Kehendak kita yang dibebaskan oleh darah Kristus

Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya. Lukas 23: 34

Menyambut hari Jumat Agung, pikiran kita mungkin tertuju kepada Yesus, yang pada saat itu menghadapi saat-saat terakir sebelum penyaliban-Nya. Mungkin juga kita membayangkan bagaimana Yesus memberikan pesan-pesan terakhir kepada murid-murid-Nya sebelum Ia mengalami kematian di bulit Golgota. Apa yang kemudian terjadi di bukit itu memang sangat mengerikan, karena Anak Allah sudah mengalami hukuman mati yang diberikan oleh ciptaan-Nya. Perlakuan manusia terhadap Tuhan adalah sangat kejam, tetapi itu hanya dimungkinkan oleh Tuhan sendiri yang mau mengurbankan diri-Nya untuk membebaskan manusia dari hukuman dosa.

Bersalahkah mereka yang membawa Yesus ke kayu salib? Ataukah itu sesuatu yang sudah sepenuhnya ditentukan Tuhan, sesuatu yang harus terjadi sekalipun mereka tidak mau melakukan kejahatan atas Yesus? Tuhan sudah menentukan penebusan manusia melalui kematian Yesus, tetapi mereka yang menyalibkan Dia melakukannya atas tanggung jawab mereka sendiri. Mereka benar-benar melakukan kekejaman kepada manusia Yesus dan itu bukan karena mereka menjadi “boneka” Allah. Tuhan Yesus sendiri berdoa kepada Bapa-Nya, meminta agar orang-orang itu diampuni karena mereka tidak sadar apa yang mereka lakukan. Orang-orang itu memakai kehendak bebas mereka untuk membunuh Yesus, tetapi tidak tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah yang harus mati untuk menebus dosa umat manusia.

Apakah yang dimaksudkan dengan kehendak bebas manusia? Pandangan populer tentang kehendak bebas, adalah pandangan paling umum tentang kebebasan manusia yang kita temukan dalam budaya kita. Itu adalah pandangan yang paling banyak dianut orang, di dalam gereja maupun di luar gereja. Dalam skema ini, kehendak bebas didefinisikan sebagai kemampuan kita untuk membuat pilihan secara spontan. Artinya, pilihan yang kita buat sama sekali tidak dikondisikan atau ditentukan oleh prasangka, kecenderungan, atau watak sebelumnya. Tidak ada yang mempengaruhi pilihan – tidak ada prasangka, disposisi sebelumnya, atau kecenderungan sebelumnya – pilihan datang dengan sendirinya sebagai tindakan spontan oleh orang tersebut. Pandangan ini tidak benar.

Jika pilihan atas hal yang baik atau buruk kita buat murni secara spontan, tanpa kecenderungan atau disposisi sebelumnya, maka kita boleh mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk memilih. Tidak ada motif untuk memilih; itu terjadi begitu saja secara langsung tanpa dipikir. Mereka yang menyalibkan Yesus tidak mungkin melakukannya kalau tidak mempunyai kecenderungan. Kecenderungan yang ada dalam hidup mereka membuat pilihan itu jahat. Tuhan, dalam menilai suatu perbuatan, tidak hanya melihat perbuatan lahiriah itu sendiri (perbuatan), tetapi Dia juga mempertimbangkan motivasi batin (maksud di balik perbuatan itu). Tetapi jika tidak ada motivasi batin, jika tidak ada kesengajaan yang nyata, lalu bagaimana mungkin tindakan itu memiliki makna moral? Itu tidak mungkin.

Dari sudut pandang alkitabiah, manusia dalam kejatuhannya tidak berada dalam posisi netral sehubungan dengan hal-hal tentang Allah. Manusia berdosa memang punya prasangka. Dia memang memiliki bias. Dia memang memiliki kecenderungan, dan kecenderungannya adalah ke arah kejahatan dan menjauhi perkara-perkara Allah. Manusia yang belum diselamatkan mempunyai kehendak bebas, tetapi kebebasannya adalah dalam memilih hal-hal yang tidak berguna, atau yang ada dalam dosa. Itu sudah kecenderungan yang tidak dapat dihindari oleh manusia, yang membuatnya tidak bisa membuat kehendak yang spontan, bebas dari pengaruh orang lain, lingkungan, dosa, dan juga iblis. Tetapi, manusia duniawi tidak sadar dan tidak tahu akan hal ini.

Sebenarnya, kehendak bebas manusia adalah “pilihan pikiran”. Antara pikiran dan kehendak, keduanya tidak dapat dipisahkan. Kita tidak membuat pilihan moral tanpa pikiran menyetujui arah pilihan kita. Ini terkait erat dengan konsep alkitabiah tentang hati nurani bahwa pikiran terlibat dalam pilihan moral. Alkitab menyatakan bahwa takut akan Tuhan adalah sumber kebijaksanaan, dan itu benar.

“Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.” Amsal 9: 10

Ketika orang-orang Yahudi memilih pembebasan Barabas dan penghukuman Yesus, mereka menyadari adanya pilihan-pilihan tertentu. Manusia dengan kebebasannya selalu bertindak sesuai dengan kecenderungan terkuat yang mereka miliki pada saat memilih. Dengan kata lain, kita selalu memilih menurut kecenderungan kita, dan kita selalu memilih menurut kecenderungan terkuat kita pada saat tertentu. Kecenderungan untuk berbuat dosa, jika tidak ada rasa takut akan Tuhan.

Calvin, dalam menelaah pertanyaan tentang kehendak bebas, mengatakan bahwa jika yang kita maksud dengan kehendak bebas adalah manusia yang jatuh memiliki kemampuan untuk memilih apa yang diinginkannya, maka tentu saja manusia yang jatuh itu memiliki kehendak bebas. Tetapi jika yang kita maksud dengan istilah itu adalah manusia dalam keadaan jatuhnya memiliki kekuatan moral dan kemampuan untuk memilih kebenaran, maka, kata Calvin, “kehendak bebas adalah istilah yang terlalu muluk untuk diterapkan pada manusia yang jatuh.” Orang Yahudi pada saat itu tidak sadar bahwa mereka bertindak karena kecenderungan manusia berdosa yang tidak mau tunduk kepada Tuhan.

Alkitab berbicara tentang manusia yang telah jatuh dalam perbudakan dosa. Mereka yang berada dalam perbudakan telah kehilangan beberapa dimensi kebebasan moral. Mereka masih membuat pilihan dan mereka masih memiliki kehendak bebas, tetapi kehendak itu sekarang condong ke arah kejahatan dan segan ke arah kebenaran. Tidak ada yang berbuat baik. Tidak ada yang benar. Tidak ada seorang pun yang mencari Allah, tidak seorang pun tidak (Roma 3:10-12). Itu menunjukkan sesuatu telah terjadi pada kita di dalam hati kita.

Orang berdosa berdosa karena mereka ingin berbuat dosa. Oleh karena itu, mereka menolak Dia dengan bebas. Dan sebelum seseorang dapat menanggapi hal-hal Allah secara positif, untuk memilih Kristus, dan memilih kehidupan, dia harus memiliki keinginan untuk melakukannya. Pertanyaannya adalah: Apakah manusia yang telah jatuh bisa mempunyai keinginan di dalam hatinya untuk tunduk kepada Tuhan? Kita tahu bahwa tanpa pekerjaan Roh Kudus kita tidak mungkin mengerti apa yang kita perbuat. Hanya orang percaya yang tahu sepenuhnya apa yang dikehendaki dan apa yang dibenci Tuhan.

Setiap kali kita berbuat dosa, tindakan ini menunjukkan bahwa, pada saat kita berdosa, keinginan kita untuk melakukan dosa lebih besar daripada keinginan untuk menaati Kristus. Jika keinginan kita untuk menaati Kristus lebih besar daripada keinginan untuk melakukan dosa, kita tidak akan berbuat dosa. Tetapi pada saat kita memilih, kita selalu mengikuti kecenderungan kita yang paling kuat, watak kita yang paling kuat, keinginan kita yang paling kuat. Memang kita tidak selalu menganalisa dengan sangat berhati-hati mengapa kita membuat pilihan kita. Namun ada alasan untuk setiap pilihan yang kita buat, dan kita selalu bertindak sesuai dengan kecenderungan terkuat kita saat ini.

Sebagai orang percaya, apakah kita selalu bisa melakukan yang baik? Rasul Paulus pernah berkata,

“Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.” Roma 7: 18-19

Hal ini menunjukkan bahwa memang masih mungkin bagi orang percaya untuk memilih melawan keinginannya yang baik. Apa yang dia ungkapkan adalah sesuatu yang kita semua alami: kita memiliki keinginan di dalam diri kita untuk menyenangkan Kristus, tetapi keinginan itu tidak selalu menang ketika saat kebenaran tiba.

Hari ini, Yesus berkata bahwa buah pohon berasal dari sifat pohon itu (Matius 7:17–20). Pohon ara tidak menghasilkan jeruk. Anda tidak mendapatkan buah yang rusak dari pohon yang benar. Ada sesuatu yang salah di dalam diri kita jika keinginan dan kecenderungan kita masih berada dalam belenggu dosa. Kita adalah orang dipilih untuk tahu dan ingat bahwa Yesus yang sudah disalibkan sudah memberi kita kemampuan untuk memilih apa yang benar agar kita tidak terus hidup dalam dosa. Dalam Yesus kehendak kita seharusnya bisa benar-benar bebas dari pengaruh dosa.

Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. Roma 6: 6-7

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s