“Tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.” 1 Korintus 1: 23-24

Dalam sejarah ada tercatat bahwa banyak penduduk asli sebuah negara tertentu menganut satu agama baru setelah datangnya orang-orang yang menjajah negara itu. Sering kali dilaporkan bahwa penduduk asli negara itu “dipaksa” atau “terpaksa” untuk menganut agama baru itu. Kedatangan pendatang baru memang bisa menimbulkan perkawinan campur dan munculnya pendidikan, pengaruh dan bahkan pemaksaan agar penduduk asli negara itu ikut menjalankan adat-istiadat dan juga agama si pendatang. Jika itu benar terjadi dalam konteks perkembangan agama Kristen, apakah Tuhan memang memaksa manusia untuk percaya kepada-Nya?
Untuk mengerti hal ini, penting bagi kita untuk memahami bagaimana kita menjadi seorang Kristen, yaitu bagaimana kita diselamatkan. Alkitab mengajarkan bahwa kita diselamatkan oleh kasih karunia Allah, bukan karena kehendak dan perbuatan kita sendiri, atau karena perbuatan orang lain. Keselamatan kita tidak bergantung pada apa yang dilakukan manusia sebelum atau bahkan setelah kita diselamatkan. Kita dibenarkan hanya karena apa yang Yesus lakukan. Selain itu, semua dosa kita telah diampuni melalui kematian dan kebangkitan Kristus: di masa lalu, sekarang dan di masa depan. Dalam arti rohani, kita telah “disempurnakan” oleh iman kita.
“Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.” Ibrani 10: 14
Seseorang mungkin berkata, “Ya, Roh Kudus menarik kita kepada Tuhan, tetapi kita dapat menggunakan kebebasan kita untuk menolak atau menerima penarikan itu.” Itu sebenarnya pernyataan yang tidak benar. Jawaban yang benar adalah: kecuali ada upaya terus-menerus dari anugerah keselamatan, kita akan selalu menggunakan kebebasan kita untuk melawan Tuhan. Itulah yang dimaksud dengan “tidak dapat tunduk kepada Tuhan”. Manusia dalam kodratnya, selalu ingin melakukan apa yang melawan Tuhan. Jika seseorang menjadi cukup rendah hati untuk tunduk kepada Tuhan, itu berarti bahwa Tuhan telah memberi orang itu sifat baru yang rendah hati. Jika seseorang tetap berkeras hati dan sombong untuk tunduk kepada Tuhan, itu karena orang itu belum diberi semangat dan kemampuan untuk tunduk kepada Tuhan.
Jelas dari sini bahwa kasih karunia keselamatan Tuhan tidak pernah menyiratkan bahwa Tuhan memaksa kita untuk percaya jika itu bertentangan dengan keinginan kita. Memang, ada orang Kristen yang percaya bahwa kehendak Tuhan tentu tidak dapat dibantah atau dilawan oleh manusia. Tetapi, manusia dalam dosanya selalu cenderung untuk tidak menurut kepada Allah. Sebaliknya, Tuhan mempunyai kuasa untuk memungkinkan (bukan memaksa) orang untuk mau mendengar-Nya. Kasih karunia Tuhan bisa dibayangkan sebagai khotbah dan kesaksian yang mencoba untuk membujuk orang untuk melakukan apa yang masuk akal dan apa yang sesuai dengan kepentingan terbaik mereka. Di sini, pertobatan juga termasuk karunia Allah.
Lalu Ia berkata: ”Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” Yohanes 6:65
Yohanes tidak hanya mengatakan bahwa keselamatan adalah karunia Allah. Dia mengatakan bahwa prasyarat keselamatan juga adalah sebuah anugerah. Ketika seseorang mendengar seorang pengkhotbah menyerukan pertobatan, dia dapat menolak panggilan itu. Tetapi jika Tuhan memberinya karunia pertobatan, dia tidak dapat menolak karena itu adalah penghapusan perlawanan. Tidak mau bertobat sama dengan menolak Roh Kudus. Jadi jika Tuhan memberikan Roh Kudus yang bekerja sepenuhnya, itu sama saja dengan menghilangkan perlawanan.
Kembali ke ayat pembukaan dari 1 Korintus 1: 23-24 di atas, kita bisa melihat adanya dua jenis “panggilan” :
Pertama, pemberitaan Paulus ditujukan kepada semua orang, baik orang Yahudi maupun orang Yunani. Ini adalah panggilan umum Injil. Ini menawarkan keselamatan bagi semua orang yang akan percaya kepada Kristus yang disalibkan. Tetapi pada umumnya itu jatuh di telinga yang tidak mau menerima dan disebut kebodohan.
Tetapi kemudian, kedua, Paulus mengacu pada jenis panggilan yang lain. Dia mengatakan bahwa di antara mereka yang mendengar ada beberapa yang “dipanggil” sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi menganggap salib sebagai kebodohan tetapi sebagai hikmat dan kuasa Tuhan. Jika semua orang yang dipanggil dalam pengertian ini menganggap salib sebagai kekuatan Tuhan, maka sesuatu dalam panggilan itu harus mempengaruhi iman. Ini adalah sesuatu yang luar biasa dan yang tidak dapat ditolak.
Lebih lanjut dijelaskan dalam 2 Korintus 4: 6, “...yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah. Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus. Sebab Allah yang telah berfirman: ”Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus. Karena manusia dibutakan oleh dosa akan nilai Kristus, diperlukan mukjizat agar mereka dapat melihat dan percaya. Paulus membandingkan mukjizat ini dengan hari pertama penciptaan ketika Tuhan berkata, “Jadilah terang.” Sebenarnya ini adalah ciptaan baru, atau kelahiran baru. Inilah yang dimaksud dengan panggilan yang efektif dalam 1 Korintus 1:24.
Mereka yang terpanggil dibukakan matanya oleh kuasa penciptaan Allah yang berdaulat sehingga mereka tidak lagi melihat salib sebagai kebodohan tetapi sebagai kekuatan dan hikmat Allah. Panggilan yang efektif adalah keajaiban menghilangkan kebutaan kita. Jadi, sekalipun Tuhan tidak memaksa manusia untuk percaya kepada-Nya, Ia bekerja dan memberi manusia kemampuan untuk melihat jalan kebenaran dan tidak terus menerus melawan uluran tangan kasih-Nya. Ini adalah cara kerja Tuhan yang bisa menaklukkan orang yang ingin diselamatkan-Nya. Mereka akan menjadi orang-orang percaya.
Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang mengaku sebagai orang percaya benar-benar diselamatkan. Orang bisa saja mengaku atau merasa sebagai seorang Kristen walaupun belum benar-benar dilahirkan kembali oleh iman kepada Yesus Kristus. Dalam kasus seperti itu, orang tersebut akan terus berbuat dosa tanpa pertobatan karena mereka terus menerus melawan Roh Kudus yang berusaha menginsafkan mereka ke arah hidup yang benar dan yang menyenangkan Tuhan. Karena kita sulit untuk membedakan perbedaan antara orang Kristen yang tidak taat dan orang yang tidak percaya yang terus berbuat dosa, kita harus menahan diri dari membuat penilaian atau menarik kesimpulan tentang keselamatan seseorang hanya berdasarkan perilaku mereka. Penginjilan harus tetap dilakukan agar makin banyak orang yang mau mendengar panggilan untuk menjadi umat-Nya. Tuhan bisa membuat panggilan ini sebagai sesuatu yang mencelikkan mata rohani mereka untuk bisa mau menjawab “ya’ atas keselamatan yang ditawarkan oleh Yesus Kristus.