Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Lukas 10: 41 – 42

Pada saat ini, suasana pandemi di berbagai negara mengharuskan rakyat untuk menjalankan semua protokol kesehatan yang perlu. Tetapi, ada banyak orang yang tidak mau melakukan hal-hal itu. Mereka tidak senang jika diharuskan untuk menjalankan suatu tindakan. Memang, manusia dimana pun sangat menghargai kemerdekaan, karena dengan adanya kemerdekaan mereka mendapat kebebasan untuk memilih atau melakukan apa saja yang mereka maui. Mereka tidak mau dipaksa.
Dalam kenyataannya, kemerdekaan suatu negara selalu disertai dengan penentuan hukum-hukum yang harus ditaati seluruh rakyatnya. Hukum yang mengharuskan semua rakyat untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal tertentu. Dengan kemerdekaan suatu bangsa, ada komitmen bersama untuk membatasi diri dalam segala tindakan mereka agar tidak melanggar hukum atau peraturan. Negara-negara merdeka juga harus tunduk dalam hukum internasional. Kalau begitu, benarkah ada kemerdekaan manusia itu? Adakah kemerdekaan manusia untuk memilih jalan hidupnya? Ada, tetapi tidak sepenuhnya!
Kemerdekaan manusia ada dalam Alkitab sejak penciptaan. Tetapi kemerdekaan yang disertai kebebasan memilih tidaklah seperti yang umumnya dibayangkan. Manusia sering berpikir bahwa “nasibmu ada ditanganmu sendiri” atau “you are the master of your destiny“, tetapi seringkali kenyataan adalah jauh dari itu karena manusia selalu mengalami hal-hal yang tidak bisa dipilih atau dikontrol dalam hidupnya.
“Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Kejadian 2: 16-17
Ada kemerdekaan, ada kebebasan memilih, tetapi ada batasan. Dalam kebebasan yang diberikan Allah, Adam dan Hawa juga dapat melanggar batasan itu, dan harus menanggung konsekuensinya. Dengan menyalahgunakan kemerdekaan itu, pelanggaran batasan terjadi – yang kemudian membawa dosa untuk seluruh umat manusia. Manusia tidak lagi hidup dalam jaminan ketenteraman Firdaus, tetapi masuk kedalam ketidakpastian masa depan!
Sesudah kejatuhan, manusia masih mempunyai kebebasan untuk mengambil keputusan. Tetapi karena jauh dari Tuhan, kebebasan malahan sering digunakan manusia untuk menjadi hamba dosa. Ketenteraman hidup yang dulunya ada, berubah menjadi berbagai kesulitan dan penderitaan. Untunglah Allah dengan kasihNya memberikan kemungkinan agar setiap orang bisa secara bebas mengambil keputusan untuk memilih apa yang sudah disediakanNya, yaitu keselamatan dalam Kristus.
Ayat pembukaan diatas berasal dari bagian Alkitab yang menceritakan bagaimana Yesus dan murid-muridNya mampir ke desa Marta dan saudaranya, Maria. Barangkali ada sekitar 70 orang yang bersama Yesus saat itu, dan mungkin banyak juga yang bertamu di rumah kedua perempuan itu. Jika kunjungan itu hanyalah sekadar untuk bertamu, bisa dibayangkan betapa ramainya suasana disana, mungkin mirip sebuah pesta dan Yesus adalah tamu agungnya. Membaca ayat-ayat diatas, jelas Maria dan Martha mempunyai kemerdekaan untuk memilih apa yang akan dilakukan.
Apa yang terjadi ternyata membuktikan bahwa setiap manusia mempunyai kehendak bebas untuk memilih apa yang disenanginya. Maria duduk didekat kaki Tuhan untuk mendengarkan perkataan-Nya. Sebaliknya, Marta tidak menyempatkan diri untuk mendengarkan pengajaran Yesus. Ia sibuk sekali melayani tamu-tamu dan mungkin juga sibuk dengan mempersiapkan hidangan. Kedua orang itu sudah memilih apa yang baik menurut pikirannya dan Yesus tidak memaksa mereka untuk memilih apa yang disenangiNya.
Sebagai pengikut Yesus, kita mungkin pernah menghadapi hal yang serupa. Kesibukan sehari-hari seringkali mengharuskan kita untuk membagi waktu yang ada untuk bisa melaksanakan berbagai tugas. Mungkin karena terlalu sibuk, kita memilih untuk melakukan apa yang kita anggap lebih penting atau lebih menyenangkan, dan itu mungkin bukan untuk mempelajari firmanNya atau untuk berbakti kepada Tuhan dengan seluruh anggota keluarga. Seperti Martha kita mungkin sudah memilih apa yang tidak disukai Tuhan, tetapi itu terjadi bukan karena kehendakNya. Tuhan mengizinkan kita untuk menggunakan kebebasan kita dan tidak akan memaksa kita untuk memilih apa yang disukaiNya. Tetapi RohNya tidak henti-hentinya mengingatkan kita, seperti Yesus mengingatkan Martha.
Pagi ini kita harus sadar bahwa waktu adalah sebuah sarana yang terbatas. Umur kita bukan di tangan kita dan karena itu kita harus mengatur hidup kita sebaik-baiknya dengan mengutamakan apa yang terbaik. Kita tidak sepatutnya berpikir bahwa Tuhan sudah memilih kita sebagai anak-anakNya dan Ia menerima hidup kita sebagaimana adanya, tanpa mau berubah dari hidup lama kita. Memang ada hal-hal dalam hidup ini yang diluar kendali manusia, tetapi mengatur cara hidup adalah di tangan setiap individu. Tuhan mungkin sudah sering memperingatkan bahwa ada kesempatan bagi kita untuk bisa memilih untuk menjadi seperti Maria yang menggunakan waktu yang ada untuk mendengarkan apa yang dikatakan Tuhan, atau menjadi seperti Marta yang selalu sibuk dengan hal-hal duniawi. Kapankah anda akan mengambil keputusan untuk mencari kehendakNya? Pilihan kita, resiko kita.