“Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita?” 2 Korintus. 11: 29

Setelah lama saya tinggal di luar negeri, pengetahuan dan pengertian saya akan apa yang terjadi di Indonesia menjadi sangat berkurang. Untunglah dengan adanya internet dan terutama dengan banyaknya media sosial, saya bisa kembali mengikuti perkembangan yang terjadi di sana. Memang, sebagai pengamat sosial, setidaknya dua jam sehari saya habiskan untuk membaca atau mendengarkan berita di media tentang segala kejadian di dunia.
Tidak semua apa yang bisa saya ikuti di media adalah hal yang enak untuk diketahui. Sebaliknya, berita yang ada di media zaman ini, seringkali mengandung hal-hal yang bisa membuat orang merasa marah, muak, sedih ataupun takut. Karena itu, ada orang yang selalu berusaha menghindari media, kecuali jika ada hal yang dirasa sangat penting. Malahan di Australia ada orang yang sengaja tidak mempunyai TV atau radio di rumah. Memang, hidup kita mungkin bisa lebih tenteram jika kita tidak mengetahui apa yang terjadi di luar rumah. Jika kita tidak ikut-ikutan memikirkan persoalan orang lain, mungkin kita lebih punya waktu untuk memikirkan urusan diri sendiri. Tetapi, apakah ini sikap yang benar untuk orang Kristen?
Ada yang mengatakan bahwa jika kehidupan masyarakat berjalan lancar, semua orang akan terlihat seperti orang yang baik. Tetapi, jika ada kegoncangan dalam masyarakat, banyak manusia yang akan terbuka kedoknya. Dalam keadaan tertekan, sifat manusia yang asli akan terlihat. Dalam masyarakat yang mengalami goncangan, setiap orang Kristen akan mengalami ujian apakah ia tetap dapat bertingkah laku sebagai manusia yang mengenal Tuhan dan mengasihi sesamanya. Dalam suatu keadaan yang berbahaya atau menekan seperti saat ini, setiap orang menunjukan isi hatinya: apakah ia memang mempunyai rasa peduli akan orang lain, ataukah ia hanya memikirkan kebutuhan sendiri.
Ayat di atas menunjukkan sikap Paulus terhadap jemaat di Korintus yang diasuhnya. Jemaat di Korintus adalah orang-orang yang dulunya sangat terpengaruh oleh hal-hal yang buruk, terutama dalam hal penyembahan berhala dan tindakan-tindakan amoral. Paulus sudah bekerja keras untuk membimbing mereka, dan dalam 2 Korintus 11: 27-28 Paulus menyatakan bahwa ia sudah banyak berjerih lelah dan bekerja berat; dan ia sering tidak tidur, lapar dan haus. Ia sering berpuasa dan kedinginan dalam menjalankan tugasnya yaitu untuk memelihara semua jemaat.
Mengapa Paulus begitu peduli akan jemaat di Korintus? Mengapa ia ikut merasa lemah jika ada orang yang merasa lemah, dan mengapa hatinya hancur oleh dukacita jika ada orang yang tertimpa masalah? Paulus tentunya sadar bahwa selaku umat Tuhan ia juga terpanggil untuk mempunyai rasa peduli akan orang lain, terutama jika mereka mengalami masalah. Paulus tahu bahwa Tuhan mengasihi seisi dunia sehingga Ia mengurbankan AnakNya yang tunggal untuk menebus mereka yang percaya. Paulus sadar bahwa untuk bisa mengasihi Tuhan, ia harus bisa mengasihi sesamanya.
Bagi kita hari-hari mendatang ini mungkin akan menjadi hari-hari yang penuh tantangan. Besar kemungkinan bahwa dengan adanya pandemi, banyak orang yang akan mengalami penderitaan jasmani dan rohani. Banyak negara akan mengalami berbagai persoalan ekonomi yang membuat rakyatnya mengalami masalah hidup yang besar. Dalam keadaan ini, sebagai umat Kristen kita dipanggil untuk mau mendengar keluh-kesah dan mendoakan orang lain, bukan saja mereka yang ada dalam kalangan sendiri tetapi juga orang yang hidup di tempat lain dan yang mempunyai pandangan hidup dan kepercayaan yang berbeda. Adanya masalah besar yang kita hadapi saat ini memungkinkan dunia untuk bisa melihat bahwa kita peduli akan penderitaan sesama manusia, seperti Tuhan yang selalu memelihara seisi alam semesta. Biarlah nama Tuhan dipermuliakan melalui hidup dan tingkah laku kita!