“Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.” Amsal 16: 9

Setiap pagi saya mempunyai kebiasaan untuk makan pagi sebelum mandi. Pagi ini, saya mengambil keputusan untuk mandi dulu sebelum makan pagi. Ada pertanyaan dalam pikiran saya: apakah ini keputusan saya ataukah Tuhan yang mengambil keputusan untuk saya? Pertanyaan yang mungkin dianggap aneh oleh banyak orang, tetapi memang ada juga orang Kristen yang percaya bahwa Tuhan yang mengatur segala tindakan manusia, baik kecil maupun besar, melalui penentuan Ilahi atau “devine determinism“.
Walaupun sebagian orang Kristen percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan atau freedom untuk mengambil keputusan sehari-hari, mereka belum tentu bisa menerima bahwa semua itu adalah kehendak bebas atau free will. Apalagi, jika kehendak bebas dikaitkan dengan soal keselamatan, banyak orang yang menyangka bahwa manusia hanya bisa menerima apa yang “sudah ditentukan” Tuhan.
Aiden Wilson Tozer (21 April 1897 – 12 Mei 1963) adalah seorang pendeta Kristen Amerika, penulis yang terkenal, editor majalah, dan pembimbing rohani. Lahir dalam kemiskinan, Tozer belajar sendiri tentang apa yang tidak pernah diperolehnya dari sekolah menengah dan universitas.
Pada tahun 1919, lima tahun setelah pertobatannya dan tanpa pendidikan formal dalam teologi Kristen, Tozer menerima tawaran untuk melayani sebagai pendeta di gereja pertamanya. Itu adalah awal dari 44 tahun pelayanan yang terkait dengan Christian and Missionary Alliance (C&MA), sebuah denominasi Injili Protestan, termasuk 33 tahun melayani sebagai pendeta di beberapa gereja yang berbeda. Untuk prestasinya, ia menerima gelar doktor kehormatan dari perguruan tinggi Wheaton dan Houghton.
Dalam bukunya yang berjudul “Knowledge of the Holy‘, A. W. Tozer mencoba untuk mendamaikan kepercayaan yang tampaknya bertentangan tentang kedaulatan Tuhan dan kehendak bebas manusia dengan sebuah analogi:
“Sebuah kapal pesiar meninggalkan New York menuju Liverpool. Tujuannya telah ditentukan oleh otoritas maritim yang berkuasa. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Setidaknya ini adalah gambaran samar tentang kedaulatan. Di atas kapal ada banyak penumpang. Mereka tidak dirantai, kegiatan mereka juga tidak ditentukan oleh peraturan. Mereka benar-benar bebas bergerak sesuka mereka. Mereka makan, tidur, bermain, bersantai di geladak, membaca, berbicara, semuanya sesuka mereka; tapi sementara kapal besar itu membawa mereka terus maju menuju pelabuhan yang telah ditentukan. Kebebasan dan kedaulatan ada di sini, dan keduanya tidak bertentangan. Begitulah, saya percaya, dengan kebebasan manusia dan kedaulatan Tuhan. Garis besar rancangan Tuhan yang berdaulat mempertahankan jalurnya yang mantap di atas lautan sejarah.”
Analogi di atas adalah cukup terkenal, dan banyak orang Kristen yang mengutipnya. Walaupun demikian, sebagian orang yang lain menolaknya dan memandang bahwa itu tidak tepat untuk menunjukkan hubungan kedaulatan Tuhan dan kehendak manusia dalam kehidupan sehari-hari. Teolog John Piper misalnya, menolak analogi itu dengan alasan bahwa tindakan kita akan mempengaruhi tujuan hidup kita yang sudah ditetapkan Tuhan. Karena itu, setiap tindakan yang kita lakukan sehari-hari, bagaimana pun kecilnya, sudah ditentukan Tuhan agar kehendak-Nya terjadi. Pada pihak yang lain, teolog R.C Sproul menyatakan bahwa apa pun yang diperbuat manusia adalah tanggung jawab manusia dan Tuhan tetap bisa menggunakannya untuk menggenapi rencana-Nya.
Bagi saya, pandangan apa pun bisa digunakan untuk menggaris bawahi kebenaran ayat di atas tidaklah menjadi masalah selama kedaulatan Tuhanlah yang menentukan hasilnya. Jika pandangan Piper menekankan perlunya keselarasan tindakan manusia dan kehendak Tuhan untuk memcapai rencana-Nya, pandangan Sproul menyatakan bahwa kedaulatan Tuhan akan mengatasi apa pun yang dilakukan manusia untuk mencapai rencana-Nya. Jika pandangan pertama menggambarkan Tuhan yang berdaulat penuh melalui penetapan untuk segala sesuatu dari awal sampai akhir sebagai kebenaran Tuhan yang mahakuasa, pandangan kedua menyatakan bahwa Tuhan menunjukkan kedaulatan-Nya melalui penetapan Tuhan untuk segala apa yang terjadi, setiap hari dan di mana saja karena Tuhan mahatahu.
Kembali ke analogi dari Tozer, sangat menarik bahwa kapal laut itu digambarkan sebagai kapal yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuannya oleh otoritas yang berkuasa. Ini sebenarnya adalah kenyataan: bahwa setiap cruise ship memang hanya bisa berlayar menuju ke satu tujuan akhir yang sudah ditetapkan dan tidak bisa diubah oleh penumpangnya. Berapa pun jumlah uang yang dibayar atau apa pun usaha yang dilakukan penumpang, mereka tidak bisa mengganti tujuan atau mengubah saat tibanya kapal itu. Memang benar mereka bisa makan, tidur, bermain, bersantai di geladak, membaca, berbicara, semuanya sesuka mereka. Tetapi, jika ada orang yang mencoba untuk melanggar peraturan kapal yang ada dengan berbuat onar atau melakukan hal-hal yang bodoh, mereka akan dikenakan sanksi atau hukuman yang sepadan. Mereka yang turun ke darat sewaktu kapal mengunjungi tempat-tempat perhentian sepanjang jalan, hanya bisa melakukan tur darat dalam waktu yang sudah ditetapkan. Mereka yang terlambat untuk kembali ke kapal akan ditinggal. Dengan demikian apa yang dianggap sebagai kebebasan adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu dalam batasan yang ada. Mereka dapat melakukan apa saja, tetapi harus memikul konsekuensinya karena tujuan kapal itu sudah ditetapkan.
Bagaimana dengan kehendak bebas kita selaku ciptaan Tuhan? Banyak manusia yang merasa bahwa Tuhan tidak berkuasa atas hidup mereka. Ada pula mereka yang berdalih bahwa Tuhan yang mahakasih tentunya tidak mau membatasi kebebasan manusia. Selain itu, ada juga yang percaya bahwa selama apa yang mereka senangi terus terjadi, itu tentu sesuai dengan kehendak-Nya. Tetapi, ada juga orang tidak mau lagi berusaha mencapai apa yang mereka inginkan karena yakin bahwa Tuhan sudah menetapkan apa yang mereka alami. Juga ada orang-orang yang dengan sengaja berusaha mengubah rancangan Tuhan dengan berbuat jahat, melakukan keonaran dan bahkan menyerang kedaulatan Tuhan di dunia.
Hari ini, sebagai manusia kita harus sadar bahwa Tuhan sudah menentukan tujuan kapal kehidupan kita. Tuhan yang mahakasih dan mahabijaksana memberi manusia kesempatan untuk menikmati hidupnya selama di dunia. Mereka diberi-Nya kebebasan untuk menjalani hidup mereka, tetapi dalam batasan yang telah ditentukan-Nya melalui firman-Nya. Tuhan juga sudah memberikan Roh Kudus yang membimbing setiap umat-Nya agar mereka dapat menggunakan kebebasan mereka dengan cara yang benar. Kebebasan manusia akan membawa kebahagiaan rohani jika manusia tunduk kepada hukum Tuhan. Sebaliknya, kebebasan yang digunakan semaunya sendiri akan dihadapi oleh Tuhan yang akan menegur, mengubah dan bahkan menghukum manusia yang merasa bahwa kehendak bebasnya ada di atas kedaulatan Tuhan.