Adakah yang mengerti perasaanku?

“Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita.” Mazmur 62: 8

Manusia adalah makhluk sosial dan karena itu membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Mereka yang mempunyai keluarga dan yang masih aktif berkarya tentunya bisa mempunyai banyak kesempatan untuk menjumpai orang lain dan berkomunikasi muka dengan muka. Tetapi, banyak orang yang tidak mempunyai kesempatan yang serupa; mereka yang hidup jauh dari keluarga, mereka yang hidup sendirian, ataupun mereka yang terkucil dari masyarakat, sering merasakan sepinya hidup.

Memang di zaman ini, orang dapat menggunakan berbagai teknologi untuk berhubungan dengan sesama atau untuk melihat kehidupan masyarakat di sekelilingnya. Jika pada abad yang silam kita hanya bisa menulis surat dan mengirim telegram untuk menghubungi teman atau kerabat di tempat yang jauh, dan bisa memakai koran, radio dan kemudian TV untuk mengetahui keadaan dunia, sekarang kita bisa dengan sangat mudah melakukan hal yang serupa melalui internet, handphone atau komputer, jika ada fasilitas untuk itu.

Walaupun demikian, semua bentuk komunikasi dipengaruhi oleh iktikad dan sifat manusia yang melakukannya. Tidak dapat dipungkiri, dengan kemajuan teknologi kita sering merasakan hilangnya kehangatan, keakraban dan keramahan dalam hubungan antar manusia. Semakin jarangnya hubungan muka dengan muka, membuat berkurangnya hubungan dari hati ke hati; baik di rumah, di sekolah ataupun di kantor. Hubungan antara suami dan istri, orang tua dan anak, ataupun antar kolega seringkali hanya terjadi kalau terpaksa, atau jika ada keuntungan pribadi yang bisa diperoleh. Manusia menjadi makin individualis dan egois dalam hidup sehari-hari.

Dalam hati, sebenarnya banyak orang yang menjerit minta tolong karena kesepian hidup mereka. Karena walaupun ada hingar-bingar disekitar mereka, tidak ada seorang pun yang bisa diajak untuk mendengarkan curahan hati. Hari demi hari mungkin harus dilewati seorang diri tanpa ada orang yang bisa mendengarkan keluh kesah mereka, apalagi untuk menolong. Karena itulah, banyak peristiwa dalam rumah tangga dan kehidupan seseorang kemudian berakhir dengan hal yang memalukan atau menyedihkan. Nasi mungkin sudah menjadi bubur.

Bagi mereka yang percaya adanya Tuhan, barangkali ada harapan bahwa dalam kesepian dan kesulitan, Tuhan masih bisa menyelami perasaan mereka dan memberi pertolongan pada waktunya. Tetapi, Tuhan yang diharapkan seringkali terasa jauh dan tidak peka akan kesulitan hidup manusia. Memang, jika Allah hanya duduk di singgasanaNya dan menonton kehidupan manusia, siapakah yang bisa yakin bahwa Ia sepenuhnya mengerti penderitaan kita? Untunglah bahwa Allah pernah datang ke dunia sebagai manusia dan bahkan mengalami penderitaan yang luar biasa. Yesus yang akhirnya mati di kayu salib, tidak hanya menunjukkan kasih Allah; Ia juga memberi keyakinan kepada kita bahwa Ia dapat merasakan penderitaan dan kesepian kita.

Pagi ini, jika kita merasakan adanya penderitaan dan kesepian dalam hidup, jika kita merasa tidak ada seorangpun yang mengerti dan bisa menolong kita, biarlah kita ingat bahwa Allah adalah tempat perlindungan kita. Melalui pengurbanan Yesus kita boleh menyebut Bapa kepada Allah. Dan sebagai Bapa yang baik, Ia tidak pernah meninggalkan anak-anakNya yang berada dalam kesulitan. Karena itu, kita boleh percaya bahwa Allah ikut bekerja dalam segala apa yang kita alami untuk memberi apa yang terbaik untuk kita.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Roma 8: 28

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s