Mengapa harus mengasihi semua orang?

“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” Roma 12: 15

Dua tahun terakhir ini memang terasa luar biasa beratnya. Bukan saja pandemi sudah membuat kacau kehidupan manusia, tetapi berbagai bencana alam juga melanda berbagai tempat di dunia. Gempa bumi, gunung meletus, kebakaran hutan dan banjir sudah terjadi dan membuat banyak manusia menderita. Kebanyakan reaksi orang terhadap mereka yang ditimpa bencana ini adalah perasaan simpati dan juga empati. Kedua kata ini bunyinya serupa tapi memiliki perbedaan arti. Simpati menggambarkan perasaan belas kasihan atas kejadian yang menimpa seseorang, sedangkan empati berarti dapat menempatkan diri pada posisi orang tersebut dan merasakan secara langsung kesedihannya.

Walaupun kebanyakan orang mudah merasa simpati atas kesedihan orang lain, rasa empati mungkin lebih sukar dirasakan. Karena itu, dalam setiap malapetaka atau kecelakaan, selalu ada orang-orang yang membuat komen yang agaknya bisa terasa kejam atau kurang berperasaan. Ada orang yang berpendapat bahwa kemalangan seseorang adalah sehubungan dengan dosanya, atau sesuatu yang sudah ditentukan Tuhan. Ada pula yang menertawakan orang lain karena anggapan bahwa kebodohan orang itu yang menjadi sebab malapetaka yang dialaminya. Tetapi bagaimana orang Kristen seharusnya bereaksi atas kemalangan orang lain?

Ayat di atas menyatakan bahwa sebagai orang Kristen, kita seharusnya bersukacita dengan orang yang bersukacita, dan ikut menangis dengan orang yang menangis. Ini lebih mudah untuk dikatakan daripada untuk dilakukan. Bagaimana kita bisa bersukacita dengan orang yang tidak kita sukai? Dan bagaimana pula untuk menangis dengan orang yang menderita karena kesalahannya sendiri? Walaupun itu tidak mudah, Alkitab jelas mengajarkan bahwa kita tidak boleh bersukacita ketika melihat orang yang tidak kita senangi mengalami kemalangan!

“Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok” Amsal 24: 17

Firman Tuhan mengajarkan kita untuk mempunyai hati bagi orang-orang yang ditimpa kemalangan dan bisa menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang mereka alami. Ini bukan hanya untuk saudara-saudara seiman, tetapi juga untuk orang-orang yang tidak kita sukai atau mereka yang membenci kita. Sebagai orang Kristen, jika kita tidak memiliki rasa simpati dan empati kepada orang lain, nama Tuhan akan dipermalukan. Tetapi, jika kita mempunyai kasih dan empati kepada sesama kita, nama Tuhanlah yang akan dimuliakan. Mengapa begitu?

Sebab yang pertama, Tuhan yang mahasuci tidak mendapatkan kegembiraan dalam menghukum orang berdosa, tetapi Ia bersuka cita jika keadilan dapat dilaksanakan untuk memuliakan Dia. Ratapan Yesus atas Yerusalem menunjukkan kepada kita bahwa penderitaan manusia, yang disebabkan oleh kesalahan mereka, bukanlah sesuatu yang disukai oleh Tuhan (Matius 23: 37-39). Meskipun Allah telah menetapkan apa yang akan terjadi pada Yerusalem, kehendak-Nya yang dinyatakan dalam Alkitab membuktikan bahwa Dia tidak bersenang-senang atas kematian orang fasik.

“Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan Allah, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?” Yehezkiel 33: 11

Kedua, Yesus memberi contoh atas perasaan simpati dan empati yang dimiliki-Nya dalam Yohanes 11: 33–35. Dia sangat tersentuh dan menangis bersama Maria dan yang lainnya setelah Lazarus meninggal. Yesus tahu Dia akan membangkitkan Lazarus dari kematian, tetapi itu tidak menghalangi-Nya untuk ikut dalam kesedihan mereka yang kehilangan. Tangisan Yesus bukanlah tangisan pura-pura, tetapi pencerminan apa yang ada dalam hati-Nya. Sebagai pengikut Yesus, kita harus bisa bersikap seperti Dia.

Ketiga, setiap manusia percaya yang telah diselamatkan sudah mendapat kasih karunia yang besar oleh Allah yang mengurbankan Yesus Kristus, yang mengalami pencobaan dan penderitaan ganti manusia. Sama seperti Allah yang telah menunjukkan belas kasihan yang besar kepada kita, kita harus bisa berbelas kasihan kepada orang lain untuk mencerminkan kasih Allah kepada manusia yang berdosa. Mungkin kita bisa merasa senasib sepenanggungan dengan sesama orang beriman, Tetapi, untuk mempunyai rasa simpati atau empati kepada orang yang memusuhi kita, kita harus ingat atas kasih Tuhan kepada kita.

Bagaimana dengan orang-orang jahat yang melakukan teror dan kejahatan keji dalam masyarakat? Perlukah kita rasa simpati dan empati kepada mereka jika mereka menerima hukuman yang setimpal? Apakah kita harus ikut bersuka cita ketika mereka berhasil melakukan kejahatan dan lolos dari tuntutan hukum? Sudah tentu tidak. Dalam pelaksanaannya, ayat di atas adalah perintah Tuhan untuk ikut bersuka cita dengan mereka yang bersuka cita dalam hal yang baik, dan ikut berduka cita dengan mereka yang menderita karena datangnya hal yang tidak baik.

Memberi simpati dan empati untuk orang yang tidak kita sukai bukanlah hal yang mudah, apalagi dalam masyarakat yang berbeda ras, budaya dan agama. Tetapi jelas bahwa kita harus belajar dari Yesus. Kita tidak boleh bersukacita karena orang lain mengalami penderitaan dan tidak boleh merasa sedih jika mereka mengalami keberhasilan. Adalah tugas kita sebagai umat Tuhan untuk menyatakan kepada setiap orang bahwa dalam kegembiraan maupun kesedihan, Tuhan yang mahakuasa tetaplah memegang kemudi kehidupan manusia. Tuhanlah yang berkuasa atas segala sesuatu dan harus disembah.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s