Antara koma dan titik harus ada iman

“Maka oleh karena itu hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan, sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat.” 2 Korintus 5: 6 – 7

Ever onward, no retreat! Maju terus, pantang mundur! Demikianlah pesan Presiden Sukarno dalam derap langkah politiknya. Memang di tahun 1960-an situasi politik global semakin mengombang-ambingkan negara-negara yang baru merdeka. Karena itu, keputusan untuk berdiri di atas kaki sendiri dan melangkah terus pantang mundur dianggap sebagai jalan terbaik agar tak terjatuh dan terdesak oleh bangsa-bangsa dari tatanan dunia lama. Tidak dapat disangkal bahwa hidup di era itu tidaklah mudah, dan saya masih ingat ketika rakyat dianjurkan untuk makan jagung untuk mengatasi masalah kekurangan beras. Walaupun ada orang yang merasa bahwa ekonomi negara pada saat itu sudah berhenti, masih banyak orang yang percaya bahwa itu adalah hanyalah untuk sementara. Bukan titik, tapi koma.

Membedakan titik dan koma tentunya tidak sulit bagi orang yang melek huruf. Walaupun demikian, banyak orang yang kurang mengerti bagaimana menempatkan koma dan titik pada posisi yang tepat dalam sebuah kalimat. Begitu juga, orang sering bingung dalam hidup ini mengenai hal yang serupa. Bagaimana kita tahu bahwa apa yang kita alami masih berakhir dengan sebuah koma dan bukan titik? Bagaimana kita yakin bahwa penderitaan dan masalah yang kita hadapi sekarang ini hanya untuk sementara dan bukannya titik akhir? Bagaimana kita bisa yakin bahwa dalam perjuangan hidup ini kita belum “masuk kotak” atau “tamat”?

Menjelang akhir hayatnya saat dia menulis surat cinta terakhirnya kepada suaminya, George Burns, komedian terkenal Gracie Allen menulis, “Jangan pernah menempatkan titik di mana Tuhan telah menempatkan koma.” Cara lain untuk menjelaskan pemikiran di balik apa yang ditulis Gracie Allen adalah, “Jangan masukkan Tuhan ke dalam kotak!” Tuhan tidak dapat dikalahkan oleh siapa pun dan apa pun, dan jika Ia di pihak kita, tidak ada yang perlu kita takuti. Itu teorinya.

Ketika segala sesuatunya terlihat buruk, ketika kita menghadapi berbagai krisis, reaksi kita, berdasarkan cara berpikir manusiawi, sering kali bisa berupa kepasrahan, kekalahan, atau keputusasaan. Adalah umum, jika manusia tidak melihat jalan keluar dari situasi atau krisis yang dihadapi, mereka akan bersiap untuk menyerah. Fatalisme mungkin datang dan mereka menyangka bahwa semua itu sudah kehendak Tuhan. Dan sejujurnya, jika itu tergantung pada kekuatan kita sendiri, akan benar apa yang kita rasakan. Alkitab meyatakan bahwa Allah mampu, melalui kuasa-Nya yang besar yang bekerja di dalam kita, untuk melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan (Efesus 3: 20). Kita mungkin tidak sanggup menghadapi masalah yang ada, tapi Tuhan bisa! Tuhan dapat menempatkan sebuah koma di mana kita akan menempatkan sebuah titik.

Dalam Injil Markus, kita membaca tentang Yairus, seorang pemimpin sinagoga, yang putrinya jatuh sakit parah. Yairus pergi kepada Yesus untuk memohon kepada-Nya, meminta Yesus untuk datang dan menumpangkan tangan atas putrinya agar dia dapat hidup (Markus 5:22-23). Yesus pergi bersama Yairus, tetapi dalam perjalanan ke rumah Yairus ada orang yang membawa berita bahwa putri Yairus telah meninggal. Orang itu menyarankan Yairus untuk tidak mengganggu Yesus karena gadis itu sudah mati. Titik.. Mendengar ini, Yesus mengatakan kepada mereka untuk tidak takut tetapi memiliki iman (Markus 5:35-36). Dengan kata lain, Yesus menghapus titik tersebut dari akhir sebuah kalimat dan menggantinya dengan sebuah koma.

Yesus lalu melanjutkan perjalanan-Nya ke rumah Yairus. Sesampainya di sana dan melihat banyak keributan dan tangisan, Yesus masuk ke dalam dan bertanya: “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati; tetapi tidur.” Kerumunan orang hanya menertawakan Dia. Mereka tentunya yakin bahwa ada perbedaan nyata antara mati dan tidur, dan gadis muda ini pasti sudah mati. Titik! Tamat! Tetapi Yesus tahu bahwa itu bukanlah titik yang ada pada kehidupan gadis ini, tetapi koma. Dia pergi ke kamar di mana gadis yang mati itu berbaring, memegang tangannya dan berkata, “Hai anak,Aku berkata kepadamu, bangunlah!” Gadis itu segera bangkit berdiri dan berjalan (Markus 5:38-42).

Ketika krisis membuat kita siap menyerah, dan ketika kita merasa kalah atau putus asa, janganlah kita melihat keterbatasan manusiawi kita sendiri, atau keterbatasan orang lain. Lihatlah ketidakterbatasan Tuhan. Ayat pembukaan di atas mengajarkan kita untuk tabah dalam menantikan pertolongan Tuhan. Ingatlah bahwa apa yang mungkin tidak mungkin bagi kita, bukanlah tidak mungkin bagi Tuhan. Bagi Allah segala sesuatu mungkin (Markus 10:27). Jangan menempatkan sebuah titik di mana Tuhan telah menempatkan sebuah koma. Dari kesaksian mereka yang sudah mengalami pertolongan Tuhan dalam hidup mereka, kita akan tahu bahwa antara sebuah koma dan sebuah titik mungkin ada banyak koma. Dan di antara koma-koma dan titik itu, seharusnya ada iman yang memastikan kita untuk pada akhirnya mendapat kemenangan abadi melalui darah Kristus.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s