“Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” Yakobus 4: 17

Semua orang yang beragama apa pun tentunya tahu bahwa dosa adalah sesuatu yang harus dihindari. Secara umum mereka mengerti bahwa berbuat dosa adalah melakukan apa yang tidak baik dalam pandangan atau ajaran agama masing-masing. Jika mereka melakukan hal yang jahat, itu adalah dosa; sebaliknya jika mereka melakukan hal yang baik, itu membawa pahala.
Dalam banyak hal, apa yang baik dan yang buruk bagi manusia mana pun adalah sama. Hal membunuh, mencuri, berbohong dan semacamnya biasanya juga diatur oleh hukum negara, dan karena itu orang berusaha untuk tidak melakukannya. Walaupun demikian, hukum negara biasanya tidak mengatur atau mengharuskan orang untuk berbuat baik. Karena itu, selama tidak ada hukum yang mengharuskan hal atau tindakan tertentu, orang bisa memilih apa yang akan dikerjakannya. Dalam hal ini, jika tidak ada insentif untuk berbuat baik, orang biasanya tidak mau repot untuk melakukannya.
Hal berbuat baik biasanya diatur oleh etika. Etika mengajarkan apa yang baik dan yang buruk dalam hidup bermasyarakat. Adanya etika adalah baik, tetapi tiap bangsa atau masyarakat mempunyai etika tersendiri sehingga apa yang dianggap baik di satu tempat, mungkin adalah sesuatu yang tidak baik di tempat lain. Etika biasanya tidak diatur hukum, sehingga perbuatan yang dianggap buruk tidaklah mengundang hukuman negara, sekalipun mungkin ada sanksi sosialnya.
Bagi orang Kristen, etika Kristen adalah prinsip baik-buruk yang dilandaskan pada Alkitab. Karena itu, etika Kristen seharusnya tidaklah bergantung pada tempat atau masa. Dalam kenyataannya, banyak orang Kristen yang mempunyai perbedaan etika karena mereka mempunyai pergumulan yang berbeda dalam hal penerapan firman Tuhan. Mereka mungkin sependapat dalam hal-hal yang buruk atau dosa, tetapi mungkin berbeda dalam usaha untuk melakukan apa yang baik bagi Tuhan dan sesama.
Salahkah jika orang tidak melakukan hal yang baik? Banyak orang berpendapat bahwa mereka boleh memilih untuk “abstain” alias tidak ikut campur dalam berbuat baik. Dalam perumpamaan orang Samaria yang murah hati (Lukas 10: 30 – 37), baik imam maupun orang Lewi tidak mau menolong orang Samaria yang menjadi korban perampokan. Bagi mereka, menolong orang lain dan berbuat baik adalah sebuah pilihan dan bukan keharusan. Mereka tidak merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada orang Samaria itu. Dan pada zaman sekarang, banyak orang Kristen yang melakukan hal yang serupa: mereka tidak merasa bertanggung jawab atas adanya hal- hal yang buruk disekitar mereka, apalagi kalau ada risiko yang besar jika mereka mencoba melakukan apa yang baik atau memperbaiki apa yang buruk.
Ayat diatas adalah apa yang seharusnya membuat kita sadar bahwa sebagai orang Kristen, kita harus memegang etika yang sejalan dengan Alkitab. Alkitab bukan hanya menyatakan bahwa perbuatan buruk adalah dosa, tetapi juga jelas menerangkan bahwa jika tidak melakukan apa yang baik untuk Tuhan dan sesama, kita juga berbuat dosa. Menjadi orang Kristen bukan saja pasif dalam arti tidak berbuat dosa, tetapi juga aktif dalam berbuat baik tanpa mengharapkan pahala!
Sebelum ayat ini, Yakobus telah menunjukkan bahwa rencana manusia tanpa mengakui kehendak Tuhan adalah jahat. Itu adalah bentuk membual dan hanya cocok dengan sikap sombong manusia. Kemudian, sepertinya secara tiba-tiba, Yakobus membuat pernyataan yang mendalam dan menantang ini. Ayat ini agak keras bunyinya, dan mungkin memang dimaksudkan demikian. Yakobus telah memberikan beberapa argumen tentang apa artinya bagi seorang Kristen untuk mempertahankan iman kita kepada Tuhan. Dia telah menjelaskan dengan jelas bahwa banyak cara hidup atau moralitas yang dianggap”normal” yang biasa kita pakai adalah arogan, mementingkan diri sendiri, dan tidak setia. Banyak orang Kristen yang tidak mau atau tidak berani melawan ketidakadilan, pelecehan,penyelewengan dan kejahatan yang lain. Bagi mereka, ketidakpedulian akan orang lain adalah cara hidup yang paling aman.
Pada pihak yang lain, ada orang Kristen yang secara mati-matian menolak keharusan untuk berbuat baik. Mereka menganggap bahwa jika kita terlau bersemangat untuk berbuat baik, itu menunjukkan bahwa kita kurang yakin akan kenyataan bahwa manusia diselamatkan hanya karena iman dari Tuhan, dan itu semata-mata anugerah Tuhan. Mereka juga percaya, keselamatan yang dari Tuhan itu tidak perlu “dikontaminasi” dengan keharusan untuk hidup baik. Pandangan antinomianisme semacam ini adalah keliru dan sangat menyedihkan. Pandangan semacam itu meremehkan usaha Roh Kudus untuk membimbing kita yang sudah dipilih-Nya, agar makin lama kita makin menyerupai Kristus.
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.” Roma 8: 29
Kata “antinomianisme” berasal dari dua kata Yunani, yaitu anti, yang berarti “melawan”; dan nomos, yang berarti “hukum.” Antinomianisme secara harafiah berarti “melawan hukum.” Secara teologi, antinomianisme adalah doktrin yang menyatakan kalau Allah tidak mengharuskan orang Kristen untuk taat kepada hukum moral apapun. Antinomianisme memang mengambil ajaran yang alkitabiah, namun kesimpulan yang ditarik tidaklah alkitabiah.
Terlalu mudah untuk menanggapi ajaran Alkitab secara teologis atau filosofis tanpa benar-benar berusaha membuat perubahan apa pun. Kita mungkin menikmati merenungkan ide-ide besar, mempertimbangkan berbagai kemungkinan, menimbang maknanya. Tetapi jika yang kita lakukan hanyalah memikirkannya dan tidak pernah melaksanakannya, kita akan berbuat dosa. Ayat ini menambahkan kewajiban pada pengetahuan kita: kegagalan untuk bertindak, dengan sendirinya, adalah suatu tindakan. Tidak berbuat baik adalah suatu perbuatan yang buruk. Kita tidak hanya diperintahkan untuk menghindari kejahatan, semua orang percaya diwajibkan secara moral untuk melakukan apa yang kita ketahui sebagai hal yang baik di mana pun mereka berada.
Seberapa besar kerinduan Anda untuk menjadi serupa dengan Kristus? Apakah Anda pernah merasa putus asa dengan hasilnya? Apakah Anda merasa bahwa cara hidup Anda yang sekarang ini sudah ditetapkan Tuhan dan tidak bisa diubah atau berubah? Kiranya tulisan ini memberi penghiburan dan kekuatan bagi kita semua. Keserupaan dengan Kristus merupakan rencana kekal Allah dan pasti akan terjadi pada orang Kristen yang sejati. Tugas kita hanyalah mengasihi Dia dan menyenangkan hati-Nya. Tugas ini hanya bisa dilakukan jika kita terus-menerus menghangatkan hati kita dengan kasih-Nya dan melaksanakan perintah-Nya untuk menjadi pelaku firman.
“Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” Yakobus 1: 22