“Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun. Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” Roma 8: 25 – 26

Hampir tiga tahun sejak munculnya Covid-19 di China, pandemi ini belum nampak mereda. Memang setahun yang lalu beberapa negara kelihatannya sudah berhasil mengatasinya, tetapi sejak munculnya varian-varian baru dari virus Omicron peningkatan jumlah kasus positif mulai tejadi lagi. Keadaan yang serba tidak menentu ini sudah pasti membuat banyak orang merasa gundah karena tidak dapat membuat rencana untuk masa depan. Apalagi, beberapa negara besar sudah mengalami inflasi berat.
Dalam keadaan seperti ini, apa harapan anda untuk masa depan? Apa juga harapan anda untuk sanak saudara anda? Semua orang tentu mengharapkan apa yang baik, untuk dirinya sendiri, dan juga untuk semua orang yang dikasihinya. Apa yang diharapkan selagi hidup di dunia, tentunya berkisar pada kebahagiaan, kesehatan, kesuksesan dan sejenisnya. Itu adalah wajar. Tidak ada orang yang mengharapkan sesuatu yang buruk bagi dirinya atau kerabatnya. Walaupun demikian, pada saat ini hal-hal yang buruk bisa saja terjadi pada diri siapa saja, sekalipun itu bukan karena kesalahan orang yang bersangkutan. Harapan yang bagaimanapun baiknya, belum tentu bisa terwujud dalam hidup kita.
Apa yang diharapkan manusia pada umumnya adalah hal yang bisa dilihat, karena apa yang bisa dilihat adalah mudah untuk dimengerti dan dinikmati. Tetapi apa yang bisa dilihat juga merupakan sesuatu yang mudah untuk membawa kekecewaan. Apa saja yang kita inginkan dan miliki di dunia ini, mungkin terlihat baik pada hari ini, tetapi bisa berubah rupa esok hari dan bahkan lenyap tidak berbekas. Apa yang bisa dilihat manusia adalah hal yang fana, yang tidak kekal adanya.
Tentu saja semua umat percaya sangat berharap agar Tuhan menyatakan kuasa-Nya. Mereka membayangkan bagaimana indahnya keadaan di masa depan ketika mereka menerima kemuliaan surgawi dan dibebaskan dari penderitaan manusiawi dan kerusakan dunia. Dengan kata lain, semua akan diperbaiki. Manusia akan dikembalikan ke keadaan yang didudukinya ketika ia pertama kali diciptakan, sebelum dosa masuk ke dunia (1 Yohanes 3: 2). Tetapi, saat yang berbahagia itu masih terasa jauh. Saat ini, Tuhan seakan membiarkan seluruh makhluk menderita.
Ayat diatas menyebutkan pengharapan yang berbeda, karena pengharapan ini adalah untuk sesuatu yang tidak bisa kita lihat. Sesuatu yang hanya bisa dirasakan dalam hati selama kita ada di dunia. Tidak semua orang bisa mempunyai pengharapan akan apa yang tidak terlihat, tetapi itu adalah pengharapan yang benar. Apa yang tidak terlihat saat ini adalah keselamatan yang sudah dijanjikan Allah kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Allah adalah Bapa kita yang bukan seperti orang tua yang hanya bisa mengharapkan agar sesuatu yang baik terjadi pada diri anak-anaknya, tetapi Ia adalah Allah yang sanggup memberikan masa depan yang terbaik untuk mereka.
“Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Roma 8: 17
Pada malam hari, jika kita bersiap untuk tidur, mungkin tidak mudah bagi kita untuk memejamkan mata. Mungkin kita masih sedih memikirkan masa depan kita dan juga hal-hal buruk yang dialami oleh teman dan sanak keluarga kita. Adakah harapan bahwa kita bisa mencapai apa yang kita idamkan dengan adanya pandemi yang berkepanjangan ini? Ataukah kita merasa bahwa hidup yang ada di saat ini adalah sebuah perjalanan tanpa tujuan dan harapan? Alkitab mengajak kita mengingat bahwa pengharapan tentang keselamatan jiwa kita adalah sesuatu pegharapan atas apa yang tidak bisa kita lihat.
“Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?” Roma 8: 24
Mungkin kita sulit untuk tidur nyenyak karena pikiran kita terpaku pada hal-hal yang sudah kita lihat setiap hari: segala penderitaan, kekecewaan, kehilangan dan kegagalan. Kita mungkin lupa bahwa apa yang tidak terlihat sekarang ini sebetulnya adalah pengharapan yang benar dan terbesar. Kita mungkin tidak sadar bahwa apa yang tidak terlihat itu sebenarnya adalah rencana Bapa kita yang di surga. Ialah yang membimbing kita selama hidup di dunia dan memberi ketekunan dan kekuatan agar kita tetap bisa berharap dan berdoa untuk masa depan yang cemerlang bersama Dia. Sekalipun hidup di dunia ini penuh tantangan dan penderitaan, kita harus yakin bahwa Tuhan bisa dan mau menguatkan mereka yang menantikan saat itu dengan tekun.
“Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin.” Roma 8: 22
Dalam Roma 8, Paulus menjelaskan bahwa kita belum sampai di surga. Di saat sekarang ini, semua ciptaan Tuhan terus mengerang karena penderitaan yang dialami dalam kerusakan semesta yang telah terjadi sejak dosa masuk ke dunia. Paulus juga menggambarkan penderitaan makhluk yang merintih ini seperti merasakan sakit di saat melahirkan. Dengan kata lain, rasa sakit itu nyata, jelas, dan intens, tetapi itu mengarah ke momen “kelahiran” yaitu pada saat semua akan dikoreksi dan rasa sakit akan dilupakan.
Ini mirip dengan analogi yang digunakan oleh Yesus:
“Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.” Yohanes 16: 21-22
Di sini kita dapat melihat bahwa Tuhan tidak mengabaikan penderitaan manusia. Rasa sakit itu nyata, dan manusia mengalami penderitaan dalam kehidupan ini. Intinya di sini bukan bahwa rasa sakit itu menyenangkan — sebaliknya, itu adalah hal yang menyedihkan. Apa yang bisa membuat kita melewati rasa sakit adalah mengetahui apa yang ada pada sisi yang lain. Ini seperti seorang wanita dalam persalinan untuk melahirkan bayi. Tidak ada wanita yang menginginkan rasa sakit itu sendiri, tetapi dia rela menanggungnya karena hasil sesudahnya yang akan membawa sukacita.
Hari ini mungkin anda merasakan betapa besar penderitaan yang di alami seisi dunia. Penderitaan ini bisa menjadi hal yang sia-sia, jika tidak ada yang bisa diharapkan di masa depan. Tetapi bagi umat Tuhan, penderitaan di dunia ini justru memberi kita kerinduan dan pengharapan akan apa yang akan datang.
“…..tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.” Roma 8: 21