Nasib yang jadi kambing hitam

“Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti hawa nafsunya, tetapi mulut mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang bukan-bukan dan mereka menjilat orang untuk mendapat keuntungan.” Yudas 1: 16

Yudas sang Rasul adalah salah satu dari keduabelas rasul Yesus Kristus. Dalam Alkitab dicatat dengan nama “Yudas anak Yakobus” atau “Yudas bin Yakobus”. Ia dikenal dengan nama lainnya Tadeus, atau Yudas Tadeus. Penulis surat Yudas ini berbeda orang dengan Yudas Iskariot, mantan rasul yang mengkhianati Yesus, karena ada catatan mengenai “Yudas, yang bukan Iskariot”.

Yudas 1: 5–16 menggambarkan sifat, kesalahan, dan nasib guru-guru palsu yang mengganggu gereja Kristen. Pembaca surat Yudas tampaknya telah mengenal sejarah Israel. Bagian ini merujuk pada peristiwa-peristiwa Perjanjian Lama untuk membantu menjelaskan dosa-dosa orang murtad, bahaya yang mereka timbulkan, dan bagaimana Tuhan akan menghukum mereka.

Yudas merujuk ketidakpercayaan Israel setelah Tuhan membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir, mereka yang memberontak dari Tuhan, orang-orang fasik dari Sodom dan Gomora, serta bahaya membiarkan orang-orang seperti itu berbaur dengan orang percaya lainnya. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa salah satu bahayanya adalah bahwa orang-orang itu sering mengerutu dan mengeluh atas nasib mereka dan memungkiri tanggung jawab untuk memilih hidup yang sesuai dengan perintah Tuhan. Mereka mempersalahkan Tuhan dan mengkambinghitamkan nasib sebagai penyebab dosa mereka.

“Segala hal terjadi untuk suatu alasan.” Mungkin anda pernah mendengarnya sebelumnya. Mungkin anda pernah mengatakannya. Kalimat ini terdengarnya seperti bijak sekali. Walaupun demikian, ada perbedaan besar antara “Segala sesuatu terjadi karena suatu alasan,” dan “Tuhan memberi alasan untuk semua yang terjadi.” Yang pertama adalah fatalisme Kristen; yang kedua menyatakan kemuliaan Tuhan. Mereka yang menggunakan alasan bahwa Tuhan yang menentukan segalanya sering kali tidak sadar bahwa ada banyak hal buruk yang terjadi karena kesalahan mereka sendiri.

Gagasan bahwa Tuhan entah bagaimana menarik tuas di balik layar kehidupan adalah apa yang disebut fatalisme Kristen: “Tuhan itu mahakuasa. Kehendak-Nya tidak dapat disangkal”. Karena itu, segala sesuatu yang terjadi pasti sudah menjadi bagian dari rencana-Nya sejak awal. Dia berada di belakang segala apa yang terjadi di dunia selama ini. Bukankah Tuhan itu mahakuasa? Manusia hanya bisa berserah!

Walaupun demikian, Tuhan tidak mengatur hidup manusia, yang diciptakan menurut gambar-Nya, secara berlebihan. Dia memang bekerja di dalam diri mereka. Apa yang sesuai dengan rencana-Nya akan mendapat berkat-Nya. Pada pihak yang lain, Tuhan adalah pengampun, sabar, dan baik hati. Dia tahu kelemahan kita dan tetap mau untuk membimbing mereka yang tersesat dan kemudian bertobat. Beberapa orang melakukan apa yang disiapkan Tuhan sebagai kejahatan, tetapi Dia bisa memakai hal itu untuk maksud yang baik. Lebih dari itu, Tuhan sendiri tidak pernah menjadi pembuat kejahatan itu. Tuhan selalu mempunyai alasan untuk membiarkan hal itu terjadi.

Tuhan juga bisa membuat sesuatu yang luar biasa indahnya muncul dari kebodohan manusia. Juga benar bahwa kemuliaan kuasa dan hikmat Tuhan sering diperlihatkan sebagai kontras dengan apa yang diperbuat manusia, dan itu terlepas dari pilihan manusia. Bagian dari kemuliaan Tuhan adalah kemampuan-Nya untuk mewujudkan kehendak-Nya di tengah rumitnya sejuta pilihan dan perbuatan manusia, termasuk apa yang bodoh, jahat dan kotor.

Salah satu tragedi terbesar dalam gereja Kristen selama berabad-abad adalah gagasan adanya nasib, yaitu bahwa apa pun yang terjadi adalah kehendak Tuhan. Menurut pandangan ini, pernyataan bahwa Tuhan mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya, berarti bahwa Tuhan sebenarnya telah memakai sebuah naskah, dan hanya dapat mengikuti jalan yang telah ditetapkan-Nya sampai ke detil yang sekecil-kecilnya. Tuhan yang tidak dapat bertindak apa-apa, kecuali jika Ia membuat segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Dengan demikian Tuhan digambarkan seperti manusia yang terbatas kemampuannya.

Adalah menyedihkan bahwa dalam menghadapi tragedi mengerikan dan menyedihkan seperti adanya pandemi saat ini, orang-orang yang masih percaya pada “fatalisme Kristen” akan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa ini entah bagaimana, adalah kehendak Tuhan dan bahkan didatangkan Tuhan. Mereka percaya atas semboyan “pasarah pada nasib” – apa pun yang akan terjadi, akan terjadi. Karena itu, dosa mereka pun terjadi karena Tuhan yang menyebabkan. Benarkah demikian?

Ayat di atas ditulis ole rasul Yudas yang menegur orang-orang Kristen yang sesat. Mereka adalah penggerutu. Maknanya adalah mencela atau mengeluh atas cara pemeliharaan Tuhan, atau merasa adanya kesalahan dalam rencana, dan tujuan, dan perbuatan Tuhan. Secara harfiah, sebenarnya mereka menemukan kesalahan dengan apa yang terjadi dalam hidup sendiri. Tidaklah jarang ada orang yang mengeluh tentang nasib mereka; yang berpikir bahwa itu terlalu sulit. Mereka membandingkan keadaan mereka dengan orang lain, dan menyalahkan Tuhan karena tidak membuat keadaan mereka lebih ringan. Mereka membuat orang lain ikut sesat melalui pengajaran mereka.

Apa akibat pengajaran yang keliru ini? Orang yang miskin mengeluh bahwa mereka tidak kaya seperti orang lain; orang sakit menjadi merana karena mereka tidak diberi kesehatan , dan yang bekerja untuk orang lain mengeluh bahwa mereka tidak dikaruniai kebebasan, bahkan ada yang menyesali Tuhan karena mereka ditinggal paangan atau teman; atau yang menyesali hidupnya karena merasa kurang menawan; juga yang iri kepada orang yang ugal-ugalan tapi hidupnya terlihat nyaman. Orang yang ditegur Yudas, termasuk mereka yang sering menunjukkan rasa hormat yang besar kepada orang-orang tertentu, terutama yang kaya dan besar, karena mereka berharap mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Mumpung ada kesempatan.

Kita tidak perlu percaya bahwa Tuhan yang mahakuasa harus menetapkan semua hal di atas untuk bisa mewujudkan rencana-Nya. Tetapi, Tuhan tetap bisa mewujudkan rencana-Nya sekalipun manusia berbuat hal-hal yang tidak dikehendaki-Nya. Tuhan bekerja di tengah-tengah segala sesuatu dan Dia memutuskan hasilnya berdasarkan semua faktor yang penting bagi-Nya, termasuk pilihan yang dibuat orang, dan terutama doa, iman, dan tanggapan umat-Nya sendiri.

Bukanlah kehendak Tuhan bagi gereja-Nya untuk meninggikan rasa tunduk kepada-Nya dengan membayangkan bahwa Tuhan yang mahasuci akan memakai segala cara, termasuk apa yang jahat dan kejam, untuk menyatakan kedaulatan-Nya. Bukanlah kehendak Tuhan bagi kita untuk berhenti percaya bahwa Dia akan menjawab doa-doa kita pada saat yang tepat. Bukan kehendak Tuhan bahwa orang Kristen bersikap apatis atas diri sendiri dan orang lain.

Malam ini, biarlah kita menentang setiap bentuk “fatalisme Kristen”. Jangan memakai kata nasib sebagai kambing hitam. Jangan pasif. Jangan malas. Jangan apatis. Jangan tidur. Bangun dan percayalah akan kasih Tuhan. Tolaklah setiap bentuk fatalisme, bahkan jika itu muncul dalam jubah “kedaulatan Tuhan”. Yakinlah atas kasih Tuhan kepada semua bangsa yang sudah diberi penebusan, dan bukannya pada kutuk Tuhan kepada setiap manusia yang terjadi sesudah mereka jatuh dalam dosa.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s