Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Mazmur 46: 1 – 3

Bacaan: Mazmur 119
Manusia manakah yang tidak pernah takut? Setiap manusia yang normal dan sehat pikirannya tentu pernah merasa takut. Rasa takut adalah mekanisme kehidupan yang membuat orang bisa mengatasi adanya bahaya, dan itu yang sering mendorong orang untuk berusaha membela diri, menyembunyikan diri atau lari dari bahaya. Walaupun demikian, keadaan seringkali membuat orang kehilangan harapan, karena mereka bisa melihat bahwa baik dengan melawan, bersembunyi atau pun melarikan diri, mereka tidak akan dapat melepaskan diri dari ancaman yang ada.
Sejarah menuliskan berbagai pengalaman manusia dalam menghadapi bahaya besar. Adanya kebakaran hutan (bushfire) di Australia baru-baru ini menunjukkan adanya orang-orang yang berani dengan mati-matian mempertahankan rumahnya dari serangan api dengan memakai pipa air yang ada, tetapi ada juga yang mengambil keputusan untuk melarikan diri. Mereka yang tidak mempunyai kemampuan untuk melawan serangan api dan terlambat untuk melarikan diri, terpaksa bersembunyi di tempat yang dirasa paling aman. Tragisnya, kebakaran yang demikian besar biasanya tidak memandang bulu dan orang yang bagaimana pun bisa menjadi korbannya.
Bagaimana jika kita dihadapkan kepada bahaya yang besar dalam hidup kita? Bagaimana perasaan kita jika kita melihat adanya banyak orang yang menjadi korban malapetaka dan kita pun mungkin mengalami hal yang serupa? Jika kita tidak mempunyai harapan apapun untuk menghindari malapetaka itu, mungkin kita memaksakan diri untuk menghadapinya muka dengan muka. Tetapi, bagaimana pula jika kita tidak yakin bahwa kita akan sanggup untuk melakukan perlawanan? Mungkin kita bisa bersembunyi. Tetapi, kalau tidak ada tempat bersembunyi yang baik, usaha kita juga akan sia-sia.
Mazmur 119 adalah bab yang terpanjang dari Alkitab karena mempunyai 176 ayat. Penulis mazmur ini kurang diketahui, tetapi diduga Ezra, Daud atau Daniel. Tetapi yang jelas adalah penulisnya mengalami penderitaan atau masalah yang sangat besar. Seluruh ayat yang ada menunjukkan pergulatan jasmani maupun rohani yang dialaminya. Walaupun demikian, dalam setiap kesempatan si penulis menyatakan kerinduan dan pujian kepada Tuhan, sumber pengharapannya. Ia juga menyatakan bahwa dalam Tuhan ia bisa menemukan tempat persembunyian dan pertahanan.
“Engkaulah persembunyianku dan perisaiku; aku berharap kepada firman-Mu.” Mazmur 119: 114
Mazmur 119 jelas menunjukkan perbedaan antara orang yang memiliki (atau lebih tepat, dimiliki) Tuhan. Adanya Tuhan dalam hidup seseorang membuat perspektif hidupnya berubah sama sekali. Beruntunglah orang yang mengalami masalah tetapi masih mempunyai harapan. Malanglah orang yang mengalami penderitaan dan tidak mendapat penghiburan.
Tuhan itu bagi orang percaya adalah tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu orang yang beriman tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Itu karena Tuhan adalah Sang Pencipta yang berkuasa atas langit dan bumi dan segala isinya.
Pagi ini, adakah rasa takut dan kuatir dalam diri anda? Adakah masalah yang besar yang seakan tidak akan dapat anda atasi atau hindari? Tuhan yang memiliki kita adalah Tuhan yang mahakuasa dan mahakasih. Ia mau mendengarkan doa kita dan sanggup memberi kita keteguhan hati dalam menghadapi semuanya. KasihNya tidak pernah berubah dalam keadaan apa pun, dan kepadaNya saja kita boleh berharap akan datangnya pertolongan, perlindungan dan penghiburan.