Satu Tuhan, satu iman, satu baptisan

”Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Matius 5: 17

Manakah yang lebih anda sukai, Alkitab Perjanjian Lama atau Alkitab Perjanjian Baru? Mungkin anda merasa bahwa pertanyaan ini aneh. Sebagai orang Kristen kita tentunya percaya bahwa Alkitab adalah firman Tuhan, dan karena itu kedua bagian Alkitab itu penting untuk kita pelajari dan mengerti. Walaupun demikian, isi dan misi kedua bagian Alkitab itu adalah berbeda dan dengan demikian Perjanjian Baru mungkin lebih cocok bagi mereka yang bukan orang Yahudi dan yang mengenal doktrin Tritunggal.

Doktrin Kristen atau Kristiani tentang Tritunggal atau Trinitas (kata Latin yang secara harfiah berarti “tiga serangkai”, dari kata trinus, “rangkap tiga”) menyatakan bahwa Allah adalah tiga pribadi yang sehakikat (konsubstansial) – Bapa, Putra (Yesus Kristus), dan Roh Kudus – sebagai “satu Allah dalam tiga Pribadi Ilahi”. Ketiga pribadi ini berbeda, tetapi merupakan satu “substansi, esensi, atau kodrat”. Dalam konteks ini, “kodrat” adalah apa Dia, sedangkan “pribadi” adalah siapa Dia.

Tidak semua orang Kristen mau menerima doktrin Allah Tritunggal. Beberapa aliran gereja memandang istilah itu tidak alkitabiah karena tidak disebutkan dalam Alkitab. Dalam kebanyakan kasus, aliran-aliran itu mengangkat Taurat (lima kitab pertama dalam Alkitab) sebagai ajaran dasar gereja. Ini menyebabkan Perjanjian Baru dianggap sebagai bagian sekunder dari Alkitab dan hanya untuk dipahami dalam terang Perjanjian Lama. Selain itu, adanya anggapan bahwa Perjanjian Baru tidak selengkap atau seakurat Perjanjian Lama telah membuat doktrin Trinitas diserang oleh banyak pendukung aliran ini.

Aliran-aliran di atas gagal untuk memahami bahwa Yesus tidak datang untuk memperluas Yudaisme atau Perjanjian Lama. Dari ayat pembukaan di atas, kita bisa membaca bahwa Juruselamat manusia datang ke dunia untuk menggenapi Perjanjian Lama dan menegakkan Perjanjian Baru. Kematian dan kebangkitan Mesias memenuhi persyaratan Taurat dan membebaskan kita dari tuntutannya.

“Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.” Roma 10: 4

Paulus dalam di Galatia 3: 23-25 menyatakan bahwa sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. Sekarang iman itu telah datang, dan karena itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan hukum Taurat. Lebih lanjut, Paulus menulis:

“Sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera” Efesus 2: 15

Dengan demikian, Perjanjian Lama hanyalah sebuah bayangan (Ibrani 8). Perjanjian Baru, yang ditetapkan oleh Tuhan Yesus, Juruselamat/Mesias kita, adalah sebuah pemenuhan, bukan kelanjutan.

Kebanyakan aliran yang menolak doktrin Trinitas yakin bahwa aliran-aliran Kristen utama (mainstream Christianity) telah menyimpang jauh dari ajaran yang benar dan konsep Ibrani dari Alkitab. Lebih lanjut, gerakan ini menyatakan bahwa Kekristenan telah diindoktrinasi dengan budaya asing dan kepercayaan filsafat Yunani dan Romawi dan bahwa pada akhirnya Kekristenan yang diajarkan di mayoritas gereja-gereja saat ini, telah dirusak dengan hal-hal yang bernada pagan dari Injil Perjanjian Baru.

Di antara aliran-aliran yang menekankan pentingnya hukum Taurat, ada yang mengharuskan penggunaan bahasa Ibrani. Mereka kemudian menawarkan proposisi yang tidak alkitabiah yang selanjutnya membuahkan doktrin yang keliru. Keselamatan kita tidak bergantung pada kemampuan kita untuk berbahasa Ibrani. Hubungan kita dengan Tuhan tidak didasarkan pada ketaatan kita pada Perjanjian Lama yang sudah digenapi oleh Yesus dengan sempurna. Hubungan kita dengan Allah didasarkan pada keselamatan yang telah Dia sediakan melalui Putra-Nya, dan hubungan itu dimungkinkan oleh kasih karunia saja, melalui iman saja, di dalam Kristus saja (Sola Gratia, Sola Fide, Sola Christus).

Banyak aliran-aliran semacam itu yang menyatakan bahwa kematian Kristus di kayu salib tidak mengakhiri Perjanjian Musa bagi bani Israel, melainkan memperbaruinya, memperluas pesannya, dan menuliskannya di hati para pengikut-Nya di zaman ini. Mereka mengajarkan bahwa pemahaman Perjanjian Baru hanya dapat datang dari perspektif Ibrani dan bahwa ajaran Rasul Paulus tidak bisa dipahami dengan jelas atau diajarkan dengan benar oleh para pendeta Kristen yang tidak mengenal budaya/bahasa Ibrani di saat ini.

Mereka yang mengajarkan bahwa Perjanjian Lama masih berlaku terlepas dari apa yang diajarkan Perjanjian Baru, atau memutarbalikkan Perjanjian Baru agar disesuaikan dengan Taurat, adalah ajaran yang salah. Mereka mengajarkan bahwa orang Kristen non-Yahudi telah dicangkokkan ke Israel, dan inilah salah satu alasan setiap orang percaya yang dilahirkan kembali di dalam Yesus untuk berpartisipasi dalam perayaan-perayaan Yahudi. Sekalipun mereka terdiri dari mayoritas non-Yahudi, termasuk para rabi non-Yahudi, banyak yang sampai pada kesimpulan bahwa Allah telah “memanggil” mereka untuk menjadi orang Yahudi dan telah menerima posisi teologis bahwa Taurat mengikat orang bukan Yahudi dan orang Yahudi.

Berlawanan dengan apa yang diklaim oleh gerakan-gerakan semacam ini, ajaran Perjanjian Baru dari Rasul Paulus sangat jelas dan jelas. Orang percaya non-Yahudi tidak dicangkokkan ke dalam Yudaisme Perjanjian Musa; mereka dicangkokkan ke dalam benih dan iman Abraham, yang mendahului hukum dan kebiasaan Yahudi. Mereka adalah sesama warga dengan orang-orang kudus (Efesus 2: 19), tetapi mereka bukan orang Yahudi. Paulus menjelaskan hal ini dengan jelas ketika dia memberitahu mereka yang bersunat (orang Yahudi) “untuk tidak berusaha untuk tidak bersunat” dan mereka yang tidak bersunat (bukan Yahudi) ” untuk berusaha disunat” (1 Korintus 7: 18).

Hari ini kita belajar bahwa seluruh orang yang mengaku Kristen tidak perlu merasa bahwa mereka harus menjadi apa yang bukan kebiasaan mereka. Sebaliknya, Allah telah membuat orang Yahudi dan bukan Yahudi menjadi “satu manusia baru” di dalam Kristus Yesus (Efesus 2: 15). “Manusia baru” ini mengacu pada Gereja, tubuh Kristus, yang tidak terdiri dari orang Yahudi atau bukan Yahudi (Galatia 3: 27-29). Penting bagi orang Yahudi dan non-Yahudi untuk tetap otentik dalam identitas mereka sendiri. Allah tidak pernah bermaksud agar orang-orang bukan Yahudi menjadi satu di Israel, tetapi menjadi satu di dalam Kristus. Dengan cara ini gambaran yang jelas tentang kesatuan tubuh Kristus dapat dilihat sebagai orang Yahudi dan bukan Yahudi dipersatukan oleh satu Tuhan, satu iman, satu baptisan di seluruh penjuru dunia (Efesus 4: 3-6).

Kita harus sadar bahwa Tuhan sendirilah yang telah menciptakan dunia dan orang-orang dengan budaya, bahasa, dan tradisi yang berbeda. Allah dimuliakan ketika kita menerima satu sama lain dalam kasih dan bersatu dalam kesatuan sebagai “satu” dalam Kristus Yesus. Penting untuk dipahami bahwa tidak ada keunggulan yang dimiliki mereka yang terlahir sebagai orang Yahudi atau bukan Yahudi. Kita yang adalah pengikut Kristus, terdiri dari banyak budaya dan gaya hidup yang berbeda, semuanya berharga dan sangat dikasihi karena kita telah masuk ke dalam keluarga Allah.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s