“Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!: Roma 14:13

Dalam kehidupan modern saat ini, di mana sulit bagi kita untuk mengucapkan satu-dua kata tanpa menyinggung seseorang, ayat di atas bisa ditafsirkan sebagai peringatan keras. Mungkin itu terasa sedikit ekstrem untuk pelanggaran yang mungkin berasal dari kata-kata atau perbuatan yang tidak disengaja atau disalahartikan. Tetapi, hal tuntut menuntut di pengadilan memang makin marak saja di seluruh dunia.
Dalam bahasa asli Perjanjian Baru, kata yang Yesus gunakan untuk “pelanggaran” adalah skandalon—kata Yunani yang merujuk pada pemicu, atau “tongkat penggantung umpan,” yang akan menyebabkan sebuah jebakan menutup. Dalam hal ini,“batu sandungan” adalah sesuatu yang menjegal atau merintangi orang lain untuk mempunyai hubungan baik dengan Allah. Di dalam Matius 18: 5-7, Yesus berkata: “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.”
Apa yang diungkapkan Yesus menunjukkan sesuatu yang lebih jahat daripada “pelanggaran” seperti yang kita kenal sekarang. Yesus tidak perlu memperingatkan kita tentang risiko menghina perasaan seseorang. Dia memperingatkan tentang memasang jebakan, memikat dan menjerat korban yang tidak curiga, membawa “si kecil” menjauh dari kebenaran dan ke dalam kegelapan.
Menurut Yesus Kristus, siapa pun yang pergi membuat skandalon untuk umat Allah akan lebih baik ditenggelamkan di dasar laut. Paulus memperingatkan tentang pelayan iblis, yang menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka. (2 Korintus 11:15). Paulus menggunakan kata “tersandung” (yaitu skandalon) ketika dia menegur orang-orang percaya di Roma.
“Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!” Roma 14: 13
Tidak ada keraguan bahwa sebagai orang Kristen, kita semua adalah satu tubuh di dalam Kristus, dan masing-masing adalah anggota satu sama lain” (Roma 12:5). Tidak ada manfaat bagi kita untuk membuat hidup lebih sulit bagi anggota tubuh yang lain, dan sebaliknya ada keuntungan dalam memperkuat dan mendukung mereka. Dalam hal ini, pertanyaannya adalah bagaimana kita menjaga agar tindakan kita tidak menjadi batu sandungan dan skandalon bagi rekan-rekan Kristen kita? Menghindari pelanggaran membutuhkan kesadaran.
Langkah pertama untuk tidak menjadi batu sandungan adalah kesadaran bahwa kita dan apa yang kita lakukan bisa menjadi batu sandungan. Sayang, tidak semua orang menyadari hal itu atau peka akan akibat buruk apa yang bisa dihasilkan untuk orang lain. Sangat mudah untuk melihat bagaimana tindakan orang lain memengaruhi kita, tetapi lebih sulit untuk mengingat bahwa tindakan kita sendiri dapat memengaruhi orang lain. Hanya dengan mengalihkan perhatian kita kepada orang lain, kita sudah membuat langkah besar untuk meletakkan batu sandungan di depan mereka.
Yang kedua, kita harus sadar bahwa batu sandungan tidak selalu tentang hal “benar” dan “salah”. Sebagai orang Kristen yang berusaha untuk tidak menjadi batu sandungan, hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah mengurangi fokus pada apa yang paling benar jika tidak ada hal yang nyata-nyata melanggar firman Tuhan, tetapi berusaha agar kita bisa memperkuat saudara-saudari seiman. Tindakan memakan daging yang sudah dipersembahkan kepada dewa-dewa, misalnya, dapat dengan mudah menjadi batu sandungan, atau skandalon, bagi orang Kristen yang baru mengenal iman. Meskipun orang Kristen memiliki kebebasan untuk memakan daging itu, mereka juga memiliki tanggung jawab untuk mempertimbangkan bagaimana hal itu akan berdampak pada iman orang-orang di sekitar mereka (1 Korintus 8: 13).
Demikian pula, dalam Roma 14: 12-13, Paulus menunjukkan bahwa dalam cara hidup Kristen, hanya Allah yang boleh menghakimi; kita sendiri tidak boleh menghakimi saudara seiman kita agar kita tidak menyebabkan mereka jatuh atau tersandung. Menahan diri dari menjadi batu sandungan berarti tidak membawa orang lain ke dalam dosa. Misalnya, menahan diri untuk tidak bertengkar akan menghindari kemungkinan untuk jatuh dalam rasa marah atau dendam. Sudah tentu, bagi kita umat Kristen, itu adalah sesuatu yang harus dihindari. Tentu saja, bagaimana kita mencapai hal ini tergantung pada situasi dan hati orang-orang di sekitar kita. Untuk itu kita perlu berdoa untuk meminta bimbingan Roh Kudus.
Kesejahteraan yang kita miliki dalam kasih karunia Tuhan, baik sekarang maupun di masa depan, memungkinkan kita untuk menunjukkan kepedulian kepada mereka yang lebih lemah – mereka yang membutuhkan dorongan khusus untuk memahami siapa Tuhan itu. Dalam beberapa situasi, itu berarti mendorong terciptanya keadilan sosial dan penegakan hak azasi untuk menunjukkan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang penuh kasih karunia. Pada orang lain, itu berarti mendisiplinkan diri kita sendiri untuk dapat menguatkan mereka yang lebih lemah dan tidak mendorong mereka ke dalam kebebasan sebelum mereka siap. Dalam semua keadaan, itu berarti tidak membuat orang lain untuk menjauhi Tuhan karena kita sudah menjadi batu sontohan bagi mereka. Pagi ini kita harus bersyukur bahwa Tuhan tetap membimbing kehidupan setiap umat-Nya, sehingga kasih-Nya terlihat nyata oleh mereka yang belum percaya.