“Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.” Filili 1: 20
Kapankah kata malu atau ashamed muncul untuk pertama kalinya di Alkitab? Dalam kitab Kejadian. Kejadian 2: 25 menyatakan bahwa Adam dan Hawa pada awalnya telanjang, tetapi mereka tidak merasa malu. Ini menggambarkan bahwa sebelum jatuh ke dalam dosa, manusia mempunyai pikiran yang bersih. Tidak ada pikiran yang buruk ataupun motivasi yang kurang baik, karena dosa belum mengotori hidup manusia.
Keadaan dunia sejak kejatuhan dalam dosa sudah berubah sedemikian rupa sehingga manusia tidak lagi jernih pikirannya dan menjadi kacau hidupnya. Itu adalah konsekuensi dosa yang sudah dilakukan manusia, yang sudah merusak hubungan manusia dengan Penciptanya. Apa yang seharusnya tidak membawa rasa malu, sekarang bisa membebani pikiran manusia. Sebaliknya, apa yang seharusnya membuat rasa malu, orang melakukannya tanpa rasa segan.
Di zaman modern ini orang beriman memang menghadapi berbagai tantangan dan perjuangan. Banyak orang yang menuduh orang Kristen sebagai orang yang kolot, fanatik atau tidak realistis. Iman Kristen yang mengharuskan pengikutnya untuk menghindari kelakuan dan perbuatan tertentu bisa saja dianggap sebagai ketinggalan zaman. Mereka yang berusaha menjalani hidup suci justru sering dipermalukan oleh orang-orang di sekitarnya dan dianggap sebagai orang bodoh. Oleh karena itu, banyak orang Kristen yang harus “berpura-pura” dan menyembunyikan kekristenannya dalam hidup bermasyarakat.
Sebagian orang Kristen segan menunjukkan kekristenannya mungkin juga karena dorongan untuk “hidup damai” dengan golongan lain. Apalagi, jika ada sanak keluarga yang belum mengenal Kristus, hal-hal yang berbau rohani kemudian terpaksa disembunyikan agar tidak menyinggung perasaan mereka. Pada pihak yang lain, mereka yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan bisa mengemukakan semua itu tanpa rasa malu, sekalipun telinga orang Kristen menjadi merah karena rasa malu.
Paulus dalam ayat di atas menjelaskan bahwa ia ingin dalam segala hal untuk tidak akan beroleh malu karena ia tidak memancarkan sinar kekristenannya. Ia tidak ingin mendapat malu kalau hidupnya tidak secara jelas menunjukkan bahwa ia adalah pengikut Kristus. Sebaliknya, ia ingin untuk menyatakan imannya kepada semua orang dan memuliakan Kristus dalam tubuhnya, baik oleh hidupnya maupun oleh matinya. Paulus tahu bahwa jika ia malu untuk mengakui dan memberitakan kebenaran Tuhan dalam hidupnya, Tuhan juga akan menolak dia sebagai umatNya.
“Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu.” 2 Timotius 2: 15