Hal mengambil keputusan dalam hidup

Sebenarnya kamu harus berkata: ”Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” Yakobus 4: 15

Pernahkah anda bertanya-tanya apa kehendak Tuhan bagi hidup anda? Saya kira kita semua pernah mengajukan pertanyaan itu di beberapa kesempatan. Bagi kebanyakan dari kita, pertanyaan muncul dalam hati kita pada saat-saat kritis: memilih pasangan atau pekerjaan, memilih sekolah mana yang akan diikuti atau rumah mana yang akan dibeli. Inilah saat-saat kita cenderung berseru: Tuhan, tunjukkan kehendak-Mu!

Pada saat kita berusaha untuk mengetahui kehendak Tuhan, kita sering merasakan ketegangan. Dalam keinginan yang tulus untuk menyenangkan Dia, terkadang orang Kristen bisa berjalan dalam ketakutan bahwa mereka akan membuat pilihan yang salah. Secara ekstrim, kita mungkin bertanya-tanya di mana Tuhan ingin kita mendapatkan kopi, berapa banyak yang Dia ingin kita belanjakan untuk bahan makanan, atau apakah Dia akan senang jika kita pergi ke luar kota untuk berlibur. Setiap pilihan menjadi keputusan yang melumpuhkan: entah karena takut gagal menemukan apa yang Tuhan inginkan, atau takut membuat pilihan yang bisa menghancurkan segalanya.

Bagi beberapa orang, terobsesi dengan detail kehidupan membuat mereka membuat keputusan dengan cara yang jelas-jelas tidak alkitabiah—menggantungkan pilihan mereka pada “tanda-tanda” atau ‘berserah pada “nasib”. Mungkin kita terpaksa berkata: “Kehendak-Mu jadilah” sambil menutup mata dan mengharapkan apa yang terbaik. Pada pihak yang lain, ada orang yang berayun ke ujung yang berlawanan, yang berpikir bahwa Tuhan tidak terlalu peduli dengan detail kehidupan kita dan tidak memiliki “kehendak” untuk apa pun atas hal yang mereka lakukan.

Kita juga dapat berasumsi bahwa kehendak Tuhan hanya berlaku untuk aspek kehidupan tertentu, yang signifikan, misalnya dengan siapa kita menikah atau pekerjaan apa yang kita lamar. Tetapi, di luar hal-hal besar itu, pada dasarnya kita mungkin percaya bahwa kita mengendalikan hidup kita. Yakobus mengatakan sikap seperti ini adalah arogan dan jahat (Yakobus 4:16). Dalam segala hal, kita harus mengakui ketergantungan kita sepenuhnya pada rencana Allah yang berdaulat, dengan mengatakan, “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini atau itu” (Yakobus 4:15). Tetapi bagaimana kita bisa tahu apakah Tuhan telah menghendaki sesuatu atau tidak? Apakah kita tidak boleh atau tidak bisa mengambil keputusan dengan pikiran dan pengalaman kita?

Sebenarnya semua kehendak Tuhan bisa dibagi dalam dua penampilan: kehendak rahasia-Nya dan kehendak-Nya yang diungkapkan. Kehendak rahasia-Nya (kadang-kadang disebut sebagai kehendak tersembunyi) mengacu pada fakta bahwa Allah berdaulat dan memerintah dengan cermat atas segalanya. Tidak ada yang terjadi di luar kehendak-Nya atau tidak dengan se-izin-Nya. Ini disebut “tersembunyi” atau “rahasia” karena kita tidak tahu kehendaknya sebelum itu terjadi. Ini adalah kehendak Allah yang berdaulat, tetapi tidak kita ketahui. Kehendak ini tidak ada yang bisa menggagalkannya.

Pada pihak yang lain, kehendak Allah yang diungkapkann adalah apa yang Dia nyatakan kepada kita di dalam Alkitab dan apa yang kita ketahui melalui pengenalan kita akan hukum dan watak Ilahi-Nya. Misalnya, kita tahu bahwa Tuhan menghendaki kita mengasihi sesama, mengekang lidah, berlaku adil, mengasihi belas kasihan, dan berjalan dengan rendah hati. Kita tahu adalah kehendak Tuhan agar kita menghindari “dosa-dosa yang membinasakan” yang bisa menghancurkan hubungan kita dengan Dia dan sesama seperti kesombongan,ketamakan, iri hati, kemarahan, hawa nafsu, kerakusan dan kemalasan.

Ironisnya, sebagai orang Kristen kita cenderung mengabaikan kehendak Tuhan yang diungkapkan dan terlalu berfokus pada kehendak rahasia-Nya. Kita sering ingin mengetahui kehendak Tuhan yang tersembunyi di masa depan, sementara berjalan bertentangan dengan kehendak-Nya yang terungkap di masa sekarang. Kita kurang mau mengambil keputusan berdasarkan kehendak Tuhan yang kita ketahui, dan berharap pada apa yang masih dirahasiakan. Selain itu, jika pun kita mau mengambil keputusan, kita mungkin berusaha mengingkari tanggung jawab kita dengan berkata bahwa semua yang kemudian terjadi adalah kehendak Tuhan yang dulunya tidak kita sadari.

Sebenarnya, kita harus rajin belajar dan berusaha memahami kehendak Tuhan yang sudah dinyatakan. Saat kita mendengarkan khotbah dan pengajaran yang baik, membaca dan mempelajari renungan Alkitab, kita akan bertumbuh dalam kemampuan kita untuk mengetahui kehendak Allah yang diungkapkan. Dan saat kita memperbarui pikiran kita, Roh Kudus akan membantu kita tidak hanya membedakan kehendak Tuhan (Roma 12:2), tetapi juga menerapkannya pada keadaan dan momen hari-hari kita. Dengan demikian, kita akan lebih berani untuk mengambil keputusan dalam hidup kita karena kita percaya akan bimbingan-Nya.

Sementara kita berusaha mematuhi kehendak Tuhan yang diungkapkan, kita dapat percaya bahwa sebagai wakil Tuhan di dunia, kita bisa bergantung pada pemeliharaan Tuhan yang baik—bahwa Ia ikut bekerja dalam semua hal untuk membawa kebaikan bagi kita. . Melalui sinergi, Dia mengerjakan segala sesuatu bersama-sama untuk kebaikan orang-orang yang mengasihi-Nya (Roma. 8:28). Apa pun hari-hari kita, kita dapat percaya bahwa hal-hal spesifik sudah dirancang oleh Tuhan yang pengasih untuk kebaikan kita.

Apakah keputusan kita hari ini menyangkut hal memilih pasangan atau pekerjaan baru, kita dapat mempercayai Tuhan kita yang berdaulat untuk mengatur hidup kita untuk kemuliaan dan kebaikan kita. Ini juga berarti kita dapat mempercayai kehendak Tuhan bahkan selama adanya masalah kehidupan. Terkadang kita berpikir bahwa penderitaan kita tidak mungkin dikehendaki Tuhan. Tetapi kita lupa bahwa keselamatan kita dimenangkan Yesus karena Ia menyerahkan diri-Nya sepenuhnya kepada kehendak Allah pada saat penderitaan-Nya yang terbesar.

Setelah hidup dalam ketaatan yang sempurna pada kehendak Tuhan yang diungkapkan, Yesus, pada malam sebelum penyaliban-Nya, bertanya kepada Bapa-Nya tiga kali apakah ada cara lain baginya untuk menyelesaikan rencana Tuhan untuk menyelamatkan manusiai. Semuanya bergantung pada bagaimana Yesus akan menanggapi kehendak Allah yang sempurna. Segala pujian dan kemuliaan bagi Yesus, karena Dia menyerahkan diri kepada kehendak Bapa dengan berkata, “Jadilah kehendak-Mu” (Matius 26:42).

Pagi ini, biarlah kita berusaha untuk mengetahui kehendak Tuhan yang diungkapkan sebelum kita mengambil tindakan atau keputusan. Kita harus mau menaatinya, berjalan dalam kekudusan, mengejar kekudusan, mengasihi sesama kita, bermurah hati dengan sumber daya kita, mengekang lidah kita, dan takut akanTuhan. Percayalah bahwa Tuhan, dalam pemeliharaan-Nya, mengerjakan segala sesuatu bersama-sama untuk kebaikan kita, dan ingatlah bahwa apa yang saat ini tersembunyi akan suatu hari terungkap dalam kemuliaan Tuhan. Sementara kita menunggu dengan harapan yang teguh untuk hari itu, kita harus bersyukurlah kepada Tuhan bahwa kehendak-Nya selalu baik untuk setiap umat-Nya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s