Ditulis oleh: Pdt. Dr. John MacArthur (11 Februari 2020)
Kata pengantar dan terjemahan oleh: Andreas Nataatmadja

Kata Pengantar
Pendeta veteran gereja Reformed Dr. John MacArthur menyatakan bahwa hasrat Yesus bagi umat-Nya adalah pengudusan dan karena itu, ia mendorong para pendeta untuk menyesuaikan pelayanan mereka dalam hal peningkatan pengudusan anggota mereka melalui khotbah dan pemuridan. Bersama pendeta veteran lainnya, Dr. R.C Sproul (alm.) dan Dr. John Piper, John MacArthur beberapa tahun terakhir ini berjuang melawan beberapa pengajaran Reformed yang cenderung mengabaikan panggilan Tuhan untuk hidup suci. Ajaran sesat yang sudah meracuni banyak gereja Reformed di dunia, termasuk di Indonesia, disebut sebagai ajaran antinomian dan fahamnya dikenal sebagai antinomianisme. Ajaran sedemikian membuat orang Kristen merasa tenteram tinggal dalam dosanya karena yakin sudah terpilih sebagai orang yang diselamatkan, sekalipun cara hidup mereka tentunya tidak akan membawa kemuliaan kepada Tuhan.
Tidak ada pendeta yang mau disebut sebagai pengajar teologi antinomian, tetapi kita bisa melihat ciri ajarannya yang secara ekstrem menekankan kedaulatan Tuhan, yang diyakini sudah menetapkan manusia pilihan untuk diselamatkan, sekalipun orang itu tetap hidup sebagai orang Kristen kedagingan (carnal Christian). Ini tentu saja bukan ajaran yang dapat dibenarkan karena karunia Allah tidak hanya menyelamatkan, tetapi juga mendidik (bukan membuat) setiap orang Kristen sejati agar mereka bisa hidup dalam kesalehan. Adalah tidak mungkin untuk seseorang mengaku sebagai orang Kristen sejati dan juga, secara bersamaan, tetap hidup sebagai orang Kristen kedagingan.
“Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini.” Titus 2: 12
Bagaimana Kasih Karunia Tuhan Memerintahkan Kita Untuk Hidup Kudus
Bagaimana kasih karunia Tuhan mengajar kita, dan apa yang diajarkannya? Jawaban alkitabiah untuk pertanyaan itu adalah sanggahan definitif terhadap doktrin antinomian yang mengabaikan perlunya perbuatan baik: “Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Titus 2:12). Anugerah yang sama yang menyelamatkan orang berdosa dari hukuman dosa, juga mengajar mereka dalam kekudusan.
1. Melalui pendisiplinan
Kata Yunani yang diterjemahkan ganjaran atau hajaran adalah paideuō, sebuah kata yang berbicara tentang disiplin. Kata yang sama diterjemahkan menghukum dalam Lukas 23:16, 22 dan 2 Korintus 6:9. Itu membawa ide-ide pengajaran, koreksi, dan teguran. Itu adalah kata yang sama yang digunakan untuk disiplin dalam Ibrani 12:6: “Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Ini menggambarkan suatu proses yang kadang-kadang “tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.” (Ibrani 12:11).
Kembali ke Titus 2. Lihatlah konteks yang lebih luas. Paulus memberi tahu Titus:
“Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik. Beritakanlah semuanya itu, nasihatilah dan yakinkanlah orang dengan segala kewibawaanmu. Janganlah ada orang yang menganggap engkau rendah.” Titus 2:11–15
2. Melalui koreksi
Karunia Tuhan idak hanya mendisiplinkan kita demi kekudusan; itu juga melatih kita untuk meninggalkan dosa, dan itu mendorong kita untuk menantikan kedatangan Kristus kembali. Mengapa? Karena “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.” (1 Yohanes 3:3).
Dan perhatikan baik-baik apa lagi yang dikatakan Paulus kepada Titus: Kristus mati bukan hanya untuk membebaskan kita dari hukuman dosa, tetapi juga untuk menebus kita dari pelanggaran hukum itu sendiri—untuk menyucikan kita dan mengubah kita menjadi orang yang bersemangat untuk melakukan pekerjaan baik. Selain itu, Paulus menginstruksikan Titus untuk tidak “menjual secara halus” kebenaran penting ini. Dia harus menasihati dan menegur jemaat yang lalai dalam menerima instruksi pengudusan dari anugerah Allah, dan dia tidak mengizinkan siapa pun untuk mengabaikan pekabaran itu. Paulus pada dasarnya mengatakan, “Tegurlah secara keras para pengikut antinomianisme dan perbaiki pandangan mereka yang salah tentang kasih karunia.”
3. Melalui penguatan
Ada satu cara krusial lainnya yang digambarkan Kitab Suci tentang kasih karunia sebagai sesuatu yang dinamis dan bukannya lamban. Roma 5:21 mengatakan bahwa kasih karunia seharusnya menguasai hati kita dengan cara yang sama seperti dosa pernah berkuasa. Anugerah bukanlah keset yang bisa kita gunakan dengan santai untuk menghapus dosa dari kaki kita; karena anugerah memerintah sebagai raja atas kita. Bagaimana kasih karunia menebus kita dari pelanggaran hukum dan menyucikan kita? Bukan hanya dengan mengajar dan mendisiplinkan dan menasihati kita “untuk hidup bijaksana, adil dan beribadah” (Titus 2:12), tetapi juga dengan “mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Filipi. 2:13). Pada akhirnya, Tuhan sendiri akan membuat kita berdiri ” penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya” (Yudas 24).
Dapatkah kita mendefinisikan pengudusan secara sederhana? Pengudusan adalah sebuah proses berjuang untuk kebahagiaan yang penuh dan yang tidak menjual barang pengganti yang lebih murah di sepanjang jalan. Tentu saja ada pendisiplinan dan koreksi dalam prosesnya, tetapi tindakan Tuhan semacam itu adalah keadaan-Nya yang “ membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.” (Ibrani 2:10). Tujuannya, sekali lagi, adalah keserupaan dengan Kristus. Dan itu membawa kita kembali ke awal—kata-kata Paulus dalam Galatia 4:19: “Hai anak-anakku, karena kamu aku menderita sakit bersalin lagi, sampai rupa Kristus menjadi nyata di dalam kamu.!”
Bukan tujuan yang tepat bagi seorang pendeta untuk berharap orang akan puas dengan pesan atau pengajarannya. Pendeta yang saleh tidak boleh membayangkan bahwa jumlah jemaatnya adalah ukuran keefektifannya. Seorang pendeta yang saleh hanya dapat dipuaskan dengan adanya proses pengudusan umatnya. Itu adalah tujuan yang tidak akan pernah tercapai sepenuhnya sampai kita akhirnya dimuliakan. Walaupun demikian, inilah tujuan yang harus terus diupayakan oleh setiap orang percaya.
“Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.” 1 Yohanes 3:2–3