Bagaimana seharusnya kita menggunakan Alkitab untuk hidup sehari-hari

“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” Mazmur 119: 105

Julian Assange adalah pendiri sekaligus editor dan juru bicara WikiLeaks, sebuah situs media yang mempublikasikan berbagai dokumen dan informasi rahasia berbagai negara di dunia yang bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih terbuka. Assange dikenal sebagai seorang aktivis hacker dan progammer komputer yang dikenal dunia setelah meluncurkan WikiLeaks. Ia banyak diburu oleh polisi internasional untuk mempertanggungjawabkan tindakannya yang telah membocorkan rahasia negara Amerika. Walaupun demikian, banyak orang yang mendukung Assange dan menganggap apa yang dilakukannya adalah etis dan benar karena sesuai dengan azas kemerdekaan pers yang disebut sebagai pilar demokrasi. Bagaimana posisi umat Kristen dalam masalah moral dan etika seperti ini?

Alkitab berisi banyak materi moral dan etis, misalnya Sepuluh Hukum Tuhan, Khotbah di Bukit, contoh umum dan ajaran Yesus, dan bagian-bagian dalam surat-surat Paulus. Penting bagi kita untuk membaca dan merenungkan materi ini. Dengan melakukan itu, kita mungkin menjadi sadar tidak hanya tentang cara Alkitab yang dapat membantu kita, tetapi juga tentang jarak yang sangat jauh antara dunia alkitabiah pada waktu itu dan dunia kita sendiri saat ini. Bagi banyak orang Kristen, konteks budaya para penulis Alkitab tampaknya bisa menghasilkan keputusan yang masih perlu kita pertanyakan hari ini, dalam terang perintah utama Yesus untuk mengasihi Tuhan dan sesama tanpa syarat. Sikap dalam hukum Musa terhadap musuh, budak dan wanita, bersama dengan hukuman seperti rajam untuk pelanggaran seksual, adalah contoh kasusnya.

Bagaimana kita harus hidup di zaman ini? Prinsip apa yang harus kita pakai dalam hal moral dan etika? Bagaimana kita bisa memahami masalah yang kita hadapi? Banyak pemikir dan filsuf selama berabad-abad telah menawarkan berbagai jawaban atas pertanyaan seperti itu, tetapi banyak orang Kristen yang percaya bahwa iman mereka bisa memberi mereka jawaban yang tepat. Singkatnya, orang Kristen berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Tetapi, apakah usaha itu cukup?

Membedakan apa yang kehendak Tuhan dari apa yang harus kita hindari terkadang tidak sulit. Pembunuhan, penyiksaan, pencurian dan kebohongan adalah tidak etis dan, bagi orang Kristen, perilaku seperti itu jelas bertentangan dengan kehendak Tuhan. Sebaliknya, merawat mereka yang membutuhkan, memberi makan yang lapar, dan membantu yang tertindas atau menderita dipahami sebagai moral yang mendalam dan sejalan dengan kehendak Tuhan. Walaupun demikian,keputusan moral lainnya seringkali terbukti lebih sulit untuk ditangani. Ini mungkin karena dilema etika baru telah muncul yang tidak tercakup oleh ajaran moral tradisional kita, atau karena ada perbedaan mengenai bagaimana ajaran moral tradisional itu sebaiknya ditafsirkan sekarang.

Jangkauan pengalaman moral kita luas dan kompleks; sehingga mencapai keputusan moral bisa sulit dan mahal untuk dilakukan. Gereja berusaha untuk mengakarkan pemahamannya tentang kehendak Tuhan dalam pengakuan akan tantangan-tantangan ini, dan Gereja berusaha untuk mendukung mereka yang bergumul dengan kesulitan moral yang mereka hadapi. Tetapi, perlu kita sadari, setiap orang dan setiap gereja memiliki prioritas dan kemampuan yang berbeda.

Jadi, dalam hal ini kita perlu mempertimbangkan bagaimana kita membaca Alkitab. Ayat di atas menyatakan bahwa firman Tuhan harus menjadi pembimbing hidup kita. Dua prinsip sangat penting: pertama, Gereja menekankan pentingnya pembacaan sistematis kitab suci dalam ibadah. Gereja mengikuti serangkaian bacaan dari Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, dan orang-orang Kristen terutama berfokus pada perkataan dan teladan Kristus. Kita tidak bisa hanya berfokus pada beberapa bagian yang menarik bagi kita; kita dituntut untuk membaca dan merenungkan Alkitab secara keseluruhan. Dengan demikian, Gereja adalah agen moral yang dibentuk oleh pembacaan Kitab Suci.

Prinsip kedua terkait dengan cara membaca Alkitab. Alkitab berisi banyak cita-cita Kristen, tetapi itu bukan sekadar buku peraturan. Ini adalah kumpulan kesaksian dari berbagai zaman tentang hubungan yang hidup antara Allah Bapa yang penuh kasih dan anak-anak-Nya, seorang Bapa surgawi yang selalu ingin melindungi kita dari bahaya yang mungkin kita timbulkan atas diri kita sendiri dan orang lain. Jadi sementara Alkitab menawarkan banyak bimbingan moral, terutama dalam kehidupan dan pengajaran Kristus. Memperlakukannya hanya sebagai sebuah buku aturan etis akan meminimalkan dan bahkan merusak nilainya.

Iman kita kepada Tuhan sebagai pencipta berarti bahwa kehendak Tuhan juga diwahyukan di dalam dan melalui dunia di sekitar kita – tidak hanya melalui lingkungan, tetapi melalui penelitian dan studi, melalui potensi dan keterbatasan kita sebagaimana ditentukan oleh alam, melalui interaksi dan eksplorasi manusia. Berbagai cabang studi dan usaha manusia, seperti humanisme dan psikologi, terus mengungkapkan banyak hal tentang penciptaan dan tentang penciptanya. Sayang, ada banyak orang Kristen yang memandang semua itu kurang sesuai dengan isi Alkitab.

Melalui doa dan penyembahan kita, studi dan meditasi kita, kita dapat menemukan lebih banyak lagi kehendak Tuhan untuk penciptaan. Pengalaman kita sebagai komunitas orang percaya, Gereja, adalah inti dari proses penegasan ini. Komunitas ini – melintasi ruang dan waktu – menawarkan kepada kita perspektif, tolok ukur yang dengannya kita dapat mengukur pengalaman dan tanggapan kita sendiri terhadap Tuhan. Sangat menolong jika kita sadar bahwa kita bukanlah orang pertama yang bergumul dengan masalah moral dalam kehidupan Kristen kita.

Kita mungkin mendapati bahwa upaya kita yang sungguh-sungguh untuk memahami kehendak Tuhan dalam situasi yang sulit membuat kita bingung dan tidak dapat menemukan jawaban yang membuat kita nyaman. Atau, bahwa saat mencapai jawaban, kita menemukan diri kita dalam ketidaksetujuan dengan orang-orang yang kita cintai dan percayai. Tetapi penting bagi kita untuk menyadari bahwa tidak ada yang salah dengan ketidakmampuan untuk menghasilkan jawaban yang pasti untuk setiap pertanyaan moral, dan untuk mengingat bahwa, apa pun kesimpulan kita, kita mungkin perlu meninjaunya kembali berdasarkan perkembangan selanjutnya. Memang kita adalah manusia terbatas yang tidak sempurna.

Jadi bagaimana kita bisa membuat keputusan moral hari ini? Sebagai kesimpulan, kehendak Tuhan harus dilihat setidaknya dalam tiga cara:

  • melalui Alkitab sebagai pengungkapan hubungan Tuhan dengan umat-Nya, ini hal yang mutlak dan utama,
  • melalui komunitas orang percaya, dan
  • melalui dunia di sekitar kita, sebagai ciptaan Tuhan.

Semoga kita mau belajar agar makin lama makin sempurna dalam pengenalan kita atas kehendak Tuhan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s