saja mengalami hal yang mengecewakan. Ia mengharapkan Tuhan menghukum orang Niniwe dengan menghancurkan mereka. Tetapi apa yang terjadi adalah kebalikannya: orang Niniwe bertobat dan Tuhan mengampuni mereka. Yunus menjadi sangat marah karena ia tidak mengerti bahwa Tuhan mengasihi segala bangsa (Yunus 4: 1).
Walaupun kemarahan Yunus tidak pada tempatnya, sungguh mengherankan bahwa Tuhan tidak marah kepada Yunus. Ia hanya menegur Yunus dengan sebuah pertanyaan (Yunus 4: 4): “Layakkah engkau marah?”. Tuhan memberikan kesempatan bagi Yunus untuk mengerti bahwa Tuhan yang mahakasih menghendaki semua bangsa untuk memperoleh kesempatan untuk mengenal Dia.
Dengan kemarahannya, Yunus pergi ke luar kota Niniwe dan menantikan apa yang kemudian akan diperbuat Tuhan. Mungkinkah Tuhan tetap akan memberi hukuman, sekalipun tidak sebesar semula, kepada orang Niniwe? Yunus yang ingin menyaksikan sebuah pertunjukan yang menarik, membuat sebuah pondok untuk bernaung dari sinar panas matahari. Tuhan yang mahakasih kemudian menumbuhkan sebuah pohon jarak untuk menambah keteduhan. Tetapi, Tuhan kemudian mendatangkan ulat yang membuat pohon jarak itu layu dan mendatangkan angin panas sehingga Yunus menjadi lesu. Yunus seperti seorang anak kecil, kemudian menjadi marah dan berkata bahwa ia ingin mati saja.
Pagi ini, keadaan yang dialami Yunus mungkin terjadi dalam hidup kita. Kita mungkin kecewa mengapa Tuhan membiarkan persoalan atau keadaan yang kita alami. Mungkin juga kita merasa Tuhan itu tidak adil atau kurang bijaksana. Kita mungkin merasakan adanya kemarahan dalam hati kita. Pagi ini juga Tuhan mungkin bertanya kepada kita, seperti Ia bertanya kepada Yunus: “Layakkah engkau marah karena adanya persoalan dalam hidupmu?”
Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang mahakuasa dan mahakasih. Ialah yang berhak menentukan dan mengatur apapun yang terjadi di dunia. Dengan demikian, kemarahan kita kepada Tuhan adalah tidak pada tempatnya. Kita harus mau mengakui bahwa sekalipun kita tidak dapat menyelami pikiran Tuhan, Ia adalah Tuhan yang mahabijaksana dan mahakasih kepada semua ciptaanNya. Karena itu biarlah kita boleh menyerahkan apapun yang terjadi dalam hidup kita kepada pemeliharaanNya.