Apakah saya benar-benar sudah bertobat jika saya terus melakukan dosa yang sama?

“Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” Roma 6: 18

Apakah saya benar-benar bertobat jika saya terus melakukan dosa yang sama? Ini adalah salah satu pertanyaan paling umum yang harus ditanyakan oleh seorang Kristen yang jujur dan serius, terutama mengingat tuntutan Perjanjian Baru untuk kekudusan dan juga peringatannya:

  • Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. (Yakobus 2:17)
  • Kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan. (Ibrani 12:14)
  • Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. (Yohanes 14:15)
  • Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan! (Matius 7:22–23)
  • Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? (Roma 6:2)
  • Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.(Yohanes 8: 11)

Dosa bukan hanya perbuatan besar dan buruk seperti pembunuhan atau pencurian atau perzinahan, atau bahkan dosa yang lebih umum dan sering dilakukan orang Kristen seperti ketidakjujuran atau bahasa kotor atau ketidaksabaran. Dosa adalah kondisi hati yang menyimpang dari Allah dalam preferensi untuk hal-hal lain, dan dosa adalah ekspresi dari preferensi itu dalam pikiran atau sikap atau perilaku kita.

Sebagai manusia yang sudah diselamatkan, kita masih bisa jatuh ke dalam dosa. Tetapi, bagaimana jika kita sudah bertobat tetapi masih melakukan hal yang sama? Berapa kali kita boleh bertobat? Perjanjian Baru sebenarnya tidak mendorong kita untuk menggunakan kata “bertobat” untuk mengakui dosa-dosa itu setiap kali kita berdoa. Sebaliknya, kata pertobatan dalam Perjanjian Baru mengacu pada satu perubahan pikiran yang lebih mendasar, yang kita alami pada awal kehidupan Kristiani kita, dan yang harus kita alami jika hidup kita akan mengalami kehancuran dari mana kita perlu dipanggil kembali — seperti di gereja-gereja di pasal pertama Wahyu, yang semuanya dipanggil untuk bertobat, karena mereka akan dihancurkan jika tidak mau bertobat.

Tetapi Perjanjian Baru tidak menggunakan kata pertobatan untuk doa sehari-hari mengakui dosa kita yang berulang-ulang kita lakukan. Sebaliknya, 1 Yohanes 1:8–9 mengusulkan kata pengakuan dosa: “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”

Dosa adalah sesuatu yang harus kita hindari, tetapi sayangnya sebagian orang Kristen mengabaikannya karena keyakinan bahwa mereka adalah orang-orang terpilih, untuk siapa darah Yesus sudah ditumpahkan. Pada pihak yang lain, ada orang-orang yang mengalami tekanan jiwa yang besar karena adanya dosa yang begitu sering dilakukan sehingga mereka tidak pernah yakin akan jaminan keselamatan mereka sebagai seorang Kristen. Ini adalah dua keadaan ekstrem yang harus kita hindari.

Teolog John Piper menjelaskan bahwa ada dua jenis pengakuan, dan ada dua jenis dosa.

Pertama, ada pengakuan yang, pada satu tingkat, mengungkapkan rasa bersalah dan kesedihan karena berbuat dosa, tetapi di dalamnya ada perasaan bahwa dosa ini akan terjadi lagi, mungkin sebelum minggu ini berakhir.

  • Saya akan melihat film porno di web lagi jika ada waktu senggang.
  • Saya akan minum banyak alkohol lagi, mungkin akhir pekan ini.
  • Saya akan menertawakan lelucon yang merendahkan orang lain di tempat kerja lagi besok.
  • Saya akan melakukan ketidakjujuran dalam bisnis saya lagi.
  • Saya akan meremehkan istri saya lagi, mungkin esok lusa.

Dengan kata lain, pengakuan semacam ini sangat dangkal. Itu adalah bentuk fatalisme tentang dosa-dosa yang menimpa seseorang. Orang merasa buruk tentang dosanya, tetapi ia telah menyerah pada kepastian akan munculnya dosa itu lagi. Mungkin dengan alasan bahwa manusia mana pun tidak ada yang sempurna. Ini juga bisa menjadi sikap antinomian yang berarti tidak lagi tanggap kepada firman Tuhan untuk hidup kudus.

Pengakuan jenis lain adalah bahwa Anda mengungkapkan rasa bersalah dan kesedihan karena berbuat dosa, sama seperti pengakuan yang pertama, tetapi kebencian Anda terhadap dosa begitu nyata sehingga Anda memiliki niat yang besar untuk menang saat Anda mengaku berperang melawan dosa itu. Anda bertujuan dan berjanji, dengan kuasa Roh Kudus, untuk mengalahkannya. Anda akan mencari cara apa pun yang akan membantu Anda mematikan dosa ini. Anda bertekad akan menumpas kekuatannya. Itulah rencana Anda – tidak ada kemunafikan – sekalipun tidak ada orang yang percaya akan hal itu.

Bagaimana pula dengan dua macam dosa? Yang pertama, jenis dosa yang membutakan Anda. Itu tidak direncanakan atau sengaja, dan hampir tidak ada pertempuran pada saat itu terjadi. Sebelum Anda menyadari apa yang Anda lakukan, itu sudah terjadi. Mungkin itu adalah sebuah ledakan kemarahan, dan hampir seketika Anda dapat mengatakan bahwa itu berlebihan — itu tidak suci; itu tidak benar. Mungkin kata-kata kasar spontan keluar begitu saja dari mulut Anda, dan mungkin Anda malu segera setelah mengucapkannya. Atau mungkin ada fantasi seksual karena adanya iklan yang muncul di media sosial. Ini adalah dosa, meskipun timbulnya secara spontan dan tidak direncanakan sebelumnya.

Jenis dosa lain adalah sesuatu yang direncanakan sebelumnya. Anda benar-benar duduk di sana atau berdiri di sana menimbang apakah akan melakukannya atau tidak – apakah akan melihat pornografi atau tidak, apakah akan tetap tinggal diam dan mendengarkan lelucon kotor atau tidak, apakah akan melakukan ketidakadilan di tempat kerja atau tidak, apakah akan tidak jujur pada pengembalian pajak Anda atau tidak. Anda mengambil sepuluh detik atau sepuluh menit atau sepuluh jam bergulat, dan kemudian Anda melakukan dosa dengan kesadaran penuh.

Adalah mungkin bagi seorang Kristen untuk melakukan kedua jenis dosa tersebut dan masuk ke dalam pola dari kedua jenis pengakuan itu selama satu musim. Tapi pengakuan yang menyelubungi fatalisme, keputusasaan, damai dengan dosa, dan dosa yang direncanakan lebih berbahaya bagi jiwa kita. Jangan salah paham; keduanya berbahaya. Tetapi pengakuan yang bercampur dengan kemunafikan dan dosa yang berdasarkan ketidakbenaran yang direncanakan adalah lebih berbahaya.

Dosa akan selalu ada selama kita hidup di dunia. Paulus mengakui dalam Roma 7:16–19, yang secara tegas berbunyi: “Saya melakukan apa yang tidak saya inginkan, dan saya tidak melakukan kebaikan yang saya inginkan.” Dia juga berteriak, “Aku ini manusia celaka!” (Roma 7:24). Banyak orang Kristen yang memakai ayat-ayat ini sebagai “alasan” untuk tidak berbuat apa-apa guna melawan dosa. Tetapi, Paulus bukan begitu, ia berusaha keras untuk selalu dekat dengan Kristus agar bisa dikuatkan dalam perjuangan hidupnya.

Kita pasti tidak dapat menetapkan jumlah atau frekuensi terjadinya dosa yang bisa membuat kita dapat dengan lega berbuat dosa yang sama dan lolos begitu saja. Berapa banyak dosa yang membuktikan bahwa kita bukan seorang Kristen? Ini tidak mungkin terjawab karena Tuhan adalah mahasuci. Sebaliknya, apa yang dapat dipastikan: sejauh pengakuan dosa kita telah membuat semacam perdamaian fatalistik dengan keniscayaan dosa, dan sejauh dosa kita termasuk dalam kategori ketidakbenaran yang direncanakan sebelumnya, pada tingkat itu, kita patut takut bahwa kita berada di jalan yang mungkin mengarah pada kehancuran. Kedua hal itu bisa menunjukkan bahwa kita belum menjadi umat-Nya, karena mata rohani kita belum dicelikkan.

Hari ini, kita diingatkan bahwa jika kita sudah lahir baru, kita seharusnya mendengar panggilan oleh Roh Kudus untuk hidup dalam moralitas yang sesuai dengan firman Tuhan. Pada pihak yang lain, kita harus sadar bahwa dalam hidup di dunia kita tidak dapat menghindari berbagai kekeliruan, yang mengharuskan kita berdoa kepada Bapa yang di surga untuk meminta pengampunan hari demi hari. Tetapi, selain itu kita juga harus sadar bahwa pengampunan dosa bukanlah persiapan untuk membuat dosa baru. Tanpa usaha untuk menjaga kebersihan hidup, kita akan mudah terkena berbagai masalah jasmani maupun rohani. Selain itu, kebersihan hidup juga akan membawa kesegaran dan semangat baru dalam hubungan dengan Tuhan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s