Menjadi pemimpin yang baik

Maka sangat marahlah aku, ketika kudengar keluhan mereka dan berita-berita itu. Setelah berpikir masak-masak, aku menggugat para pemuka dan para penguasa. Kataku kepada mereka: ”Masing-masing kamu telah makan riba dari saudara-saudaramu!” Lalu kuadakan terhadap mereka suatu sidang jemaah yang besar”. Nehemia 5: 6-7

Karakter apa yang paling penting untuk menjadi seorang pemimpin? Pertanyaan ini tidaklah mudah dijawab karena setiap lingkungan kerja tentunya mempunyai keadaan yang berbeda dan dengan itu membutuhkan pemimpin dengan karakter yang berlainan. Sebagai kepala sekolah, mungkin seseorang harus mempunyai karakter yang baik sebagai pendidik dan bisa diterima oleh para guru, murid dan orangtua murid. Seorang pemimpin negara tentu saja seharusnya mempunyai karisma, kebijaksanaan dan kemampuan untuk memimpin para menteri dan rakyatnya.

Banyak orang Kristen yang percaya bahwa menjadi pemimpin di luar gereja tidaklah mudah. Mengapa begitu? Di dalam kehidupan sekuler, kita tentunya tidak bisa memakai Alkitab sebagai buku pedoman kerja untuk semua orang. Dalam kehidupan di negara yang berlandaskan demokrasi, banyak pemimpin mau tidak mau harus tunduk kepada suara terbanyak. Apa yang bisa dilakukan seorang pemimpin dalam keadaan sedemikian tentunya hanya memakai etika praktis dan hukum yang ada dan yang bisa diterima oleh semua orang. Sekalipun demikian, ada satu karakter yang membedakan seorang pemimpin yang baik dari yang lain: integritas.

Apa arti kata “integritas”? Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata ini sebagai “mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran”. Memang kejujuran adalah karakter yang sangat penting, yang membedakan orang yang mengikut Tuhan dari orang yang lain. Sayang sekali, kita tahu bahwa dari mulanya manusia cenderung untuk tidak jujur, seperti apa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa di taman Firdaus di hadapan Tuhan.

Mengapa orang mampu menyulap apa yang buruk untuk menjadi sesuatu yang kelihatan baik? Mengapa orang, demi keuntungan dan kenikmatan diri sendiri, sanggup untuk memutar-balikkan fakta? Mengapa banyak orang yang menghalalkan segala cara, asal  tujuannya tercapai? Mereka yang tidak punya etika yang baik sudah tentu dapat dikatakan sebagai oknum yang tidak berintegritas. Itulah yang terjadi di zaman Nehemia, ketika orang Yahudi yang kaya dan berkedudukan menindas dan memeras mereka yang miskin dan lemah. Mereka yang tidak mampu sampai-sampai harus mengadaikan rumah mereka dan hidup dalam kelaparan, karena terlibat hutang yang berbunga besar.

Nehemia dalam ayat di atas menyatakan kemarahannya. Nehemia sebagai orang yang takut akan Tuhan, tidak ragu-ragu marah untuk memembela yang lemah. Memang kemarahan yang mempunyai sebab yang benar tidaklah perlu dihindari, dan justru harus dinyatakan. Dalam hal ini, Nehemia dalam kejujurannya, tidak dapat menahan kemarahannya ketika mendengar adanya orang-orang yang beriktikad jelek, yang mau menindas bagsa sendiri. Kemarahan Nehemia bukanlah asal marah saja, tetapi didasarkan pada integritas dirinya. Ia berpikir masak-masak sebelum bertidak, dan mengadakan sidang jemaah yang besar.

Integritas adalah suatu konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Tetapi, dalam hal kejujuran dan etika setiap orang seringkali berbeda, karena latar belakang, budaya, sifat, kebiasaan dan lingkungan bisa membuat orang mempunyai standar yang berbeda-beda. Karena itu banyak orang (dan bahkan pemimpin kaliber tinggi) yang percaya bahwa mereka adalah orang yang mempunyai integritas, sekali pun di mata umum mereka mungkin sebaliknya.

Bagi orang Kristen, integritas seseorang adalah tingkah laku dan perbuatan  yang  tidak menyimpang dari fiman Tuhan. Firman di atas menyatakan bahwa sebagai orang percaya kita harus yakin akan apa yang akan kita nyatakan kepada orang lain. Jika kita percaya bahwa itu benar adanya, kita harus mengiyakannya. Tetapi jika sesuatu adalah tidak benar, kita juga harus berani untuk berkata “tidak”. Upaya untuk menutup-nutupi kenyataan dengan tipu-daya atau kamuflase, seharusnya tidak ada dalam kamus kehidupan orang Kristen karena semua itu adalah ketidak-jujuran.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidaklah mudah bagi kita untuk selalu bertindak jujur, tegas dan berani dalam membela kebenaran. Sering kali, karena kekuatiran, ketakutan atau karena adanya risiko, orang Kristen tidak dapat mempertahankan integritasnya. Ini bukan saja mengenai soal bisnis, pekerjaan, dan sekolah, tetapi juga kehidupan keluarga. Pada pihak yang lain, ada banyak orang Kristen yang seperti orang Yahudi di zaman Nehemia yang berlaku semena-mena kepada orang lain, termasuk sesama orang Kristen. Orang yang sedemikian seolah-olah tidak takut akan Tuhan yang mahaadil dan mahasuci.

Hari ini, firman Tuhan berkata bahwa jika kita memang benar-benar pengikut Kristus, kita akan sungguh-sungguh yakin bahwa apa yang kita perbuat, katakan dan pikirkan haruslah berdasarkan kebenaran. Dengan demikian, tidak ada gunanya bagi kita untuk berusaha melakukan  tindakan yang diharapkan untuk lebih meyakinkan orang lain atas integritas kita. Sebaliknya, kita harus menjaga integritas kita dengan selalu sadar bahwa apa yang akan kita tunjukkan, lakukan, dan sampaikan kepada orang lain adalah apa yang sudah diketahui oleh Tuhan kita. Integritas adalah ciri iman Kristen yang sejati.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s