“Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Roma 7: 18-19

Siapakah yang bertanggung jawab atas hidup kita? Tentu saja tiap orang harus bertanggung jawab atas hidupnya. Sekalipun ada orang yang mempersalahkan keadaan, orang lain, atau bahkan Tuhan atas apa yang dialaminya, secara umum tiap orang harus bertanggung jawab atas hal yang baik maupun apa yang buruk dalam hidupnya. Setiap orang akan menuai apa yang apa yang ditaburnya, begitulah bunyi sebuah ungkapan yang cukup terkenal. Tidak mengherankan jika ada orang yang hidupnya menderita karena menyadari segala dosanya, tetapi tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikannya.
Semua orang Kristen mungkin percaya bahwa mereka menerima anugerah Tuhan yang memungkinkan mereka mengerti apa yang baik dan apa yang buruk. Tetapi mereka tetap bisa melakukan hal yang buruk, bahkan memilih apa yang buruk dengan sengaja. Mengapa bisa demikian? Bukankah hidup orang Kristen adalah hidup yang malang?
Ayat di atas menggambarkan bahwa bagaimanapun manusia berusaha untuk berbuat baik, selalu ada saja yang menyebabkan untuk tidak melakukannya. Ayat itu tidak menyatakan bahwa usaha kita untuk hidup baik adalah sia-sia saja, tetapi menyatakan kesedihan Paulus bahwa dosa sudah mengakar pada setiap orang percaya termasuk dirinya. Sekalipun kita adalah orang Kristen, tetap saja kita bisa gagal untuk melakukan apa yang baik.
Ayat di atas ditulis oleh Paulus kepada jemaat di Roma. Paulus menyatakan bahwa ia tahu, bahwa didalam dirinya, sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam dirinya, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Kehendak yang ada pada diri manusia sering kali adalah kehendak yang diracuni dosa dan mungkin juga bisa dipengaruhi iblis. Dengan demikian, kehendak bebas yang dipakai dalam hubungan kita dengan Tuhan sering kali justru membuat kita cenderung untuk menjauhkan diri kita dari Tuhan.
Seing dikatakan bahwa manusia yang sudah berdosa dari awalnya adalah berada dalam keadaan “rusak total” (totally depraved). Ini bukan berarti bahwa kita sudah rusak serusak-rusaknya, sehingga kita sama sekali tidak dapat mengerti apa yang baik dan buruk. Manusia mana pun, adalah gambar Allah dan karena itu ia masih mempunyai kesadaran, bagaimanapun kecilnya, tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Tidak ada manusia yang sehat pikirannya yang memakan anaknya, atau menelantarkan dirinya sendiri. Dengan demikian, keadaan manusia lebih tepat dikatakan sebagai “radically depraved” atau rusak karena adanya dosa yang mengakar. Kata “racical” sendiri berasal dari kata “radix” yang artinya sumber atau penyebab utama.
Mereka yang berusaha untuk menaati firman Tuhan tanpa kasih karunia Kristus yang menyelamatkan pasti akan menemukan bahwa mereka tidak sanggup melaksanakan maksud baik hatinya. Mereka bukan penguasa atas diri mereka sendiri; kejahatan dan dosa sudah berakar seperti benalu di dalam dirinya. Dengan memakai kehendak bebasnya, manusia tidak dapat melakukan apa yang baik, sekalipun ia mungkin mengerti akan apa yang seharusnya dilakukannya. Dengan demikian, manusia mana pun merupakan hamba kejahatan dan dosa dan menjadi “tawanan hukum dosa” (Roma 7: 23). Hanya di dalam Kristus, Allah menyediakan “jalan ke luar dari pencobaan sehingga kita dapat menanggungnya” (1 Korintus 10: 13).
Jauh dari sempurna, manusia memang adalah makhluk yang berdosa. Kedatangan Yesus ke dunia adalah dengan maksud untuk menyelamatkan manusia dari kematian akibat dosa mereka. Memang Yesus menerima manusia sebagaimana adanya, dan mau memberi anugerah keselamatan kepada siapa saja yang percaya, tetapi siapa pun yang menerima Yesus haruslah mengalami perubahan hidup. Hidup lama untuk dunia haruslah diubah menjadi hidup baru untuk Kristus. Hidup yang dulunya bergelimang dosa haruslah berubah menjadi hidup yang menurut Firman.
Sering kali, walaupun kita sadar tentang apa yang baik yang harus kita lakukan, tetapi bukanlah itu yang kita perbuat, melainkan apa yang tidak kita kehendaki, yaitu yang jahat, yang kita perbuat. Sekalipun kita mempunyai kebebasan untuk memilih apa yang baik, dalam kenyataannya kita justru sering berbuat jahat. Jika sejak lahir manusia harus terus belajar untuk bisa berbuat baik, manusia mudah untuk berbuat jahat sekalipun tanpa harus belajar. Karena itu, perjuangan kita untuk mengikut Yesus adalah perjuangan untuk melawan diri kita sendiri, untuk mengalahkan keakuan kita. Kita harus mau melepaskan diri dari tuntutan manusia dan kemudian menjadi hamba Kristus. Kita tidak lagi mencari kesukaan manusia, tetapi apa yang disukai Tuhan (Galatia 1: 10). Itu dimungkinkan karena Tuhan sudah memberi Roh Kudus yang membimbing kita.
Tuhan memberikan kemerdekaan kepada umat manusia untuk memilih apa yang baik. Tetapi, sayang sekali bahwa Adam dan Hawa gagal untuk menggunakan kebebasannya. Sebaliknya, karena pelanggaran mereka, seluruh umat manusia sudah jatuh ke dalam dosa dan karena itu makin sulit bagi mereka untuk memilih apa yang baik. Manusia sudah rusak secara radikal sehingga sekalipun nampaknya merdeka, sudah jatuh dalam kungkungan dosa. Tanpa bimbingan dan pengarahan Tuhan pastilah manusia akan mengalami kesulitan dan tidak akan mempunyai harapan untuk keselamatan.
Sebagai orang yang sudah diberi pencerahan oleh Roh Kudus, dan oleh karena karunia-Nya kita sudah menerima pengampunan, pengertian kita akan kebebasan seharusnya diperbarui hari demi hari. Sekalipun kita melihat bahwa ada banyak hal yang menarik yang dapat kita pilih, hidup yang sudah disucikan oleh darah Kristus akan memilih untuk meninggalkan dosa lama dan menjalani hidup sesuai dengan firman-Nya. Karena kasih karunia Tuhan, kita akan makin sadar bahwa dalam hidup baru yang kita terima kita harus selalu bergantung kepada Tuhan.
Hari ini kita diingatkan bahwa sebagai manusia yang diciptakan sebagai peta dan teladan Allah, kita diberi kebebasan untuk memilih apa yang kita ingini dalam hidup di dunia. Tetapi, jika kita tidak mau menyerahkan hidup kita kepada Tuhan, kebebasan kita akan membawa kita kepada hal yang buruk. Penyerahan hidup kita kepada bimbingan Tuhan bukanlah sesuatu yang otomatis akan terjadi pada setiap orang Kristen, tetapi harus dilakukan dengan kesadaran yang penuh bahwa kitalah yang pada akhirnya bertanggung jawab atas cara hidup kita.
Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Matius 16: 24