Tugas untuk menghindari dosa seksual

“Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan, supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah.” 1 Tesalonika 4:3-5

Daud dan Batsyeba

Dalam banyak negara, percabulan yang dilakukan oleh kaum wanita bisa mendatangkan hukuman yang cukup berat, dan mungkin juga hukuman mati. Walaupun demikian, ada negara-negara yang menganggap biasa percabulan yang dilakukan kaum pria. Malahan, ada kota-kota besar di dunia yang menjadi tujuan para pria untuk berwisata guna pelampiasan hawa nafsu mereka. Karena itu di sebagian negara, adanya berbagai layanan seksual dianggap sebagai sarana untuk memperlancar hubungan bisnis para pengusaha. Lebih dari itu, pemerintah setempat mungkin menganggap adanya penjual jasa seksual adalah hal yang normal, yang bisa mendatangkan devisa negara.

Selain interaksi seksual antar manusia, dalam beberapa tahun terakhir muncul interaksi antara manusia dan robot. Kemajuan teknologi dalam bidang Artificial Intellegence (AI), atau Kecerdasan Buatan, sudah memungkinkan manusia mempunyai pasangan maya dengan kemampuan untuk melayani keinginan seksualnya, setidaknya melalui komunikasi bahasa. Perzinahan bisa dilakukan dalam mata dan pikiran pemakainya di segala waktu dan tempat, termasuk di tempat umum dan di siang hari bolong, hanya dengan memakai sebuah HP. Ini adalah sesuati yang menakutkan, karena sulit dikontrol dan bisa dilakukan oleh pria maupun wanita dari segala umur.

Semua orang yang beragama apapun tentunya tahu bahwa dosa, termasuk dosa seksual, adalah sesuatu yang harus dihindari. Secara umum mereka mengerti bahwa berbuat dosa adalah melakukan apa yang tidak baik dalam pandangan atau ajaran agama masing-masing. Jika mereka melakukan hal yang jahat, itu adalah dosa; sebaliknya jika mereka melakukan hal yang baik, itu membawa pahala. Masalahnya adalah, ukuran apa yang baik dan buruk dalam praktik hidup sehari-hari biasanya tidak dibatasi oleh agama, tetapi diatur oleh etika praktis yang berbeda-beda menurut pengertian dan kebiasaan setempat.

Etika mengajarkan apa yang baik dan yang buruk dalam hidup bermasyarakat. Adanya etika adalah baik, tetapi tiap bangsa atau masyarakat mempunyai etika tersendiri sehingga apa yang dianggap baik di satu tempat, mungkin adalah sesuatu yang tidak baik di tempat lain. Etika biasanya tidak diatur hukum, sehingga perbuatan yang dianggap buruk oleh etika tidaklah mengundang hukuman negara, sekalipun mungkin ada sanksi sosialnya. Sebaliknya, apa yang melanggar hukum tentu ada hukumannya, sekalipun etika setempat mungkin bisa menerimannya.

Ayat diatas adalah apa yang seharusnya membuat kita sadar bahwa sebagai orang Kristen, kita harus memegang etika yang sejalan dengan Alkitab. Alkitab bukan hanya menyatakan bahwa perbuatan buruk adalah dosa, tetapi juga jelas menerangkan bahwa jika tidak melakukan apa yang baik untuk Tuhan dan sesama, kita juga berbuat dosa. Itu dalah hukum Tuhan yang berlaku atas setiap umat percaya.

Kehendak Tuhan bagi umat Kristiani mengenai perilaku seksual yang benar cukup jelas, yakni menjauhi percabulan dan menjaga kesucian hubungan suami istri. Hubungan ayat di atas dengan nasihat Paulus sebelumnya adalah jelas, yaitu ajaran agar jemaat Tesalonika berusaha untuk lebih bersungguh-sungguh untuk melakukan apa yang dikehendaki Allah (1 Tesalonika 4:1-2). Paulus sudah mengetahui bahwa para pembacanya ingin melakukan kehendak Allah (lihat 1 Tesalonika 1:3-10), tetapi dia juga menyadari bahwa mereka perlu mengetahui lebih spesifik apa yang tercakup dalam kehendak-Nya yang sudah dinyatakan.

Mengingat budaya permisif di Tesalonika, yang mirip dengan keadaan di zaman ini, Paulus menganggap menghindari percabulan adalah prioritas utama dalam pengabdian orang Tesalonika pada pengudusan. Kejahatan seksual dapat dibayangkan merajalela di dalam dan sekitar Tesalonika; oleh karena itu, Paulus sangat khawatir bahwa orang Tesalonika dapat dengan mudah kembali ke kebiasaan lama mereka. Jadi dia memberi mereka perintah langsung dan tidak rumit untuk menjauhkan diri dari percabulan. Mereka tidak boleh merasa bahwa proses pengudusan adalah tanggung jawab Tuhan saja. Umat Kristen harus berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi sepenuhnya dari segala pikiran atau perilaku yang melanggar prinsip-prinsip Firman Tuhan dan yang bisa mengakibatkan berbagai tindakan asusila.

Percabulan (porneias) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan segala bentuk perilaku seksual terlarang. Aktivitas seksual apa pun yang menyimpang dari hubungan monogami antara suami dan istri adalah tidak bermoral menurut standar Allah. Tuhan benar-benar memberkati hubungan seksual dalam pernikahan: “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibrani 13:4). Jelas bahwa Tuhan membenci aktivitas seksual apa pun di luar pernikahan antara pria dan wanita.

Ajaran Paulus yang diilhami Roh tentang masalah moralitas seksual begitu ketat dan menuntut bahwa itu melampaui hanya tindakan fisik amoralitas, seperti yang diilustrasikan oleh ajaran selanjutnya kepada orang Efesus dan Kolose:

“Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut saja pun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.” Efesus 5:3

“Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala” Kolose 3:5

Dalam kedua ayat di atas, kenajisan atau kecemaran berasal dari kata Yunani yang sama, yang artinya melampaui tindakan dosa seksual hingga mencakup pikiran dan niat yang tidak bersih. Penggunaan kenajisan itu, bersama dengan peringatan umum Paulus terhadap amoralitas seksual, menempatkan dia sepenuhnya setuju dengan ajaran Yesus tentang dosa seksual: “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” (Matius 5:27–28). Berpantang total dari dosa seksual adalah salah satu kewajiban yang paling penting bagi semua orang percaya, terutama karena mereka sudah ditebus oleh darah Kristus.

Jika ada banyak orang Kristen di zaman ini yang kuatir akan dampak kebebasan seksual di zaman ini, Paulus pada waktu itu khawatir bahwa orang-orang percaya baru di Korintus belum sepenuhnya meninggalkan kegiatan-kegiatan tersebut. Situasi di Korintus, di mana Paulus berada ketika dia menulis surat-surat Tesalonika, jelas menyoroti bahaya dosa seksual dan memotivasi peringatan Paulus kepada orang Tesalonika. Maka, perintahnya adalah pantang total dari aktivitas seksual apa pun di luar pernikahan.

“Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak! Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ”Keduanya akan menjadi satu daging.” Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia. Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, – dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” 1 Korintus 6:15–20

Kitab Suci menjelaskan bahwa orang-orang yang biasa melakukan percabulan dengan demikian menunjukkan bahwa mereka bukan orang Kristen atau bukan orang pilihan:

“Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” 1 Korintus 6:9–10

Pagi ini kita juga diingatkan bahwa pasal yang sama dari 1 Korintus juga menunjukkan bahwa orang percaya terkadang masih dapat melakukan dosa seksual. Memang, bila Allah membuat orang berdosa bertobat dan memindahkan dia ke kedudukan seorang yang telah beroleh rahmat, Dia membebaskannya dari perhambaan kodratnya di bawah dosa dan oleh rahmat-Nya semata-mata menjadikan dia mampu menghendaki dan melakukan apa yang baik secara rohani. Akan tetapi, caranya begitu rupa sehingga, disebabkan kerusakan yang masih tinggal padanya, ia tidak menghendaki apa yang baik itu secara sempurna, dan hanya itu saja, tetapi menghendaki juga apa yang jahat.

Risiko jatuh ke dalam dosa perzinahan dan dosa seksual lainnya adalah cukup besar bagi orang Kristen. Ada banyak tokoh-tokoh gereja zaman ini yang sudah jatuh ke dalam kegelapan dosa seksual dan itu membuat nama Tuhan dicemarkan. Karena itu, baiklah kita tidak meremehkan adanya ancaman dosa seksual di sekitar kita, tetapi mau saling mengingatkan agar kita mau mendengarkan bimbingan Roh Kudus dalam hidup kita, agar kita bisa lebih bersungguh-sungguh dalam melawan godaan seksual yang datang kepada kita. Bagaimana kita bisa melawan godaan ini? Cara yang paling tepat adalah dengan menghindari atau melarikan diri!

“Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak! Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ”Keduanya akan menjadi satu daging.” Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia. Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, – dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” 1 Korintus 6: 15-20

Bahan dari The MacArthur New Testament Commentary on 1 Tesalonika 4.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s