“Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” Daniel 3: 17 – 18

Siapakah yang tahu jalan pikiran Tuhan? Tentu tidak ada seorang pun. Jika manusia dengan logikanya mencoba menduga apa yang akan terjadi, sering kali justru kejutan yang datang. Jika apa yang datang bukan sesuatu yang jahat, manusia kemudian dengan mudah berkata bahwa kehendak Tuhan tidak dapat ditolak. Tuhanlah yang membuat itu terjadi. Titik.
Dampak COVID-19 bukan saja menyangkut masalah kesehatan jasmani, tetapi juga kesehatan rohani. Tidak hanya orang menjadi tidak bebas untuk keluar rumah dan beraktivitas, banyak orang yang mengalami gangguan jiwa dan kehilangan rasa damai karena oleh adanya halangan untuk bertemu dengan orang lain. Syukurlah keadaan sekarang sudah mulai membaik dan sebagian orang sudah dapat berbakti di gereja, hampir seperti biasanya.
Walaupun demikian, jika apa yang terjadi adalah sesuatu yang jahat atau kejam, pertanyaan muncul apakah Tuhan menghendakinya. Virus corona yang sudah menyebabkan tewasnya lebih dari enam juta orang baik tua atau muda, baik orang Kristen maupun bukan Kristen, tentu dipandang sebagai malapetaka. Apakah Tuhan menghendaki COVID-19 untuk mewabah di dunia?
Sebagian orang Kristen percaya bahwa karena Tuhan mahakuasa dan tidak ada yang bisa terjadi tanpa kehendak-Nya, Tuhan jugalah yang dengan kedaulatan-Nya (sovereign will) membuat virus corona merajarela. Sebaliknya, ada orang lain yang percaya bahwa Tuhan yang mahakasih tidak mungkin menghendaki adanya kejahatan. Malapetaka bisa terjadi di dunia yang sudah jatuh dalam dosa, tetapi harus dengan seizin Tuhan.
Dengan seizin Tuhan? Apakah Tuhan yang mahakasih mengizinkan adanya kejahatan? Jika Ia mengizinkan (permissive will) hal yang jahat, bukankah itu berarti Ia ikut bertanggung jawab atas apa yang dialami manusia? Sebaliknya, jika Tuhan tidak mengizinkan, bagaimana malapetaka dapat terjadi sekalipun tidak dikehendaki-Nya? Inilah masalah manusia yang ingin mengerti apa yang ada dalam pikiran Tuhan yang mahakuasa. Semua itu membuat ketidakpastian.
Bagi kita dan pada saat ini, ketidakpastian bisa menyangkut banyak hal. Bukan saja mengenai kesehatan, tetapi juga menyangkut pendapatan, masa depan keluarga, keadaan ekonomi negara dan situasi dunia. Bagaimana dengan global warming dan climate change? , Pemanasan global atau global warming adalah meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, bumi, dan lautan. Sedangkan perubahan iklim atau climate change merupakan perubahan yang signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau lebih. Kedua hal ini juga menyebabkan ketidakpastian masa depan umat manusia di dunia.
Dalam keadaan sekarang ini, banyak orang yang berkata bahwa kunci kehidupan di dunia adalah adanya dana. Persoalan apa pun besarnya akan dapat diatasi jika uang ada. Ini ada benarnya, karena uang adalah salah satu kebutuhan manusia yang paling penting, mungkin setelah udara. Dengan demikian, banyak orang yang mati-matian mengejar kekayaan. Mengejar kekayaan merupakan jalan yang berbahaya bagi orang-orang Kristen dan menjadi sesuatu yang diperingatkan Allah: Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang.
Kalau kekayaan merupakan tujuan yang baik bagi orang-orang saleh, Yesus sudah pasti akan mengejar kekayaan. Namun, Dia tidak melakukan itu, dan lebih memilih tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Matius 8:20) dan mengajar murid-murid-Nya untuk bersikap serupa.
Yesus berkata kepadanya: ”Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Matius 8: 20
Inilah yang sulit dimengerti oleh orang di zaman ini, karena tentu kita perlu memerlukan bantal yang empuk untuk tidur, dan rumah untuk melindungi kita dari hujan dan angin. Kita tidak dapat hidup seperti serigala yang hanya mempunyai liang dan burung yang tinggal dalam sarang. Kita memerlukan kepastian dalam hidup! Itulah dalih mereka yang mengejar keuntungan.
Paulus memperingatkan Timotius akan orang-orang semacam ini dalam 1 Timotius 6: 6-10.
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”
Memang Yesus pernah berkata bahwa orang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan, dan kita tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada berhala Mamon (Matius 6: 24).
“Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Ayat mas di atas, diucapkan oleh teman-teman Daniel (Sadrakh, Mesakh dan Abednego) yang menghadapi risiko hukuman mati karena mereka menolak untuk menyembah raja dan patung emasnya. Jika mereka tahu bahwa Tuhan tidak menghendaki mereka menyembah berhala, mereka tidak tahu apa yang akan Tuhan lakukan jika mereka melawan kehendak raja. Apakah mereka berpikir bahwa Tuhan menghendaki mereka mati terbakar? Tentu saja tidak. Tetapi, mereka tahu bahwa apa yang akan dilakukan Tuhan adalah ketidakpastian bagi mereka. Tuhan pasti akan melakukan sesuatu, tetapi mereka tidak pasti tentang apa yang akan terjadi. Ketidakpastian yang nyata, karena Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat. Ia tidak perlu berunding dengan ciptaan-Nya untuk mengambil keputusan.
Adakah yang pasti bagi teman-teman Daniel? Ada! Mereka tahu bahwa Tuhan yang mahakuasa adalah Tuhan yang mahakasih. Mereka percaya bahwa Tuhan yang mahakuasa dan mahabijaksana berhak untuk memutuskan apakah Ia akan bertindak atau tidak. Jika mereka akhirnya dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala, itu pasti karena kejahatan orang-orang di sekitarnya. Bukan karena kehendak Tuhan untuk mengambil nyawa mereka dengan cara yang keji. Tuhan tidak dapat berubah dari gembala yang baik yang melindungi para umat-Nya di satu saat, menjadi Tuhan yang menghancurkan mereka pada saat yang lain. Lalu, apa yang akan terjadi? Mereka tidak tahu, tetapi bukan tidak beriman.
Apa yang mungkin terjadi adalah bahwa Tuhan terkadang mempunyai kehendak aktif untuk melakukan sesuatu (active will) pada suatu saat, tetapi pada saat yang lain Ia mempunyai kehendak untuk tidak bertindak (passive will), agar semua rencana-Nya bisa terjadi. Kedua kehendak itu bisa dilakukan-Nya pada saat yang dikehendaki-Nya, tanpa dipengaruhi oleh apa pun dan siapa pun karena Ia adalah Tuhan yang mahakuasa. Kehendak pasif ini sering diartikan sebagai “izin” dari Tuhan untuk terjadinya sesuatu yang kurang baik. Ini juga sering dipandang orang yang kurang percaya sebagai Tuhan yang alpa atau lupa akan penderitaan umat-Nya. Bahkan sebagai tanda Tuhan yang sudah mati.
Saat ini, jika hidup kita mengalami masalah yang besar dan kita merasa sangat menderita, janganlah kita merasa bahwa Tuhanlah membuatnya. Dunia ini sudah jatuh ke dalam dosa, dan karena itu segala penderitaan dan bahaya bisa terjadi pada siapa-pun. Tuhan kita yang mahakasih bukanlah Tuhan yang menciptakan malapetaka ataupun perbuatan jahat untuk umat-Nya. Malapetaka dan kejahatan adalah konsekuensi kejatuhan manusia dan mungkin juga hasil pekerjaan iblis atau hukuman/peringatan Tuhan untuk orang/bangsa yang sengaja mau melawan Dia. Tetapi hal yang menakutkan dan bisa menimbulkan ketidakpastian, seperti apa yang pernah dialami Daniel dan teman-temannya, terjadi dengan sepengetahuan Tuhan yang mahakuasa. Dan seperti yang terjadi pada Sadrakh, Mesakh dan Abednego, Tuhan bisa membuat itu menjadi pelajaran yang berharga untuk kita maupun orang lain.
Alkitab menegaskan bahwa bagaimanapun, penderitaan dan kematian adalah musuh (1 Korintus 15:26), kutukan (Kejadian 3:14-17) untuk semua ciptaan, termasuk makhluk hidup. Tetapi, penghakiman yang mengerikan itu adalah karena pemberontakan Adam (Kejadian 3:17; 1 Timotius 2:14), dan bukan merupakan bagian dari ciptaan Allah yang baik. Penderitaan manusia yang ada dalam rancangan Tuhan begitu asing bagi sebagian orang Kristen, sehingga mereka bingung dalam menghadapi orang yang menyarankan bahwa Tuhan “mengarang” kematian bagi ciptaan-Nya. Tetapi Daniel dan teman- temannya jelas tidak bingung, mengapa ia harus menghadapi kematian. Ia tahu bahwa penderitaan dan kematian adalah bagian hidup manusia yang berdosa. Tetapi, berbeda dengan orang yang tidak berTuhan, ia tahu bahwa baik dalam hidup atau mati, Tuhan senantiasa beserta dia.
Tuhan mengasihi setiap umat-Nya. Itu tidak perlu diragukan. Memang terkadang Tuhan seakan tidak mau bertindak menolong umat-Nya, tetapi kita harus yakin bahwa itu bukan berarti Tuhan tidak peduli akan penderitaan kita. Sekalipun sulit kita mengerti, Tuhan akan bekerja pada saat yang tepat sesuai dengan kehendak-Nya. Tuhan memegang kontrol atas keadaan di dunia. Karena itu, dalam menghadapi tantangan hidup, apa yang perlu kita pertahankan adalah keyakinan bahwa Ia adalah Tuhan yang mahakuasa adalah Tuhan yang mahakasih. Kita tidak pasti akan apa yang terjadi, tetapi kita pasti bahwa kasih-Nya senantiasa beserta kita.
“Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” 1 Yohanes 4: 16