“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” Yohanes 14: 27
Pada jam 12.42 pada malam yang tenang dan diterangi cahaya bulan di tanggal 8 Maret 2014, sebuah pesawat Boeing 777 lepas landas dari Kuala Lumpur. Pesawat dengan nomor penerbangan MH370 itu take off dengan lancar dan semua penumpang kelihatannya santai. Pesawat kemudian berbelok ke arah Beijing, naik ke ketinggian jelajah yang ditetapkan yaitu 35.000 kaki.
Fariq Hamid, first officer, pada saat itu memegang kendali pesawat. Bagi Fariq yang berusia 27 tahun, ini adalah penerbangan latihan yang terakhir; karena sesudah itu dia akan segera mendapatkan sertifikasi penuh. Pelatihnya adalah pilot in command, Zaharie Ahmad Shah, yang berusia 53 tahun dan merupakan salah satu kapten paling senior di Malaysia Airlines.
Di kabin itu ada 10 pramugari, semuanya orang Malaysia. Mereka melayani 227 penumpang, termasuk lima anak. Sebagian besar penumpang adalah orang Cina; sisanya, 38 adalah Malaysia, Indonesia, Australia, India, Perancis, Amerika Serikat, Iran, Ukraina, Kanada, Selandia Baru, Belanda, Rusia, dan Taiwan.
Di kokpit malam itu, ketika First Officer Fariq menerbangkan pesawat, Kapten Zaharie menangani radio. Pada jam 1:08 penerbangan melintasi garis pantai Malaysia dan berangkat melintasi Laut Cina Selatan ke arah Vietnam. Sebelas menit kemudian, ketika pesawat itu mendekati Vietnam, pengontrol lintas udara di Kuala Lumpur Centre mengirimkan pesan melalui radio, “Malaysia tiga-tujuh-nol, hubungi Ho Chi Minh satu-dua-nol-desimal- sembilan. Selamat malam.” Zaharie menjawab, “Selamat malam. Malaysia tiga-tujuh-nol. ” Itu adalah pesan terakhir yang didengar dunia dari MH370. Pilot yang mengendalikan pesawat sesudah itu, siapa pun orangnya, tidak pernah mengontak Ho Chi Minh. Pesawat yang seharusnya mendarat di Beijing itu hilang tanpa jejak. Pesawat itu kemudian diduga tidak terkendalikan dan kemudian mengalami kecelakaan.
Pencarian pesawat MH370 awalnya terkonsentrasi di Laut Cina Selatan, antara Malaysia dan Vietnam. Itu adalah upaya internasional oleh 34 kapal dan 28 pesawat dari tujuh negara yang berbeda. Tapi MH370 tidak ditemukan jejaknya. Dalam penyelidikan lebih lanjut, data angkatan udara Malaysia mengungkapkan bahwa begitu MH370 menghilang dari radar, pesawat itu berbelok tajam ke barat daya, terbang kembali melintasi Semenanjung Melayu, dan membelok di sekitar pulau Penang. Dari sana ia terbang ke barat laut ke Selat Malaka dan keluar melintasi Laut Andaman, di mana ia menghilang di luar jangkauan radar. Apa yang sudah terjadi? Siapakah yang memegang kendali pesawat pada waktu itu?

Misteri seputar MH370 telah menjadi fokus penyelidikan yang berkelanjutan dan sumber berbagai spekulasi publik. Gagasan bahwa mesin canggih, dengan instrumen modern dan komunikasi yang lengkap, bisa hilang begitu saja sebenarnya tidak masuk akal. Di zaman ini, pesawat komersial modern tidak bisa hilang begitu saja. Bukan saja pesawat itu diterbangkan oleh pilot yang berpengalaman, rute penerbangannya adalah rute yang tidak berbahaya. Tetapi, lebih dari lima tahun kemudian dan sampai saat ini, keberadaan pesawat yang hilang ini tetap tidak diketahui.
Membaca musibah yang dialami para penumpang pesawat MH370 di atas, mau tidak mau kita menghela nafas sedih. Kehilangan itu menghancurkan keluarga di empat benua. Penumpang pesawat itu, sebagian tentunya ada yang Kristen, sampai sekarang tidak diketahui nasibnya, yang keluarganya merasa tidak berdaya.
Mengenai MH370 itu, jika kita berpikir dalam-dalam, mungkin ada beberapa pertanyaan yang muncul dalam pikiran kita:
- Mengapa itu bisa terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi?
- Siapa yang sebenarnya memegang kendali pesawat ini sebelum menghilang?
- Bagaimana keadaan para penumpang selagi masih sadar?
- Dimana pesawat ini sekarang?
- Kapan kita bisa menemukannya?
- Adakah sesuatu yang baik dalam kejadian itu?
Semua pertanyaan di atas kita tidak bisa menjawabnya. Kita tidak juga pasti apakah pada akhirnya orang bisa menemukan jawabnya. Hanya Tuhan yang seharusnya bisa memberi jawaban yang tepat. Satu yang kita tahu: musibah adalah sesuatu yang menyedihkan, dan kita tidak mudah menemukan apa yang baik dari satu musibah. Tidak ada orang yang mau mengalami musibah karena tidak ada faedahnya. Musibah bagi manusia adalah sesuatu yang sia-sia karena hanya membuat banyak manusia yang tidak bersalah menderita. Adanya malapetaka juga bisa membuat manusia berpikir bahwa Tuhan itu jauh di sana atau tidak ada.
- Tuhan yang mahakuasa tentu bisa menghindarkan pesawat dari kecelakaan.
- Tuhan yang mahakasih tentu mau menghindarkan pesawat dari kecelakaan
- Tuhan mahakuasa dan mahakasih, jadi tentu tidak ada kecelakaan
- Tapi kecelakaan sudah terjadi
- Ini berarti Tuhan tidak ada.
Adanya pandemi COVID-19 sekarang ini ada miripnya dengan kasus musibah yang dialami MH370. Memang apa yang dinamakan musibah adalah sesuatu yang sangat menyedihkan dan menakutkan. Adanya musibah membuat kita menjadi makhluk kecil yang tidak berdaya. Seringkali kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mengapa ini terjadi, apakah ada jalan penyelesaiannya, kapan bisa diselesaikan dan apa maknanya. Kita mencari jawabnya, tetapi mungkin kita tidak dapat memperoleh jawaban yang memuaskan. Mengapa begitu?
Jika Tuhan itu mahakasih:
- Dimanakah Tuhan ketika musibah terjadi?
- Mengapa Tuhan membiarkan itu terjadi? Apakah Ia tidak bisa mengendalikan keadaan?
Jika Tuhan itu mahakuasa:
- Mungkinkah Tuhan membenci mereka yang mengalami musibah?
- Mungkinkah Tuhan hanya mengasihi orang-orang tertentu?
Inilah beberapa pertanyaan di antara banyak pertanyaan yang sering muncul ketika musibah terjadi. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa membuat hati kita hancur tanpa harapan jika tidak dapat memperoleh jawaban yang benar. Lalu darimanakah kita bisa mendapatkan jawabnya? Hanya satu sumber yang bisa memberikan jawaban yang benar: Tuhan. Melalui firmanNya kita dapat menemukan penghiburan dan kekuatan.
Dimanakah Tuhan ketika musibah terjadi
“TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediamanNya Ia menilik semua penduduk bumi. Dia yang membentuk hati mereka sekalian, yang memperhatikan segala pekerjaan mereka.” Mazmur 33: 13-15
Tuhan kita yang berdiam di surga adalah Tuhan yang mahatahu, yang bisa melihat kita dimana pun kita berada. Ia dengan kasihNya mengatur segala sesuatu dalam alam semesta agar bisa berjalan sesuai dengan rencanaNya. Ia tahu apa yang sudah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi. Jika kita berjalan di pinggir pantai, Ia tahu kapan ombak akan datang dan membasahi kaki kita. Ia tahu kalau sehelai rambut akan rontok dari kepala kita. Apa pun yang terjadi, apa pun yang akan dialami dan dilakukan manusia, Tuhan pasti tahu. Ia membiarkan segala sesuatu berjalan apabila sesuai dengan kehendakNya.
Mungkinkah musibah terjadi karena Tuhan tidak bisa mengendalikan keadaan?
“Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?“ Yeremia 32: 27
Tuhan adalah Tuhan yang mahakuasa. Ia bukanlah seperti manusia yang lemah dan yang harus tidur pada jam-jam tertentu. Ia tahu apa yang terjadi pada umat manusia dan bahkan dalam alam semesta. Dengan kemahatahuan dan kemahakuasaanNya, seisi alam semesta tetap dapat berjalan secara sistimatis. Jika tidak demikian, bumi yang kita diami sekarang mungkin sudah musnah sejak dulu karena adanya berbagai meteor yang bisa membenturnya. Seisi alam semesta ini diaturNya selama berjuta-juta tahun menurut hukum-hukum tertentu yang jauh lebih kompleks dari apa yang memungkinkan sebuah pesawat untuk terbang selama beberapa jam. Berbagai pandemi dan krisis sudah pernah muncul di dunia, tetapi sampai saat ini dunia tetap berputar sebagaimana mestinya. Tuhan tidak pernah kehilangan kendali.
Mungkinkah Tuhan membenci mereka yang mengalami musibah?
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu?” Lukas 13: 1-2
Satu pertanyaan yang bisa menghancurkan hati setiap orang ketika mengalami musibah adalah adanya perasaan bahwa Tuhan membencinya. Apa salahku sehingga aku harus mengalami ini? Perasaan masygul juga datang ketika orang lain memandang bahwa semua yang terjadi pada diri kita adalah hukuman atas dosa kita. Memang, jika apa yang terjadi adalah akibat langsung dari kesalahan kita, itu adalah sewajarnya. Tetapi, dalam musibah banyak juga orang yang harus menderita karena bukan kesalahan yang mereka perbuat. Apakah manusia mengalami bencana secara acak? Kebetulan sial? Sudah tentu tidak, karena hal sedemikian akan bertentangan dengan sifat Tuhan yang mahatahu dan mahakuasa.
Semua hal yang terjadi di dunia yang sudah tercemar dosa ini adalah dengan sepengetahuan dan seizin Tuhan, dan kita sering tidak mengerti mengapa Tuhan membiarkannya. Tetapi satu hal yang kita tahu ialah bahwa semua orang sudah berdosa dihadapanNya, tetapi mereka yang percaya pada akhirnya akan mendapatkan pengampunan dan hidup yang kekal. Karunia keselamatan dari Tuhan adalah sesuatu paling besar dan utama dalam hidup orang Kristen, dan karena itu adanya bencana apa pun tidak dapat memisahkan kita dari kasih Kristus.
Mungkinkah Tuhan hanya mengasihi orang-orang tertentu?
“Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” Matius 5: 45
Dalam penderitaan yang kita alami, mungkin kita merasa bahwa Tuhan pilih kasih. Mengapa orang lain tidak mengalami penderitaan seperti kita? Mengapa orang yang hidupnya tidak mengenal Tuhan justru sering mempunyai hidup yang nyaman? Mengapa Tuhan membiarkan umatNya mengalami sakit, terkena wabah, mengalami kerugian besar dan sebagainya? Ayat di atas menyatakan bahwa dalam hidup di dunia ini, Tuhan mengasihi seluruh umat manusia. Tuhan memberi berkat umumNya untuk semua orang. Walaupun demikian, dalam hal yang khusus, yaitu dalam hubungan antara manusia dan Tuhan, Tuhan hanya memberikan Roh KudusNya kepada umatNya. Roh Kudus yang memberi pertolongan ketika musibah datang, hanya ada dalam hati umat percaya. Lebih dari itu, hanya umatNya yang menerima pengampunan dosa dan akan menjumpai Dia di surga.
Pada saat ini keadaan dunia serba kacau. kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini akan berlangsung. Akankah kita melalui goncangan hidup ini dengan selamat? Kita bagaikan penumpang yang tidak tahu kemana pilot kita akan menerbangkan pesawat kita. Akankah kita mendarat dengan selamat? Jika pilot kita berada dalam kesulitan, adakah orang yang bisa menolongnya. Bagaimana pula jika pilot kita sakit, adakah yang dapat menggantikannya?
Jika kita mengalami badai kehidupan dan hati kita menjadi kecil, firman Tuhan berkata bahwa Tuhan adalah Tuhan yang mahatahu, mahakasih dan mahakuasa. Ia tidak pernah meninggalkan umatNya. Janji Yesus kepada para muridnya tatkala Ia akan meninggalkan mereka dan naik ke surga, menyatakan bahwa Ia memberikan damai sejahtera yang tidak seperti yang diberikan oleh dunia. Dunia dengan segala kemajuan teknologi dan peradaban, tidak bisa menjamin adanya keselamatan. Dunia dengan demikian tidak bisa memberi kedamaian. Sebaliknya, Yesus sudah memberikan kedamaian kepada murid-muridNya. Dengan itu mereka hidup dengan berani untuk menghadapi segala tantangan dan bahaya. Kepada kita Ia juga mau memberikan damai sejahtera yang sama. Seperti Yesus sudah menyertai murid-muridNya, Ia yang sekarang di surga tetap memegang kendali hidup kita dan karena itu kita tidak perlu gelisah dan gentar.
Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu. 1 Petrus 5: 7