“Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah.” 2 Korintus 1: 3 – 4
Pada saat pandemi sedang mengobrak-abrik negara kita, semua orang tentunya heran bahwa virus Covid-19 yang baru saja dijumpai pada awal tahun 2020, sekarang sudah mempunyai banyak varian yang lebih berbahaya. Dengan itu, jumlah korban pada gelombang kedua saat ini adalah jauh lebih besar dari apa yang tercatat pada gelombang pertama. Karena itu, hampir setiap orang tahu akan adanya teman atau sanak yang terpapar virus corona.
Banyak orang yang mengalami penderitaan atau masalah hidup akan mempertanyakan mengapa hal itu harus terjadi pada mereka. Why me? Pertanyaan sedemikian adalah lumrah bagi setiap orang, dan mungkin menunjukkan bahwa mereka percaya bahwa segala sesuatu tidak berjalan secara acak, tetapi menurut suatu pola atau maksud tertentu. Pasti ada suatu sebab atau penyebabnya, dan karena itu mereka mempertanyakan hal itu. Bagi banyak orang, penyebab malapetaka atau masalah berat mungkin dihubungkan dengan nasib, kehendak Tuhan, hukuman Tuhan, atau kekejian manusia dan perbuatan iblis. Tetapi, sebagai umat Kristen kita tahu bahwa Tuhan adalah Bapa yang mengasihi dan tidak akan mencelakai anak-anak-Nya. Tetapi, pertanyaan yang sama tetap tidak terjawab: why me?
Memang dunia ini sudah jatuh ke dalam dosa, dan dengan itu segala kekejian manusia dan tipu daya iblis bisa mengancam kebahagiaan anak-anak Tuhan setiap saat. Tetapi bukankah Tuhan yang mahakuasa selalu melindungi umat-Nya? Mengapa Ia membiarkan kita mengalami segala masalah besar yang tidak kita duga? Mengapa aku? Why me?
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menulis bahwa ia dan teman-teman seimannya juga mengalami penderitaan yang sangat besar di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas mereka adalah begitu besar dan berat, sehingga mereka telah putus asa dan bahkan menguatirkan hidup mereka. Saking beratnya masalah yang dihadapi, seolah-olah mereka telah dijatuhi hukuman mati (2 Korintus 1: 8 – 9).
Paulus menjelaskan bahwa hal yang buruk itu terjadi, supaya mereka jangan menaruh kepercayaan pada diri mereka sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati. Dengan adanya berbagai penderitaan, Paulus dan rekan-rekannya justru bisa menaruh pengharapan bahwa Tuhan akan menyelamatkan mereka seperti apa yang sudah terjadi pada saat-saat yang telah lalu.
Paulus dan rekan-rekannya percaya bahwa segala sesuatu ada dalam kuasa Tuhan. Segala sesuatu tidak terjadi secara kebetulan. Mereka adalah murid-murid Kristus yang mengalami penderitaan seperti Kristus. Jadi tidak perlu ada pertanyaan “why me”. Seperti Kristus, mereka sudah mendapat bagian dalam kesengsaraan, dan karena itu, seperti Kristus, mereka juga sudah menerima penghiburan berlimpah-limpah dari Allah Bapa.
Pagi ini, jika kita bangun dan sadar bahwa hidup ini tidak seindah yang kita harapkan, tetapi justru jauh lebih buruk dari apa yang kita duga, mungkin kita mempertanyakan kebijakan Tuhan yang mengizinkan semua itu terjadi. Bukan kita saja yang terkejut melihat bahwa apa yang terjadi adalah lebih parah dari apa yang diperkirakan, karena para pemimpin kita juga tidak pernah menduga bahwa keadaan bisa menjadi sangat buruk. Tetapi, seperti Paulus dan orang-orang percaya yang lain, biarlah kita yakin bahwa segala sesuatu ada dalam rancangan Tuhan.
Tuhanlah yang bisa menguatkan kita, dan bahkan memakai hidup kita untuk menguatkan orang lain, sehingga mereka beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kita derita. Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan!