Mengapa iri kepada orang yang tidak mengenal Tuhan?

“Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik.” Mazmur 73: 1 – 3

Mobil apakah yang anda impikan? Bagi banyak orang memiliki sebuah mobil yang sederhana saja sudah sulit, apalagi menginginkan mobil mewah. Tetapi, di banyak negara, memiliki mobil mewah adalah suatu tanda kejayaan seseorang. Di Jakarta misalnya, ada orang yang hobinya mengumpulkan mobil mewah Ferrari. Orang lain mungkin melihat kekayaan mereka dengan rasa takjub. Mereka itu tentunya orang kaya-raya, orang yang hidup dalam kenyamanan.

Melihat orang-orang yang hidupnya serba enak, mungkin timbul pertanyaan: mengapa aku tidak semujur mereka? Sekalipun ada kemungkinan bahwa orang-orang itu memperoleh kekayaan mereka dengan cara yang kurang baik, tetap saja rasa iri bisa muncul: bagaimana mungkin mereka itu tetap berjaya sekalipun hidup mereka jelas-jelas melawan hukum?

Penulis Mazmur di atas juga memikirkan hal yang serupa. Melihat orang-orang yang hidup nyaman, ia menjadi cemburu. Ia iri kepada orang-orang yang tidak jujur yang terlihat mujur hidupnya. Karena iri hati, pemazmur hampir tergelincir ke dalam dosa. Mungkin sedikit lagi ia akan marah dan mengutuki Tuhan, mungkin juga timbul rasa ingin untuk meniru orang-orang yang terlihat nyaman hidupnya. Buat apa taat kepada Tuhan jika hidupku penuh derita dan kekurangan?

Untunglah pemazmur kemudian sadar akan kekeliruannya. Ia sadar bahwa hidupnya bukan untuk disesali. Sekalipun ia mengalami berbagai kesulitan hidup, dengan iman ia justru bisa merasakan kasih Tuhan yang menyertainya. Ia kemudian sadar bahwa hal ini memberinya kemuliaan karena Tuhan yang mahakuasa justru menyayangi umatnya yang lemah dan bergantung kepadaNya (Mazmur 73: 24-26).

Walaupun Tuhan berpihak kepada umatNya, mengapa dunia tidak merasa iri kepada mereka? Jika mereka yang belum percaya kepada Tuhan tidak merasa cemburu kepada kemujuran kita, mungkin paling tidak ada dua sebabnya:

  • Mereka dalam kebodohannya tidak mengerti kebahagiaan hidup dalam Kristus, dan merasa bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dari hal-hal yang fana, atau
  • Dalam kebodohan, kita tidak bisa menunjukkan kebahagiaan hidup kita kepada orang lain karena kita masih menginginkan hidup keduniawian seperti yang mereka punya.

Pada hari Minggu ini, seperti pemazmur, kita harus ingat dan bisa bersyukur bahwa Tuhan mengasihi kita. Mengapa kita harus iri atau cemburu kepada mereka yang hidup dalam dosa? Bukankah orang lain justru harus iri kepada kita yang dikasihi Tuhan?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s