Ajaran Alkitab tentang keselamatan dan hidup baru

Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik. Beritakanlah semuanya itu, nasihatilah dan yakinkanlah orang dengan segala kewibawaanmu. Janganlah ada orang yang menganggap engkau rendah. Titus 2 : 12-15

Ketika seseorang mengatakan bahwa Alkitab diilhamkan, mereka menunjuk kepada fakta bahwa Allah mempengaruhi orang-orang yang menulis Kitab Suci dengan cara sedemikian rupa sehingga apa yang mereka tuliskan itu adalah Firman Allah. Dalam konteks Kitab Suci, kata ilham/inspirasi berarti “dinafaskan oleh Allah.” Pengilhaman memberi tahu kita bahwa Alkitab benar-benar Firman Allah, dan dibandingkan dengan kitab-kitab lainnya, ini membuat Alkitab menjadi kitab yang unik. Sekalipun ada pendapat yang berbeda-beda mengenai sampai taraf apa Alkitab diilhamkan, tidak ada keraguan bahwa Alkitab sendiri mengklaim bahwa setiap kata, dalam setiap bagian Alkitab, diilhamkan oleh Allah sendiri (1 Korintus 2:12-13; 2 Timotius 3:16-17).

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” 2 Timotius 3:16-17

Pandangan semacam ini sering disebut sebagai inspirasi secara ”verbal dan menyeluruh” (verbal plenary inspiration). Pandangan ini menganggap pengilhaman itu untuk semua kata (inspirasi verbal), bukan hanya konsep atau ide. Yang diilhamkan adalah seluruh bagian dan topik Alkitab (inspirasi secara menyeluruh). Ada orang-orang yang percaya bahwa hanya sebagian dari Alkitab yang diilhamkan, atau hanya pemikiran-pemikiran atau konsep-konsep yang berhubungan dengan agama yang diinspirasikan; namun pandangan serupa ini tidak sesuai dengan apa yang diklaim oleh Alkitab sendiri. Pengilhaman secara verbal dan menyeluruh adalah karakteristik penting dari Fiman Tuhan.

Ayat ini memberitahukan kita bahwa Allah mengilhamkan Kitab Suci secara keseluruhan dan hal itu bermanfaat untuk kita. Bukan hanya bagian Alkitab yang berhubungan dengan pengajaran-pengajaran agama yang diilhamkan, namun setiap dan semua bagian, mulai dari Kejadian sampai Wahyu, itu benar-benar Firman Tuhan. Karena diilhamkan oleh Allah, Alkitab merupakan otoritas dalam menentukan doktrin dan sudah memadai untuk mengajar manusia bagaimana dapat memiliki relasi yang benar dengan Allah, ”mendidik orang dalam kebenaran.”Alkitab bukan hanya mengklaim sebagai sesuatu yang diilhamkan oleh Allah, namun juga mampu mengubah kita dan membuat kita ”sempurna,” diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

Pandangan yang benar terhadap Allah akan menuntun pada pandangan yang benar terhadap Firman-Nya. Karena Allah itu Mahakuasa, Mahatahu, dan sepenuhnya sempurna, Firman-Nya memiliki karakteristik yang sama. Ayat-ayat yang sama yang menegakkan pengilhaman Alkitab juga meneguhkan bahwa Alkitab tidak ada kekeliruan di dalamnya dan memiliki otoritas. Tanpa ragu, Alkitab sesuai dengan yang diklaim – tanpa bisa disangkal, Firman Tuhan yang berotoritas yang ditujukan kepada manusia. Walaupun demikian, dalam mempelajari Alkitab kita harus mengerti konteks ayat-ayatnya dan mengarisbawahi apa yang diajarkan Yesus dalam kitab Injil. Dengan memakai prinsip ini, kita tidak akan menjumpai kontradiksi dalam Alkitab.

Paulus mengilustrasikan tindakan keselamatan Allah dalam beberapa cara. Salah satu modelnya adalah model peradilan. Dalam hal ini, Paulus menggambarkan masalah manusia dalam istilah hukum. Tuhan adalah pembuat hukum yang telah memberikan hukum; Tuhan juga hakim manusia. Semua orang telah melanggar hukum dan harus menghadap Tuhan untuk dihukum; hukuman atas dosa adalah maut. Paulus juga menjelaskan solusi untuk masalah ini dalam istilah yudisial: Yesus setuju untuk membayar hukuman bagi orang lain. Allah Bapa menunjukkan bahwa Dia menerima pengorbanan Yesus dengan membangkitkan Dia dari kematian. Untuk memperoleh keselamatan, manusia harus beriman kepada pengorbanan Yesus dan penerimaan Allah atas itu. Keselamatan adalah karunia Tuhan.

Model kedua yang pernah dihadirkan Paul adalah model partisipasionis. Di sini juga, masalah manusia adalah dosa, tetapi dalam hal ini dosa bukanlah perbuatan yang dilakukan manusia yang bertentangan dengan kehendak Allah. Sebaliknya, dosa adalah kekuatan kosmis yang memperbudak manusia. Solusinya, sekali lagi, adalah kematian dan kebangkitan Yesus, tetapi kali ini mengungkapkan kemenangan Allah atas kuasa kosmik dosa dan kematian. Orang Kristen “berpartisipasi” dalam kemenangan ini melalui baptisan dan keinginan untuk hidup baru. Paulus percaya bahwa pada saat pembaptisan, orang Kristen dipersatukan dengan Kristus dan ikut serta dalam kemenangannya. Keselamatan membawa perbahan hidup manusia.

Perlu kita ketahui, model-model ini bukan satu-satunya yang digunakan Paul, dan tidak saling eksklusif. Saat menulis kepada orang Roma, Paulus sangat ingin menekankan bahwa semua orang—baik Yahudi maupun bukan Yahudi—sama-sama dikutuk di hadapan Allah karena semua orang telah berbuat dosa. Namun, Paulus meyakinkan orang-orang Romawi bahwa Allah telah menawarkan keselamatan dari penghukuman ini: kematian Kristus menebus dosa. Paulus menegaskan bahwa hukum tidak dapat membenarkan seseorang: perjanjian yang Allah buat dengan orang Yahudi selalu didasarkan pada iman, bukan pada perbuatan hukum. Karena hukum tidak membawa orang ke posisi yang benar di hadapan Allah, orang Yahudi tidak berada di posisi yang menguntungkan. Semua orang dihukum, tetapi mereka yang percaya pada kematian dan kebangkitan Kristus dapat berpartisipasi dalam kemenangannya atas kejahatan dan kematian. Meskipun mengikuti hukum tidak menempatkan seseorang pada posisi yang benar di hadapan Allah, Paulus menjelaskan bahwa Injilnya bukanlah “pelanggar hukum:” kepercayaan kepada Kristus menuntut tindakan kasih demi sesama.

Dalam ayat di atas, Paulus menulis kepada Titus bahwa orang Kristen melakukan hal yang baik karena Kristus sudah lebih dulu berkurban untuk mereka. Mereka tentu tidak berusaha untuk berbuat baik guna dapat diselamatkan, karena tidak ada seorangpun yang bisa memenuhi standar kesucian Allah. Tetapi, karena kasih Tuhan yang begitu besar telah membawa keselamatan, umat Kristen seharusnya mempunyai keinginan yang kuat untuk hidup baik dan berbuat kebaikan agar orang lain bisa melihat kasih Tuhan dan kemudian mau menerima karunia keselamatan. Pekerjaan yang baik dan hidup baik orang Kristen di dunia ini adalah identik dengan mengajak dunia untuk memuliakan Tuhan. Tetapi hal ini bukanlah mudah untuk dijalankan. Bagaimana kita membandingkan ajaran Paulus ini dengan ajaran Yesus?

Sebenarnya, ada dua syarat yang diberikan Yesus untuk menjadi murid-Nya (Lukas 14: 25-33). Yang pertama adalah rela meninggalkan keluarga untuk mengikut Yesus. Yang kedua adalah rela mati, baik secara harfiah maupun metaforis (“mati bagi diri sendiri”) untuk mengikut Yesus. Yesus kemudian memberikan dua contoh “menghitung biaya.” Yang pertama adalah contoh seorang pria yang ingin membangun menara tanpa terlebih dahulu menghitung biaya pembangunan menara. Setelah menyadari bahwa dia tidak dapat menyelesaikannya, dia menyerah karena malu dan malu. Yang kedua adalah seorang raja yang bersiap untuk pergi berperang dan memastikan dia bisa bertahan melawan musuh yang lebih unggul. Maksud Yesus adalah bahwa untuk menjadi pengikut-Nya kita harus bersedia berkurban besar. Untuk hidup baik, kita harus mau meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi. Ini adalah konsekuensi yang harus dihadapi.

Untuk bisa hidup sebagai orang Kristen yang setia di dunia ini tidaklah mudah. Godaan dan bahaya selalu ada di dunia yang sudah dipenuhi dosa ini; sehingga sering mereka yang ingin untuk hidup baik, bisa gagal untuk menjalaninya. Banyak orang Kristen hidup dalam dua dunia, diluar kehidupan gereja mereka tidak berbeda dengan orang lain. Ada juga orang Kristen yang terlihat baik dalam masyarakat, tetapi tidaklah demikian dalam keluarga sendiri. Banyak orang Kristen yang berbuat baik untuk sesama tetapi tidak mempersembahkan kemuliaan yang diterima kepada Tuhan. Selain itu, ada juga orang Kristen yang kurang bisa melakukan pekerjaan yang baik karena adanya kesibukan dan kesukaran hidup. Hal-hal semacam ini sudah tentu merendahkan nilai karunia keselamatan yang sudah diberikan Tuhan. Walaupun demikian, ada pandangan Kristen duniawi yang memandang bahwa hidup baik adalah hal yang kurang penting bagi orang yang sudah terpilih. Tentu saja, pandangan duniawi seperti ini cukup memikat karena agaknya keselamatan ada tanpa menimbulkan konsekuensi.

Ide kekristenan duniawi pada dasarnya mengajarkan bahwa selama seseorang mengaku beriman kepada Kristus, dia diselamatkan (Roma 10:9), bahkan jika tidak ada ketaatan langsung pada perintah Yesus dan para rasul untuk hidup dalam hidup kesucian. Mereka terpilih bukan karena perbuatan, dan karena itu perbuatan bukanlah faktor penting dalam hidup kekristenan mereka. Ini adalah gagasan bahwa kita dapat memiliki Yesus sebagai Juruselamat, tetapi tidak harus sebagai Tuhan yang harus ditaati. Orang-orang yang mendukung Kekristenan duniawi, atau “karunia cuma-cuma” seperti yang sering disebut, tidak menyangkal perlunya perbuatan baik (yaitu, hidup kudus) untuk pengudusan, tetapi mereka memisahkan panggilan untuk keselamatan dari panggilan untuk pengudusan (atau pemuridan) . Ini adalah penyalahgunaan ajaran Paulus.

Memang ada orang Kristen yang terlalu menekankan ajaran Paulus, kemudian mengajarkan bahwa orang yang percaya kepada Yesus Kristus “memiliki hidup yang kekal” dan “akan diselamatkan.” Tidak ada yang mempermasalahkan ini. Namun, yang ditentang oleh orang-orang Kristen lainnya bukanlah bahwa keselamatan dan kehidupan kekal adalah pemberian cuma-cuma dari kasih karunia Allah, melainkan ajaran bahwa panggilan keselamatan tidak mencakup panggilan untuk pertobatan dan hidup kudus. Dengan kata lain, teologi mereka yang keliru membuat doktrin keselamatan Paulus sebagai ajaran kasih karunia yang gratis atau uma-cuma menjadi doktrin kasih karunia yang murah. Ini adalah kesalahan besar. Kasih karunia Allah memang diberikan secara cuma-cuma kepada orang percaya, tetapi harga yang harus dibayar Yesus adalah sangat mahal. Gratis, tetapi bukan murah.

Jika proses pengudusan dimulai pada saat orang diselanatkan dan perintah Tuhan untuk hidup baik ada dalam Alkitab, sering kali orang tidak sadar akan pentingnya. Dari mana orang Kristen bisa mendapatkan kesadaran untuk hidup baik? Sebagian orang berpendapat bahwa itu mungkin diperoleh dengan bertambahnya usia, dan pengaruh lingkungan, pendidikan dan pengalaman. Benarkah begitu? Ada banyak orang yang sudah lama menjadi anggota gereja, tetapi tidak mengenal pentingnya untuk hidup baik. Bukannya berusaha hidup baik, mereka justru sering mencemooh orang lain yang berusaha hidup dalam kekudusan dan menganggap mereka munafik.

Ayat di atas menjelaskan bahwa, bagi orang Kristen, apa yang baik selalu datang dari Tuhan dan dimaksudkan untuk membawa kemuliaan bagi-Nya dan kebaikan bagi umat-Nya. Dengan demikian, mereka yang penuh dengan hikmat akan mengerti bahwa panggilan keselamatan dan panggilan untuk hidup kudus adalah satu. Mereka yang bijaksana seperti Zakheus yang dipanggil Yesus untuk turun dari pohon, tidaklah menyombongkan keselamatan yang mereka terima, tetapi sebaliknya justru rendah hati, baik hati, tulus hati dan mau memakai apa yang ada dalam hidup mereka untuk memuliakan Tuhan.

Pagi ini kita disadarkan bahwa seyakin-yakinnya kita akan karunia keselamatan dari Tuhan, itu belum lengkap jika kita tidak sadar bahwa karunia keselamatan itu bukanlah sesuatu yang murah, yang tidak menuntut pengurbanan kita. Mereka yang mengabaikan perintahTuhan untuk hidup dalam kekudusan bukanlah orang Kristen yang sejati karena mereka memusatkan hidup mereka kepada keselamatan diri sendiri. Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa hidup baik yang penuh kasih harus tetap diusahakan dan dipertahankan sampai berjumpa dengan Tuhan muka dengan muka.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s