“Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” Mazmur 103: 2
Satu hal yang menarik perhatian saya ketika baru tiba di benua Australia pada tahun 1980an adalah bagaimana orang sudah belajar mengucapkan kata “thank you” sejak kecil, ketika menerima suatu pemberian. Ucapan ini adalah pernyataan rasa syukur atas kebaikan orang lain.
Jika mengucapkan “terima kasih” adalah salah satu kebiasaan antar manusia, bagaimana pula dengan kebiasaan yang ada antara umat Kristen dan Tuhan? Apakah mereka selalu bisa bersyukur kepada Tuhan dan memuji Dia karena berkat penyertaanNya setiap hari?
Ayat diatas adalah Mazmur Daud yang sangat terkenal. Malahan, seluruh pasal 103 berisi pujian kepada Tuhan, dan diberi judul ” Pujilah Tuhan hai jiwaku” atau “Blessed the Lord, O my soul“. Dalam 22 ayat yang ada, kita bisa membaca mengapa Daud memuji Tuhan. Bagi Raja Daud, Tuhan adalah Tuhan yang maha kasih dan maha setia kepada umatNya. Karena Tuhan sudah lebih dulu mengasihi Daud, Mazmur ini ditulis sebagai pernyataan terima kasih Daud kepada Tuhan.
Mazmur 103 begitu mengesankan sehingga dituangkan kedalam beberapa lagu gereja. Bagi setiap orang yang menyanyikan lagi pujian semacam itu, rasa syukur kepada Tuhan seharusnya benar-benar ada, sekalipun karena berbagai sebab yang berlainan. Mungkin ada orang yang bernyanyi karena adanya berbagai berkat seperti kesehatan, keluarga, pekerjaan dan semacamnya, tetapi tentu ada juga yang hanya bisa bernyanyi tanpa bisa menghayati maknanya.
Memang jika hidup ini berjalan lancar dan mulus, mengucapkan terima kasih dengan mulut kita kepada Tuhan tidaklah sukar, karena itulah yang kita pelajari sejak kecil. Tetapi, jika apa yang kita alami saat ini adalah penderitaan dan kemalangan, sulitlah bagi kita untuk bersyukur kepada Tuhan. Bersyukur untuk apa?
Mazmur 103 sebenarnya bukan hanya berisi pujian karena Tuhan yang memberkati anak-anakNya, tetapi juga rasa syukur kepada Tuhan karena Ia tahu bahwa manusia adalah debu, yang hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang yang berkembang indah pada satu saat, tetapi hancur jika diterpa angin kehidupan (ayat 14. – 16). Daud bersyukur dengan sepenuh hati bahwa Tuhan sepenuhnya bisa mengerti penderitaan manusia. Karena itu, Daud bisa bersyukur kepada Tuhan dalam suka maupun duka.
Pagi ini kita mungkin ingin bersyukur kepada Tuhan, tetapi barangkali apa yang ada di mulut kita berbeda dengan apa yang ada didalam hati dan jiwa kita. Bahwa dengan mulut kita bisa mengucapkan “thank You” kepada Tuhan karena sudah kita sudah terbiasa, tetapi hati dan jiwa kita yang mengalami kepedihan yang besar, mungkin belum bisa dengan sepenuhnya memuji Tuhan.
Daud menulis bahwa Tuhan adalah seperti seorang bapa yang sayang kepada anak-anaknya. Kasih setia Tuhan akan selama-lamanya dicurahkan atas kita yang takut akan Dia, dan yang berpegang pada janjiNya dan yang ingat untuk melakukan firmanNya. Tuhan yang sudah menyelamatkan kita adalah Tuhan yang senantiasa menyertai kita!
Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” Mazmur 103: 13
Jiwa yg sllu memuji Tuhan adlh jiwa yg sdh dimenangkan bg Tuhan. Bg yg blm, mungkin itu mnjdi suatu siksaan, sbab bg mnusia kecenderungannya adlh mnilai brkat itu hrs sllu jasmaniah. Hal rohani bg nya adlh sesuatu yg abstrak dan trllu dipksakan. Kiranya kita smua yg mmbca tulisan ini bisa brbgian dlm jiwa yg telah dimenangkan itu. Amin.
Gbu Pak Andreas
SukaSuka