“Benarlah perkataan ini: “Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita” 2 Timotius 2: 11 – 12
Sehidup semati. Semboyan yang lebih mudah dikatakan daripada dilaksanakan. Mereka yang menikah, biasanya berjanji untuk hidup bersama sampai mati, untuk melewati hari baik dan hari buruk, selagi kaya atau miskin, pada saat sehat atau sakit. Tetapi, dalam kenyataan hidup ini banyak orang yang begitu mudah untuk bercerai ketika keadaan rumah tangga mulai berantakan. Apalagi di kalangan orang ternama dan mereka yang mampu, untuk mendapatkan yang terbaik seringkali diartikan membuang yang lama dan membeli yang baru, karena adanya banyak pilihan yang bisa dicoba.
Alkitab menggambarkan hubungan orang Kristen dengan Tuhan adalah seperti hubungan antara suami dan istri. Karena orang Kristen adalah seperti mempelai yang dikasihi oleh Yesus Kristus. Yesus yang sudah berjanji untuk menyertai kita untuk selamanya, mengharapkan agar kita juga setia kepadaNya dalam setiap keadaan. Sehidup semati.
Janji sehidup semati kepada Tuhan tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Banyak orang yang merasa bahwa adalah tugas pasangannya untuk menjamin kebahagiaannya dalam rumah tangga, dan karena itu siap untuk meninggalkannya jika keadaan tidaklah seperti yang diharapkan. Begitu juga banyak orang Kristen yang mengharapkan hidup yang penuh kemakmuran dan kesuksesan jika mereka mengikut Yesus, kemudian goncang imannya ketika hidup berubah menjadi buruk. Apa gunanya mengikut Tuhan? Bukankah Tuhan sudah berjanji memberi umatNya kebahagiaan dan kelimpahan?
Rasul Paulus yang menulis surat kepada Timotius diatas, adalah orang yang merasakan banyaknya asam-garam kehidupan. Ia pernah menjadi tokoh agama, orang kaya, pandai dan ternama, orang yang kejam terhadap pengikut Kristus. Tetapi, sesudah ia bertobat, Paulus berubah menjadi rasul yang bijaksana, penuh kasih, dan benar-benar taat kepada Kristus dalam setiap keadaan, dalam keadaan sehat ataupun sakit, dalam kelimpahan atau kekurangan; dan bahkan ketika hidupnya dalam bahaya, ia tetap berharap kepada Tuhan. Ia setia sampai mati.
Paulus dalam 2 Timotius 2: 3 – 6 juga menggambarkan kesetiaan orang Kristen kepada Tuhan sebagai seorang prajurit yang tidak memusingkan persoalan hidupnya, sebagai seorang olahragawan yang mau mengikuti peraturan-peraturan olahraganya, dan sebagai seorang petani yang harus bekerja keras untuk menikmati hasil usahanya. Memikirkan kepentingan Tuhan, menjalani hidup sesuai dengan firmanNya, dan bekerja untuk kemuliaanNya adalah tugas kita.
Hidup sebagai mempelai Kristus memang tidak mudah. Tetapi, kenyataan bahwa Ia sudah mati berkurban untuk kita seharusnya membawa kesadaran bahwa kita yang sudah dipilihnya, adalah makhluk yang sangat berharga. Kesadaran inilah yang membuat Paulus setia dalam imannya, apalagi ia tahu bahwa dalam penderitaan ia bisa menjadi contoh dalam hal kesetiaan yang sejati bagi orang lain. Begitu pula, kesetiaan kita kepada Tuhan dan orang-orang yang kita kasihi bisa membuat orang lain untuk menpunyai kesetiaan seperti kita.
“Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal.” 2 Timotius 2: 10
Pagi ini, pertanyaannya apakah kita mempunyai kesetiaan seperti rasul Paulus. Sebab kita yang sudah dipilih Tuhan, tentunya sudah berjanji untuk sehidup semati denganNya. Yesus sudah lebih dulu menderita dan bahkan mati untuk kita, karena itu apa arti semua tantangan kehidupan kita jika dibandingkan dengan pengurbananNya?