“Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” Yakobus 3: 16
Bacaan: Yakobus 3: 1 – 18

Tidak terasa tahun 2020 ini akan berakhir. Tinggal satu setengah bulan lagi kita akan memasuki tahun baru. Biasanya, banyak orang di saat seperti ini sudah mulai merencanakan apa yang akan dilakukan selama liburan Natal dan tahun baru. Tetapi tahun ini agaknya lain dari tahun-tahun yang sebelumnya. Bukan saja sejak bulan Febuari yang lalu seluruh dunia dicengkam kekuatiran dengan munculnya pandemi, akhir-akhir ini mulai muncul kekacauan yang diakibatkan oleh tingkah laku dan perbuatan manusia. Kekacauan yang terjadi di berbagai negara sudah membuat keadaan tampak semakin tidak terkontrol.
Kalau kita pikirkan dalam-dalam, sebenarnya kekacauan apapun yang terjadi bukan hanya terjadi karena kebetulan. Berbagai sebab bisa mendatangkan kekacauan, tetapi sebab yang utama sebenarnya adalah cara hidup atau tindakan manusia. Manusia yang seringkali iri hati dan lebih mementingkan kebutuhan pribadi biasanya melakukan tindakan tanpa pikir panjang, dan jika tindakan itu secara signifikan memengaruhi banyak orang, kekacauan akan terjadi. Selain itu, kekacauan bisa terjadi karena ada orang-orang yang mahir memakai kata-kata yang membakar dan menghasut yang bisa membuat orang lain melakukan tindakan yang jahat.
Yakobus 3: 13–18 mempertanyakan konsep kita tentang siapa yang bijak dan mempunyai pengertian. Orang yang benar-benar bijaksana dan berpengertian adalah orang yang karena imannya kepada Tuhan mengarah pada perbuatan baik tanpa pamrih. Orang bijak hidup dalam kerendahan hati dan kebijaksanaan, menyisihkan diri untuk melayani orang lain. Itu lain sekali dengan kebijaksanaan duniawi, yang mengajarkan bahwa setiap orang harus melayani dirinya sendiri terlebih dulu. Sikap duniawi seperti inilah yang mudah mendorong timbulnya rasa iri terhadap apa yang dimiliki orang lain, dan ambisi untuk memperoleh apa yang disukainya dengan segala cara. Hasilnya adalah kekacauan dan kejahatan, bukan kedamaian atau kelembutan, dan belas kasihan yang mengikuti hikmat surgawi.
Definisi kesuksesan dunia adalah bisa mendapatkan apa pun yang kita inginkan dalam hidup. Menurut sikap ini, setiap orang harus melihat sekeliling dan memutuskan apa yang akan membuat diri mereka bahagia – seperti kenyamanan, uang, kekuasaan – dan kemudian membuat rencana untuk mendapatkannya. Dengan motivasi itu, orang dengan ambisi egois mau melakukan apapun yang diperlukan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam hal ini, Yakobus menunjukkan bahwa akibat dari setiap orang yang berfokus pada diri mereka sendiri, dan bekerja untuk diri mereka sendiri, adalah kekacauan bagi masyarakat di sekelilingnya.
Hasil kedua dari hikmat duniawi adalah berbagai praktik penipuan, kejahatan atau kekejian. Mengapa? Ambisi diri kita pada akhirnya akan menuntut kita untuk menyakiti orang lain untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Itu mendorong kita untuk membuat alasan atas keegoisan kita. Itu membuat kita keras dan kebal atas koreksi. Standar kita untuk apa yang dapat diterima pada akhirnya perlu dikompromikan agar kita terus bergerak maju, bekerja di bawah sistem dunia. Kita tidak akan ragu-ragu untuk menjelekkan, memfitnah dan mengutuk orang lain.
Kata-kata manusia sangat kuat. Lidah kita kecil, tetapi mampu menimbulkan malapetaka besar. Siapa pun yang dapat dengan sempurna mengendalikan kata-katanya akan memiliki kendali sempurna atas seluruh tubuh mereka. Sebaliknya, sebagai manusia yang berdosa, lidah kita tidak bisa dijinakkan dengan usaha kita sendiri. Karena kurangnya hikmat, kata-kata kita adalah seperti api, yang mampu menyulut apa yang ada di sekitar kita. Dalam hal ini, hikmat yang sejati tidak selalu ditemukan pada mereka yang ternama, berpendidikan, beruang, atau banyak temannya. Hikmat yang sejati hanya bisa datang dari Tuhan dan diberikan kepada umatNya.
Pagi ini, jika kita bangun dan membaca koran atau media apapun, apa yang bisa kita baca kebanyakan adalah kekacauan yang terjadi dimana-mana. Apakah panggilan Tuhan untuk kita dalam keadaan sekarang? Sebagai orang Kristen kita harus sadar bahwa Tuhan menghendaki ketertiban di dunia. Jika iblis adalah sumber kekacauan, Tuhan adalah mahasuci dan Ia menghendaki kita untuk menjadi orang-orang yang tidak mempermalukan Dia. Sebaliknya, kita harus menjadi orang-orang yang memberi contoh kepada dunia bahwa kita adalah orang-orang yang sopan dan menghargai orang lain. Kita adalah orang-orang yang mencintai kedamaian dan kesejahteraan dan ingin untuk bisa mengasihi masyarakat di sekitar kita agar mereka mengenal dan memuliakan Tuhan kita.
“Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera.” 1 Korintus 14: 33