“Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” Matius 6: 11

Malam ini saya berjalan kaki keluar dari hotel saya di Darwin untuk makan malam. Di sepanjang jalan, saya melihat lampu-lampu yang dipasang di banyak pohon, yang membuat suasana terasa seperti suasana akhir tahun di kota besar. Padahal kota Darwin hanya bisa terbilang kota kecil saja dengan jumlah penduduk yang kurang dari 150 robu orang.
Suasana yang nampak meriah untuk para turis, tidak bisa menutupi ketimpangan sosial yang ada, karena terlihat banyak orang yang tergolong tuna wisma berkumpul di berbagai sudut jalan. Mereka adalah penduduk asli Australia. Masalah yang dihadapi mereka pada umunnya menyangkut terbelakangnya pendidikan, pekerjaan dan kesehatan. Hidup mereka penuh tantangan yang sulit untuk diatasi pemerintah.
Tantangan hidup memang seringkali berat bagi banyak orang. Semakin banyak penduduk dunia, semakin banyak juga orang yang dalam kesusahan. Walaupun ada kemajuan teknologi dan ekonomi di banyak negara, dalam kenyataannya banyak orang di negara manapun yang harus berjuang untuk bisa hidup hari demi hari, terutama mereka yang dalam posisi sosial yang lemah.
Perbedaaan antara mereka yang hidup berlebihan dan mereka yang berkekurangan semakin besar saja di berbagai negara di dunia. Sepintas lalu, kepincangan sosial ini membuat manusia bertanya-tanya, apakah Tuhan itu adil terhadap ciptaan-Nya. Apakah doa meminta makanan yang secukupnya masih relevan di zaman ini, karena makanan sudah tentu tidak akan jatuh dari surga. Bagi mereka yang sedang menghadapi pergumulan hidup, doa ini agaknya tidak terdengar oleh siapa pun, termasuk Tuhan. Benarkah begitu?
Ayat diatas adalah sebagian dari doa Bapa kami yang diajarkan Yesus sebagai model doa yang harus kita tiru dalam kita berdoa setiap hari. Permohonan makanan sebenarnya juga mencakup semua apa yang dibutuhkan dalam hidup manusia. Bagi sebagian orang, ayat ini mudah mengucapkannya karena mereka hidup berkecukupan. Bagi mereka kata “secukupnya” mungkin sudah dapat diartikan “sangat berlebihan” oleh orang lain. Sebaliknya yang hidup berkekurangan mungkin masih menantikan datangnya kecukupan.
Setidaknya ada dua hal yang penting dalam doa ini, yang pertama adalah pengakuan bahwa Tuhan adalah yang memberi, dan yang kedua adalah kesadaran bahwa Tuhan jugalah yang bisa memberi rasa cukup dalam hidup manusia. Kita memohon Tuhan untuk memberi apa yang kita butuhkan sesuai dengan ukuranNya. Dengan demikian kitalah yang harus belajar hari demi hari untuk bisa mengerti apa yang sebenarnya dikehendaki Tuhan dengan apa yang kita terima.
Bagi mereka yang sudah diberikan berkat yang besar, sering kali masih merasa kurang karena tidak adanya kesadaran atas rasa cukup. Kemampuan untuk merasa cukup dan berbahagia dengan apa yang ada sebenarnya adalah karunia Tuhan yang tidak dimiliki semua orang karena tidak setiap orang memintanya. Untuk bisa mempunyai rasa cukup, hidup kita harus berubah melalui proses penyempurnaan oleh Roh Kudus. Dengan adanya rasa cukup, kita baru bisa tergerak untuk menolong orang lain yang hidup dalam kekurangan.
Hari ini kita diingatkan bahwa setiap kali kita berdoa meminta berkat dari Tuhan, setiap kali juga kita harus mengakui bahwa Tuhanlah yang sudah memberi kita berbagai berkat dalam hidup kita. Selain itu, kita harus juga mau mengutarakan permohonan agar dengan bimbingan Roh Kudus, kita bisa mempunyai rasa cukup dalam hidup kita. Bagi banyak orang yang sudah dikaruniai Tuhan dengan rasa cukup, mereka bisa merasakan bahwa apa yang mereka terima sudah lebih dari cukup, dan karena itu mereka dengan senang hati membaginya dengan orang lain demi kemuliaan Tuhan.
“Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Matius 5: 7