Hidup di tengah pandemi

“Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat” Efesus 5: 29

Di zaman modern ini manusia pada umumnya sudah mempunyai kesadaran akan perlunya kesehatan tubuh untuk bisa menjalankan berbagai aktivitas kehidupan. Hari-hari dimana kita boleh makan apa saja yang terasa enak, menghirup asap rokok sendiri atau asap rokok orang lain, atau membuang sampah secara sembarangan sudah berlalu, dan orang bisa ditegur jika melakukan hal-hal semacam itu. Walaupun demikian, setiap hari mungkin kita masih bisa melihat adanya orang-orang yang tidak peduli; bukan saja di Indonesia, tetapi juga di berbagai tempat di dunia.

Jika ada orang-orang yang melakukan hal-hal di atas tanpa merasa bersalah, mungkin kita berpikir bahwa mereka mungkin kurang sadar akan dampaknya. Barangkali kita berpikir bahwa tiap orang boleh memilih apa yang sesuai dengan kehendak mereka. Mungkin juga ada orang yang berpikir bahwa orang-orang semacam itu sudah ditakdirkan untuk hidup seperti itu. Hidup dalam realitas sehari-hari. Karena banyaknya orang yang menderita penyakit, mungkin orang merasa biasa, dan bahkan kebal, dalam melihat apa yang seharusnya terasa menyedihkan, yang terjadi dalam masyarakat. Begitu juga orang Kristen, banyak diantara mereka yang kurang sadar akan peran mereka dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

Beberapa hari yang telah lalu kita melihat di media adanya puluhan ribu orang yang menyerbu sebuah pasar di Jakarta untuk membeli barang-barang yang murah. Mereka tidak peduli bahwa pada saat pandemi ini, orang harus berwaspada akan kemungkinan tertular atau menulari orang lain. Di negara barat, kejadian yang serupa juga ada walaupun untuk maksud yang lain, seperti menghadiri acara-acara atau melakukan aktivitas yang mengundang ribuan orang. Asal diri sendiri puas, peduli amat dengan orang lain!

Masalah kesehatan umum adalah masalah yang sangat penting, tetapi jarang dibahas di gereja. Mungkin ini disebabkan oleh anggapan bahwa hal ini termasuk dalam domain hukum dan medis, bukan agama. Walaupun begitu, ayat di atas menunjukkan bahwa kita harus memikirkan hal kesehatan orang lain dalam setiap tindakan kita. Itu karena Tuhan berkata bahwa kita harus mengasihi orang lain seperti mengasihi diri sendiri (Matius 22: 39).

Dalam hal ini, banyak orang yang merasa bahwa apa yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri, sudah cukup baik untuk orang lain. Padahal, belum tentu apa yang kita rasakan baik untuk diri kita akan membawa kebaikan untuk orang lain. Tidaklah mengherankan jika banyak orang berpendapat bahwa apa yang aman untuk dirinya, juga aman dan tidak berbahaya untuk orang lain.

Memang, untuk bisa mengasihi orang lain, kita harus bisa dengan secara benar mengasihi diri kita sendiri. Mereka yang serampangan dengan hidupnya, tidak mungkin bisa mengasihi orang lain dengan cara yang benar. Mereka yang sering membahayakan diri sendiri, sering juga membahayakan orang lain. Mereka yang sering berani mengambil risiko, pastilah kurang bisa mempertimbangkan risiko bagi orang lain, terutama risiko bagi mereka yang kurang dalam hal kepandaian dan kemampuan.

Hari ini, dalam mengerjakan kegiatan kita sehari-hari, marilah kita memikirkan perbuatan apa saja yang kita biasa lakukan, yang bisa membahayakan diri kita. Lebih dari itu, kita harus mengerti apa saja yang bisa mencelakakan orang lain. Selain itu kita harus bisa memperhitungkan hal yang terburuk, yang mungkin terjadi pada diri kita dan orang lain. Jika kita enggan untuk memikirkan hal-hal itu, perlulah kita bertanya kepada diri kita sendiri: Benarkah kita sudah mengasihi sesama kita seperti mengasihi diri sendiri?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s