“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” Yohanes 14: 27

Bagi siapa pun, berita media di akhir minggu yang baru lalu tentunya membuat hati hancur. Seorang anak berusia enam tahun meninggal karena dugaan penelantaran. Anak kecil yang bernama Charlie itu dibawa ke rumah sakit pada Jumat pagi setelah paramedis menemukan tubuhnya tidak responsif di sebuah rumah yang tidak terawat di pinggiran utara kota Adelaide, South Australia. Lima saudara kandungnya sekarang telah dipindahkan dari rumah yang sama, dengan polisi dan lembaga kesejahteraan anak dalam proses mengamankan keselamatan mereka. Anak-anak lainnya diketahui berusia 8, 10, 13, 14, dan 15 tahun, dengan saudara yang lebih tua berusia 29 tahun.
Membaca berita musibah yang di atas, mau tidak mau kita menghela nafas sedih. Jika kita berpikir dalam-dalam, mungkin ada beberapa pertanyaan yang muncul dalam pikiran kita:
- Mengapa itu bisa terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi?
- Siapa yang sebenarnya bertanggung jawab untuk memelihara anak-anak itu?
- Bagaimana kehidupan mereka di rumah itu sebelumnya?
- Mengapa ada orang yang tega menelantarkan anak-anak itu?
- Bagaimana bisa tidak ada seorang pun yang melaporkan keadaan keluarga itu?
Semua pertanyaan di atas tidaklah mudah menjawabnya. Satu yang kita tahu: musibah adalah sesuatu yang menyedihkan, dan kita tidak mudah menemukan apa yang baik dari satu musibah. Musibah bisa terjadi karena kesalahan manusia, kecelakaan, bencana alam dan lain-lainnya. Tidak ada orang yang mau mengalami musibah karena tidak ada faedahnya. Musibah bagi manusia adalah sesuatu yang sia-sia karena hanya membuat banyak manusia yang tidak bersalah menderita. Adanya malapetaka juga bisa membuat manusia berpikir bahwa Tuhan itu jauh di sana atau tidak ada. Selain itu, ada yang percaya bahwa musibah terjadi dengan sepengetahuan Tuhan atau memang sudah dikehendaki-Nya,
Memang apa yang dinamakan musibah adalah sesuatu yang sangat menyedihkan dan menakutkan. Adanya musibah membuat kita menjadi makhluk kecil yang tidak berdaya. Seringkali kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mengapa ini terjadi, apakah ada jalan penyelesaiannya, kapan bisa diselesaikan dan apa maknanya. Kita mencari jawabnya, tetapi mungkin kita tidak akan dapat memperoleh jawaban yang memuaskan. Mengapa begitu?
Jika Tuhan itu mahakasih:
- Dimanakah Tuhan ketika musibah terjadi?
- Mengapa Tuhan membiarkan itu terjadi? Apakah Ia tidak bisa mengendalikan keadaan?
Jika Tuhan itu mahakuasa:
- Mungkinkah Tuhan membenci mereka yang mengalami musibah?
- Mungkinkah Tuhan hanya mengasihi orang-orang tertentu?
Inilah beberapa pertanyaan di antara banyak pertanyaan yang sering muncul ketika musibah terjadi. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa membuat hati kita hancur tanpa harapan jika tidak dapat memperoleh jawaban yang benar. Lalu darimanakah kita bisa mendapatkan jawabnya? Hanya satu sumber yang bisa memberikan jawaban yang benar: Tuhan. Melalui firman-Nya kita dapat menemukan penghiburan dan kekuatan.
Dimanakah Tuhan ketika musibah terjadi
“TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi. Dia yang membentuk hati mereka sekalian, yang memperhatikan segala pekerjaan mereka.” Mazmur 33: 13-15
Tuhan kita yang berdiam di surga adalah Tuhan yang mahatahu, yang bisa melihat kita dimana pun kita berada. Ia dengan kasih-Nya mengatur segala sesuatu dalam alam semesta agar bisa berjalan sesuai dengan rencana-Nya. Ia tahu apa yang sudah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi. Jika kita berjalan di pinggir pantai, Ia tahu kapan ombak akan datang dan membasahi kaki kita. Ia tahu kalau sehelai rambut akan rontok dari kepala kita. Apa pun yang terjadi, apa pun yang akan dialami dan dilakukan manusia, Tuhan pasti tahu. Ia membiarkan segala sesuatu berjalan apabila sesuai dengan kehendak-Nya.
Mungkinkah musibah terjadi karena Tuhan tidak bisa mengendalikan keadaan?
“Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?“ Yeremia 32: 27
Tuhan adalah Tuhan yang mahakuasa. Ia bukanlah seperti manusia yang lemah dan yang harus tidur pada jam-jam tertentu. Ia tahu apa yang terjadi pada umat manusia dan bahkan dalam alam semesta. Dengan kemahatahuan dan kemahakuasaan-Nya, seisi alam semesta tetap dapat berjalan secara sistimatis. Jika tidak demikian, bumi yang kita diami sekarang mungkin sudah musnah sejak dulu karena adanya berbagai meteor yang bisa membenturnya. Seisi alam semesta ini diatur-Nya selama berjuta-juta tahun menurut hukum-hukum tertentu yang jauh lebih kompleks dari apa yang bisa diciptakan manusia. Berbagai pandemi dan krisis sudah pernah muncul di dunia, tetapi sampai saat ini dunia tetap berputar sebagaimana mestinya. Tuhan tidak pernah kehilangan kendali.
Mungkinkah Tuhan membenci mereka yang mengalami musibah?
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu?” Lukas 13: 1-2
Satu pertanyaan yang bisa menghancurkan hati setiap orang ketika mengalami musibah adalah adanya perasaan bahwa Tuhan membencinya. Apa salahku sehingga aku harus mengalami ini? Perasaan masygul juga datang ketika orang lain memandang bahwa semua yang terjadi pada diri kita adalah hukuman atas dosa kita. Memang, jika apa yang terjadi adalah akibat langsung dari kesalahan kita, itu adalah sewajarnya. Tetapi, dalam musibah banyak juga orang yang harus menderita karena bukan kesalahan yang mereka perbuat. Apakah manusia mengalami bencana secara acak? Kebetulan sial? Sudah tentu tidak, karena hal sedemikian akan bertentangan dengan sifat Tuhan yang mahatahu dan mahakuasa.
Semua hal yang terjadi di dunia yang sudah tercemar dosa ini adalah dengan sepengetahuan dan seizin Tuhan, dan kita sering tidak mengerti mengapa Tuhan membiarkannya. Tetapi satu hal yang kita tahu ialah bahwa semua orang sudah berdosa dihadapan-Nya, tetapi mereka yang percaya pada akhirnya akan mendapatkan pengampunan dan hidup yang kekal. Karunia keselamatan dari Tuhan adalah sesuatu paling besar dan utama dalam hidup orang Kristen, dan karena itu adanya bencana apa pun tidak dapat memisahkan kita dari kasih Kristus.
Mungkinkah Tuhan hanya mengasihi orang-orang tertentu?
“Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” Matius 5: 45
Dalam penderitaan yang kita alami, mungkin kita merasa bahwa Tuhan pilih kasih. Mengapa orang lain tidak mengalami penderitaan seperti kita? Mengapa orang yang hidupnya tidak mengenal Tuhan justru sering mempunyai hidup yang nyaman? Mengapa Tuhan membiarkan umat-Nya mengalami sakit, terkena wabah, mengalami kerugian besar dan sebagainya? Ayat di atas menyatakan bahwa dalam hidup di dunia ini, Tuhan mengasihi seluruh umat manusia. Tuhan memberi berkat umum-Nya untuk semua orang. Walaupun demikian, dalam hal yang khusus, yaitu dalam hubungan antara manusia dan Tuhan, Tuhan hanya memberikan Roh Kudus-Nya kepada umat-Nya. Roh Kudus yang memberi pertolongan ketika musibah datang, hanya ada dalam hati umat percaya. Lebih dari itu, hanya umat-Nya yang menerima pengampunan dosa dan akan menjumpai Dia di surga.
Jika kita mengalami badai kehidupan dan hati kita menjadi kecil, firman Tuhan berkata bahwa Tuhan adalah Tuhan yang mahatahu, mahakasih dan mahakuasa. Ia tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Janji Yesus kepada para muridnya tatkala Ia akan meninggalkan mereka dan naik ke surga, menyatakan bahwa Ia memberikan damai sejahtera yang tidak seperti yang diberikan oleh dunia. Dunia dengan segala kemajuan teknologi dan peradaban, tidak bisa menjamin adanya keselamatan. Dunia dengan demikian tidak bisa memberi kedamaian. Sebaliknya, Yesus sudah memberikan kedamaian kepada murid-murid-Nya. Dengan itu mereka hidup dengan berani untuk menghadapi segala tantangan dan bahaya. Kepada kita Ia juga mau memberikan damai sejahtera yang sama. Seperti Yesus sudah menyertai murid-murid-Nya, Ia yang sekarang di surga tetap memegang kendali hidup kita dan karena itu kita tidak perlu gelisah dan gentar.
Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. 1 Petrus 5: 7