“Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia. Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak.” Amsal 26:4-5

Banyak orang pernah mengalami masalah ketika menghadapi “orang yang sulit” yaitu orang yang tidak bisa diajak berunding, atau orang yang keras kepala, sombong, kasar, tidak tahu aturan, pemarah, pengomel atau cerewet. Pusing! Apalagi jika “orang yang sulit” bertemu dengan orang-orang yang serupa, suasana pasti menjadi bertambah keruh.
Kebanyakan orang yang “sulit diatur”, tidak merasa atau tidak mau mengakui bahwa ia adalah orang yang bertemperamen sulit. Dalam hal ini, banyak juga orang mengaku Kristen, tetapi dalam hidupnya suka bertengkar dengan orang lain, sehingga pada hakikatnya gaya hidup dan sikapnya tidaklah berbeda dengan mereka yang belum mengenal Kristus. Tidak jarang, karena mereka mempunyai sifat sedemikian, orang lain menilai mereka sebagai orang yang bodoh. Sekalipun mereka mungkin tahu bahwa kecerobohan dalam memilih kata-kata bisa melukai hati orang lain, mereka yang gemar bertengkar itu biasanya tidak peduli akan akibatnya. Hati mereka puas jika orang lain bisa ditundukkan.
Apa yang kurang disadari oleh banyak orang adalah kenyataan bahwa Tuhan yang mahatahu adalah Tuhan yang bisa mendengar apa saja yang kita ucapkan, dan melihat apa saja yang kita perbuat dalam rumah tangga kita. Tuhan tahu jika kita memakai lidah kita secara sembarangan untuk mengeluarkan apa yang ada dalam hati kita. Tuhan juga tahu jika kita berlaku kejam terhadap anggota keluarga kita. Sebagai orang Kristen, kita mungkin ingat bahwa Yesus pernah berkata bahwa perkataan kita adalah pencerminan isi hati yang bisa membuat hubungan kita dengan Tuhan yang mahasuci menjadi renggang.
Kristus dalam hidup-Nya di dunia juga sering menghadapi orang yang sulit diatur, karena itu sikap kita kepada orang-orang semacam itu seharusnya mencontoh Dia. Dalam Yesus berinteraksi dengan orang yang sulit, Ia tidak pernah menunjukkan sikap menang sendiri, kasar atau angkuh; tetapi Ia selalu menunjukkan kekuasaan-Nya secara terkontrol dan tidak dengan semena-mena. Dengan demikian, kita pun harus bisa bersabar dan menghindari pertikaian yang tidak ada gunanya.
Pada pihak yang lain, adakalanya kesabaran kita membuat orang yang lain selalu merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling benar. Dalam hal ini, jika kita berdiam diri ataupun selalu mengiyakan orang sedemikian, orang itu tidak akan pernah menyadari kebodohan dan kesalahannya. Karena itu, sebagai orang Kristen kita wajib menegur mereka yang semena-mena, baik dalam keluarga kita, maupun mereka yang kita temui di gereja dan masyarakat umum. Kita bisa menegur atau menasihati mereka, tetapi tidak dengan kekasaran, melainkan dengan kasih.
Firman Tuhan kali ini jelas mengingatkan bahwa sebagai orang percaya, sebaiknya kita lebih berhati-hati dalam menggunakan mulut kita. Panggilan kita sebagai orang Kristen dalam hal ini adalah untuk mawas diri, dan selalu hidup dalam bimbingan Tuhan, sehingga hati kita diisi dengan apa yang baik dan berkenan kepada Tuhan. Hari demi hari, sebagai orang Kristen kita harus bertumbuh dalam iman dan kasih melalui bimbingan Roh Kudus. Dengan demikian, apa yang ada dalam hati kita akan selalu terpancar dari mulut kita sebagai ucapan kasih yang menghibur dan menguatkan orang lain.
“Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.” Kolose 4: 6