“Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka.” Amsal 4: 25

Sudah pasti bahwa kebanyakan orang sudah merasa bosan dengan keadaan saat ini. Pandemi yang tidak kunjung reda membuat orang tidak bebas untuk bepergian, berekreasi, atau melakukan aktivitas di tempat yang ramai. Tidaklah mengherankan bahwa banyak orang yang saat ini merasa tertekan karena hidup seperti burung dalam sangkar. Bagi banyak orang, termasuk saya, menunggu memang bukan pekerjaan yang menyenangkan. Kebosanan sering datang, dan waktu yang sejam saja mungkin terasa seperti seminggu. Apalagi, pandemi ini sudah berlangsung selama lebih dari setahun, dan sekarang bukannya mereda tetapi makin menjadi.
Mengapa timbul kebosanan? Kebosanan adalah keadaan emosi atau psikologis yang gundah karena tidak adanya sesuatu yang bisa dinikmati atau dikerjakan. Kebosanan bisa timbul pada setiap orang, baik yang sibuk atau pun yang menganggur. Bagi yang sibuk tetapi kurang bisa menikmati kegiatannya, kebosanan bisa datang. Sebaliknya, mereka yang tidak mempunyai kegiatan tertentu, sudah tentu mudah menjadi bosan.
Kebosanan dapat mendorong seseorang mencari sesuatu yang lebih berguna untuk dirinya ataupun orang lain, dan juga untuk menciptakan suasana baru. Kebosanan bisa membawa seseorang untuk lebih dekat kepada Tuhan. Tetapi, kebosanan bisa juga membuat orang jatuh dalam dosa. Tidaklah mengherankan, pada saat ini di banyak negara orang mulai melanggar larangan pemerintah untuk menghindari kerumunan. Mereka ingin bebas karena sudah bosan hidup dalam keterbatasan. Tentu saja hal ini berakibat makin banyaknya orang yang terjangkit.
Satu contoh kebosanan yang membawa dosa adalah pengalaman Raja Daud. Ketika Daud bertambah tua, ia menjadi kurang aktif dalam memimpin bani Israel. Tak terasa, hidupnya menjadi membosankan dan karena itu ia membuat petualangan cinta dengan Batsyeba, istri seorang prajuritnya yang bernama Uria. Dengan usaha Daud, Uria gugur di medan perang. Setelah itu, Daud mengawini Batsyeba. Dosa besar raja Daud ini berawal dari kebosanannya.
Bagaimana dengan hal mengikut Kristus? Apakah kita juga bisa bosan menjadi umatNya? Sudah tentu! Jika hubungan kita dengan Tuhan tidak berkembang baik, komunikasi dengan Dia menjadi jarang dan hidup kekristenan kita menjadi membosankan. Dalam keadaan sedemikian, iblis justru dengan tidak bosan-bosannya berusaha menjerumuskan kita kedalam dosa. Selain itu, jika kita lengah, dalam menghadapi keadaan saat ini iblis mungkin membisikkan pesan bahwa hidup saat ini tidak lagi ada gunanya jika kita tidak dapat beraktivitas secara normal. Hidup hanya sekali dan itu harus bisa dinikmati.
Hari ini, jika kita merasa hidup ini mulai membosankan, dan mata serta pikiran kita mulai mencari-cari sesuatu yang bisa menghilangkan kebosanan kita, ayat diatas mengajarkan agar kita tetap memandang terus ke depan dan tatapan mata kita tetap ke muka. Dalam keadaan apapun, kita harus selalu memusatkan perhatian kita apa yang baik dan benar menurut perintah Tuhan. Tetaplah berharap kepada pertolonganNya!
“Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.” Amsal 4: 26 – 27