Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran. 1 Korintus 5: 8

Ayat di atas ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang pada waktu itu baru saja terbentuk dan berkembang. Kota Korintus pada waktu itu adalah kota yang cukup besar dengan berbagai kebudayaan dan kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran kekristenan. Paulus bisa merasakan bahwa dalam kemudaannya, jemaat Korintus sering kali terombang-ambing d iantara berbagai golongan masyarakat yang berbeda pendapat. Dalam kehidupan gereja pun, perbedaan pendapat itu sering terjadi. Tiap orang cenderung untuk menggunakan karunia yang dipunyainya untuk dirinya sendiri dan bukan untuk kepentingan bersama. Tidaklah heran, kekacauan kemudian terjadi.
Berkat korespondensi rasul Paulus yang ekstensif dengan jemaat Korintus, kita mendapat informasi yang lebih baik tentang gereja di Korintus daripada gereja abad pertama mana pun. Dalam 1 Korintus khususnya, rasul membahas berbagai masalah yang memengaruhi komunitas orang percaya, termasuk perpecahan, litigasi, makanan yang dipersembahkan kepada berhala, hal-hal asusila, dan perpecahan kelas pada jamuan makan bersama. Dengan melakukan itu, dia memberi kita gambaran yang jelas tentang kehidupan gereja mula-mula. Tetapi kita tidak boleh terkejut jika Paulus masih hidup ia akan mengirim surat serupa kepada gereja di zaman ini.
Jemaat di Korintus mencakup beberapa orang Yahudi, tetapi sebagian besar terdiri dari orang-orang non-Yahudi yang bertobat. Pernyataan Paulus dalam 1 Korintus 1:26 memperjelas bahwa mayoritas anggota gereja adalah golongan bawah, sekalipun ada yang berpendidikan tinggi, berkuasa, dan bahkan memiliki keturunan bangsawan. Istilah-istilah yang ia gunakan memiliki jangkauan sosial ekonomi yang cukup luas dan dengan demikian tidak selalu menunjuk pada golongan elit di dalam gereja, tetapi mereka ini, sekalipun jumlahnya kecil, memang agak lebih istimewa daripada yang lain.
Perpecahan sosial yang ditunjukkan dalam 1 Korintus 1:26 mungkin telah menjadi sumber gesekan di dalam gereja. Pembagian dalam perjamuan bersama, yang digambarkan Paulus dalam 1Korintus 11:17-34, mungkin adalah pembagian sosial ekonomi, dengan anggota gereja yang lebih miskin menerima sedikit makanan, sedangkan yang lebih kaya kenyang (lihat 1 Korintus 11:21, di mana “ yang satu lapar dan yang lain mabuk”).
Jemaat di Korintus jelas mengalami ketegangan internal. 1Korintus 1-4 mencerminkan masalah faksionalisme, di mana Paulus mengidentifikasi pihak-pihak terpisah yang mengklaim kesetiaan alternatif kepadanya, Apolos (seorang pengkhotbah Kristen Yahudi), Petrus (salah satu murid Yesus), atau Kristus (menurut pemahaman mereka sendiri, bukan pemahaman Paulus). Masalah yang sangat memecah belah adalah makanan yang dipersembahkan kepada berhala. Beberapa percaya bahwa mereka memiliki “kebebasan” untuk makan apa pun dan di mana pun mereka inginkan, sementara yang lain menganggap makan makanan yang dikorbankan untuk berhala adalah dosa dan berbahaya.
Meskipun ada konflik di dalam kelompok, orang-orang Kristen di Korintus menikmati hubungan persahabatan dengan orang luar. Memang, gereja di Korintus terlalu nyaman dengan kemerdekaan yang disukai Paulus. Tetapi, dengan terlibat dalam litigasi, hal-hal asusila, dan berpartisipasi dalam makanan pemujaan berhala, orang-orang Korintus menyesuaikan diri dengan pola perilaku masyarakat yang lebih besar. Dalam surat pertama ini, Paulus mendesak mereka untuk memisahkan diri dengan kebebasan dunia yang mendatangkan kekacauan. Paulus mengajak mereka untuk beralih dari gaya kehidupan lama yang berisi keburukan dan kejahatan, menuju gaya kehidupan baru yang berisi kemurnian dan kebenaran
Kalau kita pikirkan dalam-dalam, sebenarnya kekacauan apa pun terjadi sampai saat ini bukan hanya terjadi karena kebetulan. Berbagai sebab bisa mendatangkan kekacauan, tetapi sebab yang utama sebenarnya cara hidup atau tindakan manusia. Manusia yang sering kali lebih mementingkan kebutuhan pribadi biasanya melakukan tindakan tanpa pikir panjang, dan jika tindakan itu secara signifikan memengaruhi banyak orang, kekacauan akan terjadi. Selain itu, kekacauan bisa terjadi karena hal yang sepele: karena banyaknya orang yang ingin untuk melakukan hal yang terasa nyaman atau menguntungkan, kekacauan kemudian timbul.
Paulus melalui surat kepada jemaat Korintus mengajarkan bahwa setiap orang Kristen harus bisa mengontrol dirinya sendiri. Setiap orang dengan kebijaksanaan harus memikirkan kepentingan bersama untuk membangun, dan bukannya untuk mencari kepuasan dan menguntungkan diri sendiri. Setiap orang harus bisa mawas diri dan menghargai orang lain. Mengapa demikian? Karena Allah adalah Tuhan yang menghendaki ketertiban. Dalam kitab Kejadian kita seharusnya sudah tahu bahwa Tuhanlah yang menciptakan seluruh jagad raya sehingga dari apa yang tidak berbentuk, semua kemudian menjadi sesuatu yang teratur dan indah.
Hari ini, jika kita membaca koran atau media apa pun, apa yang bisa kita baca kebanyakan adalah kekacauan yang terjadi di mana-mana. Itu juga terjadi di kalangan umat Kristen dan kehidupan gerejani. Hidup kita tidak lebih baik dari hidup orang-orang Korintus pada zamannya. Melakukan hal-hal yang tidak adil, tidak etis, tidak pantas, dan melawan hukum adalah bagian kehidupan orang modern, termasuk orang Kristen yang ingin hidup nyaman dan sukses.
Apakah panggilan Tuhan untuk kita dalam keadaan sekarang? Sebagai orang Kristen kita harus sadar bahwa Tuhan menghendaki ketertiban di dunia. Jika iblis adalah sumber kekacauan, Tuhan adalah mahasuci dan Ia menghendaki kita untuk menjadi orang-orang yang tidak mempermalukan Dia. Sebaliknya, kita harus menjadi orang-orang yang memberi contoh kepada dunia bahwa kita adalah orang-orang yang bijak, sopan dan menghargai keteraturan. Kita adalah orang-orang yang mencintai kedamaian dan kesejahteraan dan ingin untuk membangun masyarakat di sekitar kita agar mereka mengenal dan memuliakan Tuhan kita.
“Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera.” 1 Korintus 14: 33