KataNya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” Lukas 12: 15

Siapakah yang mau dikatakan cinta uang alias tamak? Saya kira tidak ada seorang pun. Tamak mempunyai konotasi yang jelek sebab kata itu dihubungkan dengan keserakahan dan kerakusan akan uang. Memang, sering kali orang menghubungkan ketamakan dengan tingkah laku yang tercela untuk memperoleh keuntungan materi, seperti korupsi, penggelapan uang atau perampasan harta orang lain.
Banyak orang yang berpikir bahwa orang kaya adalah identik dengan orang yang tamak. Karena tamak, orang bisa menjadi kaya, dan orang yang kaya tentunya tamak. Begitu alasannya. Oleh karena itu ada orang Kristen yang berpendapat bahwa kekayaan adalah bertentangan dengan iman. Tentu saja, pendapat seperti itu adalah tidak benar.
Pada pihak yang lain, apakah orang Kristen boleh hidup untuk mengejar kekayaan? Dalam hal ini jawabnya adalah tegas. Alkitab menyatakan dalam ayat di atas bahwa sekalipun kita dapat memperoleh harta yang berlimpah-limpah, kita tidak bisa dijamin akan berhahagia karena hidup kita tidak tergantung padanya. Alkitab justru memberi peringatan yang tegas:
“Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” 1 Timotius 6: 10
Dalam sejarah bisnis internasional, banyak contoh kejatuhan orang karena ketamakan dan kesembronoan. Yang baru-baru ini terjadi adalah bangkrutnya bursa uang kripto (“uang dunia maya”) bernama FTX yang dulunya dianggap sebagai “pabrik uang”.Mantan bos FTX, Sam Bankman-Fried disebut jadi penyebab kebangkrutan perusahaannya sendiri. Dalam pengadilan kebangkrutan Amerika Serikat disebutkan runtuhnya raksasa bursa kripto itu setelah ‘dijalankan sebagai milik pribadi Sam Bankman-Fried’. Memang, semasa jaya, Sam Bankman-Fried pernah berkata bahwa ia akan menjadi orang terkaya sedunia. Kebangkrutan FTX dianggap sebagai salah satu keruntuhan yang paling mendadak dan rumit dalam sejarah perusahaan Amerika.
Sam Bankman-Fried menjalankan FTX yang bernilai US$32 miliar. Namun dia nyatanya tidak punya kemampuan mengontrol uang paling mendasar sekalipun, dan karena itu sekarang kebangkrutan ini bisa dipahami. Gaya hidup Sam Bankman-Fried juga jadi bahan pembicaraan dalam pengadilan tersebut. Pria berusia 30 tahun itu dilaporkan menghabiskan US$300 juta untuk penyediaan rumah liburan dan properti bagi staf seniornya.
FTX mengajukan status bangkrut setelah perusahaan itu runtuh pada awal bulan November 2022. Ada lebih dari 1 juta investor di FTX dan kemungkinan uang mereka tidak bisa kembali didapatkan. Mereka terbujuk oleh promosi FTX yang menjanjikan untung besar dalam waktu singkat. Belum diketahui berapa banyak uang yang tertahan di FTX. Lebih parah lagi, sekarang diketahui bahwa aset uang kripto milik beberapa perusahaan telah dicuri oleh hacker.
Uang memang bisa membawa kebahagiaan, tetapi juga penderitaan. Banyak orang berpendapat bahwa jika ada uang, kebahagiaan akan mudah diperoleh. Bagi sebagian orang, uang mungkin identik dengan berkat dan kasih Tuhan. Sebaliknya, banyak orang yang merasa bahwa penderitaan hidup disebabkan oleh tidak adanya uang atau karena adanya uang yang harus dikeluarkan. Bagi mereka, kehilangan uang mungkin berarti kehilangan berkat dan kasih Tuhan. Bukankah Tuhan yang mahakaya dan mahakasih mengerti bahwa manusia memerlukan uang untuk hidup di dunia dan senang jika mempunyai banyak uang?
Menurut dunia, uang memang kunci kehidupan. Menurut dunia kebahagiaan dan penderitaan bisa diukur dengan uang yang masuk atau uang yang keluar. Tetapi firman Tuhan di atas berkata bahwa hidup manusia tidak bergantung pada kekayaannya; sebab sekalipun seorang berlimpah-limpah hartanya, kebahagiaan belum tentu datang. Hal yang sebaliknya justru sering terjadi: karena harta yang berlimpah-limpah seorang bisa kehilangan Tuhannya dan mengalami kehampaan hidup. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa mereka yang hidup dalam kekurangan bisa merasakan bahwa hidup ini sangat berat dan Tuhan itu tampak jauh.
Dengan demikian, manakah yang lebih baik: menjadi orang kaya atau orang miskin? Jika kemakmuran bisa membuat orang jauh dari Tuhan, kemiskinan juga bisa mempunyai akibat yang serupa. Menurut ayat di atas, apa yang penting bagi kita adalah untuk menghindari ketamakan. Ketamakan bukanlah monopoli orang yang kaya saja: mereka yang kaya bisa menjadi tamak karena kecintaan kepada harta, tetapi mereka yang berkekurangan bisa menjadi tamak karena kerinduan untuk memperoleh harta. Dengan demikian, baik kaya atau miskin, orang bisa saja menjadi tamak. Orang yang tamak selalu ingin memperoleh harta yang lebih dari apa yang sudah dimilikinya.
Hari ini kita diingatkan bahwa ketamakan membuat orang lupa bahwa hidupnya hanya bergantung kepada Tuhan. Ini adalah bencana. Dengan mengejar kekayaan orang bisa jatuh kedalam berbagai pencobaan dan karena cinta akan uang orang bisa melakukan berbagai kejahatan (1 Timotius 6: 9 – 10). Mereka yang siang malam memikirkan harta, pada akhirnya bisa mendewakan harta dan kehilangan Tuhan. Karena itu, seperti Paulus kita harus mau melatih diri agar bisa merasa cukup dalam setiap keadaan, baik itu kelimpahan ataupun kekurangan.
“Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Filipi 4: 11 – 13