Memuji Tuhan itu tidak mudah

“Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” Mazmur 103: 2

Hari Minggu ini bagi sebagian orang adalah hari yang istimewa karena mereka yang mempunyai pasangan atau teman baik mendapat kesempatan untuk saling menyatakan rasa terima kasih dan rasa sayang. Terlepas dari pro dan kontra dalam hal merayakan hari Valentine, adalah baik jika orang Kristen bisa menyatakan penghargaan kepada mereka yang dikasihi. Dalam kesempatan seperti ini, mungkin orang juga diingatkan untuk mengucapkan terima kasih atas segala apa yang baik yang sudah mereka terima.

Jika mengucapkan “terima kasih” adalah salah satu kebiasaan antar manusia, bagaimana pula dengan kebiasaan yang ada antara umat Kristen dan Tuhan? Apakah mereka selalu bisa bersyukur kepada Tuhan dan memuji Dia karena berkat penyertaanNya setiap hari? Belum tentu! Jika keadaan memang bisa dinikmati dan semua berjalan baik, itu memang tidak sukar. Tetapi, ketika suasana menjadi kurang baik dan hidup terasa hampa atau badan terasa kurang sehat, mungkin hanya mulut yang bisa memuji Dia, sedangkan hati dan pikiran mungkin terasa terbeban berat.

Ayat diatas adalah Mazmur Daud yang sangat terkenal. Malahan, seluruh pasal 103 berisi pujian kepada Tuhan, dan diberi judul ” Pujilah Tuhan hai jiwaku” atau “Blessed the Lord, O my soul“. Dalam 22 ayat yang ada, kita bisa membaca mengapa Daud memuji Tuhan. Bagi Raja Daud, Tuhan adalah Tuhan yang mahakasih dan mahasetia kepada umatNya. Karena Tuhan sudah lebih dulu mengasihi Daud, Mazmur ini ditulis sebagai pernyataan terima kasih Daud kepada Tuhan.

Mazmur 103 begitu mengesankan sehingga dituangkan kedalam beberapa lagu gereja. Bagi setiap orang yang menyanyikan lagi pujian semacam itu, rasa syukur kepada Tuhan seharusnya benar-benar ada, sekalipun karena berbagai sebab yang berlainan. Mungkin ada orang yang bernyanyi karena adanya berbagai berkat seperti kesehatan, keluarga, pekerjaan dan semacamnya, tetapi tentu ada juga yang hanya bisa bernyanyi tanpa bisa menghayati maknanya.

Memang jika hidup ini berjalan lancar dan mulus, mengucapkan terima kasih dengan mulut kita kepada Tuhan tidaklah sukar, karena itulah yang sepantasnya. Tetapi, jika apa yang kita alami di saat pandemi ini adalah penderitaan, mungkin sulit bagi kita untuk bisa benar-benar bersyukur kepada Tuhan. Bersyukur untuk apa? Bagaimana kita bisa bersyukur?

Mazmur 103 sebenarnya bukan hanya berisi pujian karena Tuhan yang memberkati anak-anakNya, tetapi juga rasa syukur kepada Tuhan karena Ia tahu bahwa manusia adalah debu, yang hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang yang berkembang indah pada satu saat, tetapi hancur jika diterpa angin kehidupan (ayat 14. – 16). Daud bersyukur dengan sepenuh hati bahwa Tuhan sepenuhnya bisa mengerti penderitaan manusia. Karena itu, Daud bisa bersyukur kepada Tuhan dalam suka maupun duka.

Hari ini kita mungkin ingin bersyukur kepada Tuhan, tetapi barangkali apa yang ada di mulut kita berbeda dengan apa yang ada di dalam hati dan jiwa kita. Bahwa dengan mulut kita bisa mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena sudah kita sudah terbiasa, tetapi hati dan jiwa kita yang mengalami kepedihan yang besar, mungkin belum bisa dengan sepenuhnya memuji Tuhan.

Daud menulis bahwa Tuhan adalah seperti seorang bapa yang sayang kepada anak-anaknya dalam keadaan apa pun. Kasih setia Tuhan akan selama-lamanya dicurahkan atas kita yang takut akan Dia, dan yang berpegang pada janjiNya dan yang ingat untuk melakukan firmanNya. Tuhan yang sudah menyelamatkan kita adalah Tuhan yang senantiasa menyertai kita!

Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” Mazmur 103: 13

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s