“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Roma 12: 2

Adalah menarik jika kita meneliti reaksi manusia terhadap bertambahnya umur. Pada waktu masih kecil seorang anak mungkin berharap akan cepatnya datangnya kedewasaan, karena dengan itu datang “kebebasan”. Walaupun demikian, orang dewasa sering membayangkan betapa enaknya mereka yang masih anak-anak, karena mereka tidak perlu memikirkan berbagai tanggung jawab kehidupan. Karena itu, ada orang yang sudah berumur yang ingin dianggap masih muda menampilkan tingkah laku dan penampilan orang muda. Tanpa melihat kartu identitas mereka, orang bisa salah duga.
Kalau kartu penduduk bisa dipakai untuk memastikan umur, dan dengan demikian kedewasaan jasmani orang dewasa dan anak-anak, bagaimana pula dengan kedewasaan rohani? Tingkat kedewasaan rohani jauh lebih sulit untuk diterka atau ditentukan. Mereka yang sudah cukup tua umurnya, belum tentu mempunyai tingkat kerohanian yang lebih tinggi dari anak muda. Mereka yang sudah dewasa secara jasmani, mungkin saja belum mempunyai pengenalan yang mendalam tentang kebenaran Tuhan. Mereka yang sudah lama menjadi orang Kristen, belum tentu lebih bisa menjalankan firman Tuhan.
Memang, reaksi manusia terhadap pertambahan umurnya tentunya berbeda-beda. Mungkin saja ada orang yang puas dengan umurnya atau yang ingin tetap berada dalam umur yang sekarang. Tetapi mereka yang realistis tentunya sadar bahwa bertambahnya umur adalah salah satu tanda yang mengingatkan bahwa dalam hidup ini kita akan mengalami berbagai kejadian, baik yang dikehendaki maupun yang sebenarnya ingin dihindari. Bertambahnya umur juga seharusnya membuat orang makin bijaksana dan hidup bertangggung jawab. Tapi itu belum tentu terjadi.
“Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.” 1 Korintus 13: 11
Mereka yang belum dewasa rohaninya, berkata-kata seperti kanak-kanak, merasa seperti kanak-kanak, dan berpikir seperti kanak-kanak. Ini tentunya dalam konteks rohani. Mereka itu tidak mempunyai kebijaksanaan yang cukup untuk bisa hidup dan bertingkah laku seperti orang yang sudah dewasa dalam imannya.
Ayat pembukaan di atas mengingatkan kita bahwa pada masa lalu kita mungkin sudah membiarkan hidup kita jatuh ke dalam kecemaran dan kedurhakaan. Rasa sedih dan rasa malu atas apa yang sudah kita lakukan mungkin ada, tetapi bagi banyak orang itu adalah sesuatu yang lebih baik dilupakan. Sebaliknya, bertambahnya umur seharusnya mengingatkan kita untuk memakai hidup kita untuk menjadi hamba kebenaran yang membuat kita makin menyerupai Kristus. Tetapi, bagi banyak orang, ini pun adalah sesuatu yang sering dilupakan karena semuanya hanya rencana untuk masa depan. Lalu apakah yang kemudian terjadi? Masa kini berubah menjadi masa lalu, dan masa depan tidak pernah datang karena tidak ada perubahan yang terjadi. Itulah ciri manusia duniawi yang dari lahir hingga mati tidak mengalami perubahan rohani.
Manusia yang tidak dapat mengerti apa yang dikehendaki Tuhan, tidak akan dapat membedakan apa yang baik dan adil dari apa yang jahat. Orang-orang semacam itu selalu ingin untuk menjadi orang Kristen dengan cara yang semudah mungkin, yaitu cara mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang yang seperti bayi, yang merasa puas dengan makanan yang lunak yang mudah ditelan dan dicerna. Mereka merasa puas karena merasa bahwa keselamatan sudah dianugerahkan Tuhan, dan tidak merasa adanya panggilan untuk berubah dari hidup lamanya. Mereka tidak bisa membedakan apa yang baik dari apa yang jahat karena merasa puas dengan keadaan hidupnya saat ini. Mereka mungkin percaya bahwa keselamatan tidak akan hilang, tetapi tidak sadar bahwa ada kemungkinan bahwa mereka belum diselamatkan karena tidak pernah berubah dari hidup lamanya. Bagaimana pula dengan hidup kekristenan kita?
“Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.” Ibrani 5: 13 – 14