“Manusia, yang dengan segala kegemilangannya tidak mempunyai pengertian, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan.” Mazmur 49: 20
Bacaan: Mazmur 49

Mungkin kita pernah membaca pernyataan filsuf Aristoteles bahwa manusia pada hakikatnya adalah hewan yang rasional. Benarkah begitu? Memang adalah umum untuk merujuk pada kecerdasan manusia sebagai faktor pembeda dengan hewan. Bahkan istilah hewan rasional digunakan dengan konotasi superioritas. Namun, definisi semacam ini sering kali memiliki nuansa menarik yang harus dipahami.
Manusia sering dikategorikan sebagai makhluk hidup dalam kerajaan hewan. Ini karena manusia memiliki karakteristik dan fungsi yang dipunyai hewan. Di sisi lain, banyak orang yang menekankan bahwa manusia berbeda dengan hewan karena mempunyai kecerdasan dan kemampuan untuk memilih alasan untuk berbuat sesuatu. Dua hal ini membedakan kita dari binatang yang lebih bergantung pada naluri dan kebiasaan. Studi seputar pemikiran dan perilaku sehari-hari manusia menunjukkan bahwa sebutan hewan rasional untuk manusia tidak bisa dianggap benar secara mutlak.
Di sekitar kediaman saya, dapat dijumpai beberapa padang rumput tempat pemeliharaan sapi, dan yang terdekat hanya berada dalam jarak beberapa ratus meter saja dari rumah. Karena itu, sewaktu saya berjalan-jalan sering kali saya menjumpai beberapa sapi yang sedang merumput dan ada juga yang berdiri diam sambil menonton saya berjalan. Mata mereka terlihat kosong. Apa yang ada dalam pikiran mereka? Terkadang saya berpikir alangkah membosankan jika manusia hidup seperti sapi itu. Seekor sapi mungkin tidak pernah merasa jemu untuk hidup seperti itu. Selama rumput hijau ada, seekor sapi tentunya merasa puas sekalipun esok hari ia akan dikirim ke rumah pemotongan. Sapi tidak mempunyai pengertian akan apa arti hidup dan rencana masa depan. Apakah mungkin manusia mengalami hal yang sama?
Bagi umat Kristen, manusia jelas berbeda dengan sapi atau hewan lainnya karena manusia diciptakan sebagai gambar Allah dan diberikan mandat untuk menguasai segala jenis hewan (Kejadian 1: 27-28). Manusia mempunyai tubuh dan roh yang memberinya kesadaran bahwa hidup ini bukan hanya mencakup kebutuhan jasmani, tetapi juga kebutuhan rohani. Sayang sekali bahwa kemampuan manusia itu justru membawa kehancuran karena Adam dan Hawa menggunakannya untuk maksud yang salah. Karena itulah seluruh umat manusia mempunyai dosa sejak dilahirkan, dan dosa manusia tentunya makin lama makin bertambah besar selama hidup di dunia. Dalam hal ini, dosa sekecil apa pun akan membawa kematian kekal jika Yesus tidak datang ke dunia untuk menebus umat-Nya.
Jika sapi adalah hewan yang sederhana cara berpikirnya, menurut pemazmur sebagian manusia juga bisa hidup seperti itu. Mereka yang merasa sudah mencapai apa yang bisa dinikmati atau dibanggakannya, cenderung untuk hidup dalam kesempitan pikirannya. Apakah yang mereka pikirkan dalam hidup? Bagi orang seperti itu, hidup adalah kesempatan untuk menikmati kenyamanan, kekayaan, kuasa, kejayaan, kebebasan dan semacamnya. Di antara orang Kristen pun, hanya sebagian kecil yang mempunyai dedikasi tinggi untuk mengamalkan perintah Tuhan; sebagian besar justru lebih menyukai apa yang terlihat lebih mudah dijalani dan dinikmati sekalipun itu tidak sesuai dengan firman Tuhan.
Dengan meredanya kasus Covid-19 di beberapa negara, kehidupan manusia mulai terlihat normal. Apa yang terjadi pada saat yang baru lalu pelan-pelan terlupakan. Mereka yang masih muda sekarang bisa mengejar kesempatan yang ada, dan mereka yang tua bisa kembali menikmati apa yang sudah dicapainya. Selama apa yang diinginkan bisa diperoleh, hidup mereka adalah kebahagiaan yang bisa dinikmati. Manusia yang sedemikian tidak mempunyai pengertian bahwa semua itu adalah kebahagiaan yang sementara, barangkali seperti rumput hijau dalam pandangan seekor sapi. Seperti seekor hewan yang akan dibinasakan, mereka tidak sadar bahwa hidup dan kebahagiaan mereka adalah singkat saja.
Pemazmur menyatakan bahwa sebagai orang beriman kita tidak perlu merasa iri bahwa ada orang-orang yang nampaknya hidup dalam kegemilangan, sebab pada suatu saat mereka akan mati dan semua yang ada tidak akan bisa dibawa mereka (ayat 17). Sekalipun ada orang yang menganggap dirinya berbahagia, dan sekalipun orang lain menyanjungnya, orang itu tidak akan mengalami hal itu untuk selamanya (ayat 18-19). Lebih-lebih lagi, bagaimanapun besarnya kekayaan seseorang, ia tidak akan bisa memberikan tebusan kepada Allah yang mahasuci sebagai ganti nyawanya (ayat 7).
Mereka yang mempunyai pengertian akan apa arti hidup ini dan yang taat kepada Allah tahu bahwa Allah akan membebaskan nyawanya dari cengkeraman dunia orang mati sebab Ia akan menarik mereka kearah keselamatan (ayat 15). Bahkan sesungguhnya, semua itu sudah terjadi pada setiap orang percaya karena Kristus sudah menang atas maut dengan kebangkitan-Nya. Dengan demikian, bagi mereka yang mempunyai pengertian yang benar, hidup adalah untuk kemuliaan Tuhan dan untuk mengikuti firman-Nya. Bagi mereka, pandangan mata mereka tidaklah hampa seperti hewan, tetapi akan selalu tertuju ke surga di mana tempat sudah disediakan bagi mereka. Hidup manusia yang tidak mempunyai pengertian boleh terasa kosong, tetapi mereka yang percaya kepada Kristus, hidup selalu diisi dengan ketaatan kepada Tuhan dan sukacita yang abadi dan kekal.