Siapakah yang menentukan pilihan kita?

Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Lukas 10: 41 – 42

Siapakah yang tidak mengenal nama R. A. Kartini? Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini merupakan sosok wanita pribumi yang dilahirkan sebagai keturunan bangsawan. Anak ke 5 dari 11 bersaudara ini merupakan sosok wanita yang sangat antusias dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kartini sangat gemar membaca dan menulis, tapi sayang orang tuanya memperbolehkan Kartini untuk menimba ilmu hanya sampai sekolah dasar karena harus dipingit. Tetapi karena tekad bulat untuk mencapai cita citanya, Kartini mulai belajar membaca dan menulis bersama teman perempuannya, termasuk belajar bahasa Belanda.

Kartini tidak pernah patah semangat. Dengan rasa keingintahuan yang sangat besar, Kartini ingin selalu membaca surat surat kabar, buku buku dan majalah Eropa dari situlah terlintas ide untuk memajukan kaum wanita Indonesia dari segala keterbelakangan. Ditambah dengan kemampuannya berbahasa Belanda, terjadi surat menyurat antara Kartini dan Mr.J.H Abendanon untuk pengajuan beasiswa di negeri Belanda, tetapi semua itu tidak pernah terjadi karena Kartini harus menikah pada 12 November 1903 dengan Raden Adipati Joyodiningrat yang sudah menikah 3 kali. Kemerdekaan kaum wanita Indonesia yang dicita-citakan Kartini tidak terjadi pada zamannya, tetapi perlahan-lahan terjadi pada tahun-tahun sesudahnya.

Kemerdekaan manusia ada dalam Alkitab sejak penciptaan. Tetapi kemerdekaan yang disertai kebebasan memilih cara hidup tidaklah seperti yang umumnya dibayangkan. Manusia sering berpikir bahwa “nasibmu ada di tanganmu sendiri” atau “you are the master of your destiny“, tetapi sering kali kenyataan adalah jauh dari itu karena walaupun manusia bisa memilih apa yang diingininya, ia tahu bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dipilih atau dikontrol dalam hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mengambil keputusan selama apa yang dilakukannya tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan. Manusia harus mau mengambil keputusan dan tidak dapat meminta Tuhan untuk mengendalikan segala sesuatu dalam hidupnya. Manusia bukanlah robot ciptaan Allah. Walaupun demikian, manusia harus sadar bahwa pada akhirnya kehendak Tuhanlah yang harus terjadi.

“Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Kejadian 2: 16-17

Ada kemerdekaan, ada kebebasan memilih, tetapi ada batasan. Dalam kebebasan yang diberikan Allah, Adam dan Hawa juga dapat melanggar batasan itu, dan harus menanggung konsekuensinya. Dengan menyalahgunakan kemerdekaan itu, pelanggaran batasan terjadi – yang kemudian membawa dosa untuk seluruh umat manusia. Semua itu terjadi bukan karena Tuhan yang membuat mereka berbuat dosa, tetapi karena kehendak manusia sendiri. Manusia tidak lagi hidup dalam jaminan ketenteraman Firdaus, tetapi masuk kedalam ketidakpastian masa depan!

Sesudah kejatuhan, manusia masih mempunyai kebebasan untuk mengambil keputusan. Tetapi karena jauh dari Tuhan, kebebasan malahan sering digunakan manusia untuk menjadi hamba dosa. Ketenteraman hidup yang dulunya ada, berubah menjadi berbagai kesulitan dan penderitaan. Untunglah Allah dengan kasih-Nya memberikan kemungkinan agar setiap orang bisa secara bebas mengambil keputusan untuk memilih (dengan bimbingan Roh Kudus) apa yang sudah disediakan-Nya, yaitu jalan sempit yang menuju keselamatan dalam Kristus (Matius 7: 13 – 14).

Ayat pembukaan di atas berasal dari bagian Alkitab yang menceritakan bagaimana Yesus dan murid-murid-Nya singgah ke desa Marta dan saudaranya, Maria. Barangkali ada sekitar 70 orang yang bersama Yesus saat itu, dan mungkin banyak juga yang bertamu di rumah kedua perempuan itu. Jika kunjungan itu hanyalah sekadar untuk bertamu, bisa dibayangkan betapa ramainya suasana di sana, mungkin mirip sebuah pesta dan Yesus adalah tamu agungnya. Membaca ayat-ayat di atas, jelas Maria dan Martha mempunyai kemerdekaan untuk memilih apa yang akan dilakukan.

Apa yang terjadi ternyata membuktikan bahwa setiap manusia mempunyai kehendak bebas untuk memilih apa yang disenanginya. Maria duduk di dekat kaki Tuhan untuk mendengarkan perkataan-Nya. Sebaliknya, Marta tidak menyempatkan diri untuk mendengarkan pengajaran Yesus. Ia sibuk sekali melayani tamu-tamu dan mungkin juga sibuk dengan mempersiapkan hidangan. Kedua orang itu sudah memilih apa yang baik menurut pikiran masing-masing.

Sebagai pengikut Yesus, kita mungkin pernah menghadapi hal yang serupa. Kesibukan sehari-hari sering kali mengharuskan kita untuk membagi waktu yang ada untuk bisa melaksanakan berbagai tugas. Mungkin karena terlalu sibuk, kita memilih untuk melakukan apa yang kita anggap lebih penting atau lebih menyenangkan, dan itu mungkin bukan untuk mempelajari firman-Nya atau untuk berbakti kepada Tuhan dengan seluruh anggota keluarga. Seperti Marta kita mungkin sudah memilih apa yang tidak disukai Tuhan, tetapi itu terjadi bukan karena kehendak-Nya. Tuhan mengizinkan kita untuk menggunakan kebebasan kita dan tidak akan selalu memaksa kita untuk memilih apa yang disukai-Nya. Tetapi Roh-Nya tidak henti-hentinya mengingatkan kita, seperti Yesus mengingatkan Marta.

Hari ini kita harus sadar bahwa waktu adalah sebuah sarana yang terbatas. Umur kita bukan di tangan kita dan karena itu kita harus mengatur hidup kita sebaik-baiknya dengan mengutamakan apa yang terbaik. Kita tidak sepatutnya berpikir bahwa Tuhan sudah memilih kita sebagai anak-anak-Nya dan Ia menerima hidup kita sebagaimana adanya, tanpa mau berubah dari hidup lama kita. Memang ada hal-hal dalam hidup ini yang di luar kendali manusia, tetapi mengatur cara hidup adalah di tangan setiap individu. Tuhan mungkin sudah sering memperingatkan bahwa ada kesempatan bagi kita untuk bisa memilih untuk menjadi seperti Maria yang menggunakan waktu yang ada untuk mendengarkan apa yang dikatakan Tuhan, atau menjadi seperti Marta yang selalu sibuk dengan hal-hal duniawi. Kapankah anda akan mengambil keputusan untuk mencari kehendak-Nya? Pilihan kita, risiko kita. Tuhan memang memegang kontrol atas alam semesta, tetapi Ia tidaklah mengambil alih apa yang menjadi kewajiban kita. God is in control but He is not a controlling God.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s