“Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu.” 2 Tesalonika 3: 7 – 8
Ayat di atas ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Ayat ini jarang di khotbahkan di gereja, mungkin karena adanya rasa rikuh di pihak orang yang menyampaikan pesan. Membaca ayat ini, memang sepertinya Paulus menyatakan tekadnya untuk “berdikari”, agar ia tidak membebani jemaat. Seolah ada rasa angkuh bahwa ia yang sanggup bekerja tidak membutuhkan bantuan jemaat.
Istilah berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri diperkenalkan oleh Bung Karno dalam pidato 17 Agustus 1965, dimana ia menyatakan tahun itu sebagai “Tahun Berdikari”. Di sini ia menjelaskan tiga prinsip berdikari, yaitu berdaulat dalam bidang politik, ekonomi dan dalam kebudayaan. Bangsa Indonesia, kata Bung Karno, tidak boleh bergantung pada bangsa lain, atau dipengaruhi bangsa lain.
Sekalipun prinsip berdikari itu ada baiknya, sudah tentu dalam era modern dan globalisasi ini, tidak ada satu bangsa atau negara pun yang bisa menutup diri dari bangsa dan negara lain. Demikian juga dalam pergaulan manusia, setiap orang tentunya membutuhkan bantuan orang lain dan wajib menolong mereka yang dalam kesulitan.
Apa yang ditulis oleh Paulus dengan demikian bukan keangkuhan atau rasa tidak butuh akan orang lain. Tetapi, Paulus bermaksud memberi contoh kepada jemaat bahwa sedapat mungkin mereka harus mau bekerja untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri.
Bekerja mencari nafkah adalah perlu bagi semua orang yang masih bisa, agar mereka tidak membebani keluarga, orang lain, gereja atau negara. Ini juga perlu agar orang lain yang benar-benar membutuhkan bantuan akan dapat memperolehnya. Orang Kristen bekerja tidak hanya untuk mencukupi kebutuhannya sendiri, tetapi juga agar bisa memberi contoh kepada orang lain untuk bisa mencukupi kebutuhan mereka sendiri, dan agar bisa menolong orang lain yang benar-benar membutuhkan.
Dalam kehidupan bermasyarakat memang ada orang-orang yang kurang mau untuk bekerja keras. Memang orang-orang yang hanya mau bekerja dengan kondisi tertentu. Selain itu, ada pula orang-orang yang senang menghambur-hamburkan penghasilannya. Mereka yang gaya hidupnya demikian, tentunya sulit untuk berdikari.
Pada pihak yang lain, banyak orang yang sudah berusaha keras untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi belum juga bisa mendapatkannya. Banyak juga orang yang mau bekerja keras, tetapi hasil yang mereka peroleh belumlah cukup untuk hidup, apalagi untuk ditabung.
Untuk mereka yang bergulat dalam hidup ini dan berusaha untuk berdikari, apa yang ditulis rasul Paulus di atas bisa membawa rasa syukur karena mereka bisa memberi teladan bagi orang lain bahwa sebagai anak-anak Tuhan mereka tidak merasa malu atau takut. Seperti Paulus, mereka tetap berusaha dan berjerih payah siang malam untuk bisa berdikari. Penderitaan mereka bukanlah tanda bahwa Tuhan melupakan mereka atau bukti adanya iman yang lemah.
Sebaliknya, bagi kita yang sudah bisa berdikari dan merasakan kecukupan dalam hidup, biarlah kita tidak lupa bahwa semua yang kita punya datangnya dari Tuhan. Biarlah kita dengan rela dan tanpa rasa terbeban mau membantu mereka yang masih berusaha untuk bisa berdikari, baik dalam bantuan moril maupun materi agar mereka bisa dikuatkan dan ikut bersyukur kepada Tuhan yang mahakasih.