Hendaklah kamu menjadi sempurna

“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Matius 5: 48

Adakah orang yang sempurna di dunia ini? Kebanyakan orang berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang sempurna, sekalipun mereka belum tentu percaya bahwa semua orang penuh dosa. Walaupun begitu, ada orang-orang yang mengajarkan bahwa kesempurnaan dapat dicapai manusia dengan melakukan hal-hal tertentu. Selain itu, ada yang percaya bahwa orang-orang tertentu adalah penjelmaan dewa-dewa, dan karena itu mereka adalah manusia yang sempurna.

Bagi umat Kristen, semua orang sudah berbuat dosa dan karena itu tidak ada yang sempurna. Dosa sering kita lakukan, setiap hari, setiap saat, sekalipun kita tidak menyadari atau mau mengingat hal itu. Hanya Tuhan yang sempurna, dan yang pernah turun ke dunia dalam bentuk Yesus, adalah manusia yang tidak berdosa. Jika ayat diatas menuliskan firman Yesus agar kita menjadi sempurna seperti Allah Bapa, tentu saja ini bisa menimbulkan tanda tanya. Siapakah yang bisa menjadi manusia yang sempurna?

Sudah tentu ajakan Yesus untuk umatNya bukanlah ajakan agar kita berusaha untuk menjadi manusia yang suci. Kesempurnaan hanya terjadi jika Tuhan menyambut umatNya di surga. Selama di bumi, kita berusaha untuk menjadi umat Tuhan yang baik; dan pengampunan dosa ada melalui darah Kristus, tetapi itu tidak akan membuat kita menjadi orang yang sempurna. Lalu bagaimana kita bisa melaksanakan perintah Yesus itu?

Banyak orang Kristen yang yakin bahwa menjadi umat Tuhan cukup dengan iman. Mereka dengan mulut mengaku percaya, tetapi dalam hidup tetap menjalankan kebiasaan lama. Dengan demikian perlu dipertanyakan apakah tujuan mereka untuk menjadi umat Tuhan, jika tidak untuk hidup dalam kasih sesuai dengan perintah Tuhan dan untuk memuliakanNya? Mungkin mereka sudah puas dengan keyakinan bahwa keselamatan mereka tidak akan hilang sekalipun tetap melakukan berbagai kejahatan di hadapan Tuhan.

Yesus menegaskan bahwa kecuali kebenaran seseorang melebihi orang Farisi dan ahli Taurat, mereka tidak akan masuk kerajaan surga (Matius 5:20). Dia tidak meminta lebih banyak ketaatan pada hukum, tetapi untuk bentuk ketaatan yang lebih dalam yang berasal dari hati. Dia kemudian membahas beberapa contoh ketaatan dalam lima hal: pembunuhan, perzinahan dan perceraian, pengambilan sumpah, pembalasan, dan mengasihi musuh. Ayay 48 kemudian mengakhiri bagian dari Khotbah di Bukit ini dengan peringatan, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna“. Ini mirip Imamat 19:2, yang menggunakan kata “kudus” dan bukan “sempurna”.

“Sempurna” adalah terjemahan dari kata teleios, yang muncul sembilan belas kali dalam Perjanjian Baru. Yesus memberi tahu penguasa muda yang kaya, “”Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Matius 19:21).

Dalam perspektif Alkitab, tujuan hidup yang utama berdasarkan ayat diatas adalah untuk menjadi seperti Yesus. Dengan tujuan ini, kita bisa memilih apa yang perlu dilakukan dan cara hidup yang harus dijalani. Ayat ini tidak menyatakan bahwa kita harus mencapai kesempurnaan agar dapat mencapai keselamatan. Kita tahu bahwa keselamatan adalah karunia Tuhan. Tetapi Yesus dengan ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya dalam Matius 5 menetapkan tujuan hidup yang seharusnya dilaksanakan setiap orang Kristen, agar mereka menjadi manusia dewasa yang hidup dalam kasih seperti Tuhan mengasihi kita.

Sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Pengakuan Westmister Bab 9 Poin 4 dan 5, tujuan Yesus untuk semua anak-Nya adalah kedewasaan penuh, yang akan menjadi kesempurnaan di surga. Dengan demikian, pengertian yang cocok untuk itu adalah, “Bertumbuh menuju kedewasaan penuh, sama seperti Bapa surgawimu sempurna.”

Bapa kita sempurna, dan anak-anaknya harus terlihat seperti dia. Ini berarti kita menetapkan ukuran penuh kedewasaan sebagai tujuan kita, dan akhir dari proses itu adalah kesempurnaan di surga. Tapi itu adalah sebuah proses, jadi kita perlu bertanya pada diri kita sendiri, dimana titik lemah kita? Apakah itu kemarahan? Nafsu? Kecurangan? Kebencian? Marilah kita memeriksa hati kita dan meminta hikmat dan kekuatan dari Tuhan untuk mengejar ketaatan yang lebih dalam yang datang dari hati. Hanya dengan begitu tindakan kita akan benar-benar berubah, dan akan bergerak menuju kedewasaan dan akhirnya kesempurnaan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s