Tuhan menetapkan hubungan orang tua dan anak seperti hubungan Dia dengan umat-Nya

“Hormatilah ayahmu dan ibumu ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Efesus 6: 2 – 4

Saya pernah membaca di media bahwa ada seorang pria di satu negara yang membawa orang tuanya ke pengadilan. Mengapa? Karena ia merasa bahwa haknya sudah dilanggar; orang tuanya tidak pernah meminta izin kepadanya untuk melahirkan dia. Pria itu merasa bahwa ia dirugikan karena dengan kelahirannya ia harus berjuang untuk hidup. Aneh?

Saya rasa itu tidak aneh karena dalam kenyataannya ada orang yang merasa dirugikan oleh Tuhan yang menetapkan kelahirannya. Mengapa Tuhan membuat ia lahir di dunia hanya untuk mengalami penderitaan?

“Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan?” Ayub 3: 11

Adanya filosofi bahwa seorang anak tidak seharusnya dilahirkan menurut kemauan orangtua bukan barang baru. Filsuf Théophile de Giraud tercatat sebagai orang pertama di abad 20 yang memperkenalkan faham yang disebut anti-natalisme yang menentang kebebasan orangtua untuk mempunyai anak. Melahirkan anak dianggap sebagai usaha yang menimbulkan siksaan kepada bayi yang harus menjadi dewasa dan menghadapi semua tantangan kehidupan.

Beberapa agama sebenarnya juga mengajarkan anti-natalisme, karena menganggap bahwa kelahiran manusia di dunia adalah awal penderitaan, apalagi jika tuhan mereka menetapkan mereka untuk hidup sengsara. Tetapi, menurut kepercayaan Kristen kelahiran seorang bayi adalah berkat Tuhan kepada keluarga yang menjalankan perintah-Nya untuk berkembang biak.

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Kejadian 1: 28

Kelahiran seorang bayi, seperti penciptaan manusia di taman Eden, dimaksudkan untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan. Oleh sebab itu, manusia tidak berhak untuk menghentikan proses kelahiran bayi, sekalipun bebas dalam mengambil keputusan untuk memperoleh keturunan atau tidak.

Ayat di atas menggaris-bawahi hubungan antara anak dan orangtua dalam keluarga Kristen yang sering disalah-tafsirkan. Pada masa yang silam, menghormati orangtua sering membuat anak sangat terbebani sehingga keluarga mereka sendiri bisa terlantar. Dalam Perjanjian Lama, kata “hormat” dipakai sebagai terjemahan kata Ibrani kabad yang memberi kesan seperti beban berat bagi anak-anak mereka yang harus memberi prioritas utama kepada orangtua. Tetapi dalam Perjanjian Baru, kata Yunani timao dipakai untuk menunjukkan adanya sesuatu yang berharga. Memang orangtua adalah orang yang harus dihargai oleh anak-anak mereka, sekalipun mereka mungkin mempunyai banyak kekurangan.

Ayat di atas juga menunjukkan bahwa hubungan orangtua dan anak-anak mereka adalah kewajiban dua arah. Jika anak harus menghargai orangtua, kita yang berstatus orangtua tidak boleh memakai status itu untuk menggunakan kekerasan dan paksaan dalam mendidik anak-anak kita, agar jangan sampai merasa terlukai, baik secara lahir maupun batin. Sebaliknya, kita harus mendidik anak-anak kita dengan kasih sayang supaya mereka mau menerima ajaran dan nasihat Tuhan, dan bisa menjadi orangtua yang baik di masa depan.

Mengapa Tuhan memerintahkan hubungan kasih antara orang tua dan anak? Itu memang seharusnya karena merupakan pencerminan kasih Tuhan kepada umat-Nya.

“Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” Mazmur 103: 13

Sebagai seorang Bapa yang mahakasih dan mahabijaksana, Tuhan bukanlah Oknum yang kejam dan semena-mena. Ia tidak mengatur hidup manusia sehingga tidak mempunyai kebebasan sama sekali, melainkan sejak mulanya Ia memberikan kesempatan agar manusia dapat hidup dan bertindak sesuai dengan maksud penciptaan-Nya. Begitu juga sebagai orang tua yang bijaksana, kita juga harus bisa memberikan kebebasan yang membawa anak-anak kita untuk dengan sukacita memilih jalan hidup yang sesuai dengan ajaran dan nasihat Tuhan.

Hari ini, firman Tuhan mengingatkan kita akan pentingnya hubungan dalam keluarga. Sebagai manusia, kita bukanlah orang yang sempurna, dan karena itu kita sering membuat kekeliruan dalam membina hubungan dengan orangtua ataupun anak kita. Walaupun demikian, jika kita mau belajar dari Tuhan yang dengan sabar dan kasih membimbing hidup kita, kita akan dapat menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s