“Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang.” Kejadian 1: 16

Kemarin siang, setelah terbang hampir empat jam dari Brisbane, saya mendarar di kota Darwin. Sorenya, saya sempat berjalan-jalan ke pantai Mindil. Kota Darwin tidaklah jauh dari Kota Kupang di Indonesia, sekitar satu jam penerbangan saja. Tidaklah mengherankan bahwa banyak orang Indonesia yang berdomisili di sana.
Mindil adalah satu pantai yang sering di kunjungi turis di Darwin karena adanya pasar malam setiap hari Kamis dan Minggu. Di pasar malam itu ada banyak orang yang menjual makanan dari berbagai negara. Saya ke sana bukan saja untuk berkuliner, tetapi juga untuk menonton matahari terbenam, yang memang terkenal keindahannya. Maklum, seperti pantai Kuta, pantai Mindil menghadap ke barat, sehingga matahari bisa terlihat pelan-pelan tenggelam ke arah garis horizon.
Berpikir tentang matahari yang datang di pagi hari dan kemudian terbenam di waktu senja, saya tak heran-herannya memikirkan kebesaran Tuhan yang menciptakan segalanya. Dalam kitab Kejadian, diungkapkan bagaimana bumi ini asalnya gelap sampai saat ketika Tuhan memisahkan gelap dan terang di hari pertama (Kejadian 1: 4). Ketika itu matahari kita belum ada dan itu berarti bahwa dalam jagad raya ini ada sumber cahaya yang lain selain matahari yang kita kenal. Matahari yang kita kenal baru diciptakan pada hari keempat (Kejadian 1: 16).
Ilmu pengetahuan membuktikan bahwa diluar ruang pengaruh matahari yang kita kenal ada banyak matahari-matahari yang lain. Sampai saat ini astronomer-astronomer di berbagai negara telah menemukan lebih dari 500 sistem matahari/solar dan bahkan menemukan sistem solar yang baru setiap tahun. Saintis-saintis memperkirakan kemungkinan adanya 100 ribu juta (100 miliar) matahari di jagad raya ini. Tetapi hanya satu matahari yang berguna untuk hidup kita. Tanpa matahari dunia ini akan menjadi beku dan kita akan mati.
Manusia dengan kepandaiannya menanggapi kebesaran ciptaan Tuhan ini dengan berbagai sikap. Bagi yang percaya adanya Tuhan, tidak lagi ada pertanyaan apakah Tuhanlah yang menciptakan segalanya. Tetapi bagi yang menganggap dirinya “berpendidikan dan modern”, semua itu mungkin terjadi menurut hukum alam/fisika. Sedangkan untuk mereka beragama dan “toleran”, soal Tuhan manakah yang menciptakan matahari itu, tidaklah perlu dipersoalkan. Dan untuk mereka yang “mengikuti tren”, tuhan-tuhan yang baru masih terus bermunculan.
Bagi yang melihat matahari datang dan pergi setiap hari untuk semua orang, mungkin juga ada perasaan bahwa Tuhan itu tidak mencampuri hidup manusia. Karena itu “life goes on” dan segala sesuatu bisa diperbuat manusia dengan bebas. Tetapi untuk kita umat Kristen, Tuhan itu ada dan membimbing umat-Nya. Tiap kali kita diingatkan bahwa seperti adanya satu matahari yang menerangi bumi kita, hanya ada satu Tuhan yang bisa menerangi hidup kita. Tanpa matahari kita akan musnah dan tanpa Tuhan kitapun akan menemui kematian.
Tuhan menciptakan segala sesuatu secara sistematis dan harmonis. Kasih dan kebesaran Tuhan itu tidak ada bandingnya, dan tidak ada tuhan-tuhan, matahari-matahari lain – baik yang sudah ada sejak jaman dulu, maupun yang sudah atau akan muncul di jaman ini – yang bisa menerangi hidup manusia. Hanya Tuhan kitalah yang mempunyai rencana penyelamatan manusia dari awalnya dan menggenapi rencanya-Nya pada saat yang tepat dengan kelahiran Yesus di dunia. Hanya Tuhan kitalah yang mengerti bahwa seperti hidup jasmani kita membutuhkan sinar matahari, hidup rohani kita memerlukan sinar kasih penebusan Yesus!
“Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” Yohanes 8: 12