Sinisme adalah racun kehidupan

“Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.” Ibrani 12: 15

Seorang yang sinis adalah seseorang yang percaya bahwa orang-orang dimotivasi semata-mata oleh kepentingan pribadi dan akibatnya, tidak ada yang bisa dipercaya. Sinisme menunjukkan penghinaan terhadap sifat manusia secara umum dan menunjukkan ketidakpercayaan yang besar. Karena orang yang sinis penuh dengan penghinaan terhadap sesama manusia, orang Kristen tidak boleh dikenal sebagai orang yang sinis.

Banyak orang tua yang sinis terhadap anak-anaknya. Mungkin karena adanya rasa kecewa, orang tua sedemikian sering mengejek apa yang dilakukan sang anak, menganggapnya sebagai kebodohan dan kesia-siaan. Sebagai akibat, anak yang hidup dalam keluarga dimana sinisme muncul dalam berbagai bentuk, kemudian bisa menjadi orang dewasa yang kurang percaya diri, takut untuk mencoba apa yang baru, dan selalu menyesali kemalangan hidupnya. Lebih menyedihkan, seorang yang dibesarkan dalam lingkungan yang sinis, bisa menjadi orang sinis juga. Sinisme adalah seperti penyakit menular.

Alkitab memiliki contoh orang-orang yang sinis. Yunus menunjukkan sikap sinis terhadap Niniwe dalam keyakinannya bahwa orang Asyur tidak pantas mendapatkan pengampunan Tuhan (Yunus 4). Ketika Filipus pergi ke Natanael temannya untuk membawanya kepada Yesus, tanggapan Natanael menunjukkan sinisme: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yohanes 1: 46).

Orang-orang sinis, menurut pengertian umum, adalah orang yang pesimis tentang kehidupan. Karena dalam pandangan sinis, orang yang memiliki sikap atau naluri untuk memperhatikan dan mengutamakan kepentingan dan kebaikan orang lain tidaklah ada. Semua orang adalah bobrok sebobrok-bobroknya (absolutely depraved). Tidak ada orang yang bisa bertindak dengan motif yang baik, dan tidak ada janji yang akan ditepati. Mereka yang cukup bodoh untuk mempercayai orang lain adalah ditakdirkan untuk menjadi korban. Pandangan sedemikian tentunya bisa disebut ekstrim. Alkitab tidak mengajarkan sinisme dan pesimisme seperti itu. Kasih “selalu percaya, selalu berharap” (1 Korintus 13:7).

Orang sinis adalah pencari kesalahan. Mereka dengan mudah melihat kualitas negatif dari seseorang, benda, atau ide dan dengan cepat bisa menunjukkannya. Sebagian orang Kristen yang jatuh ke dalam perangkap sinisme merasa diri mereka sangat “rohani” atau “cerdas”, ketika mereka mengkritik musik Kristen tertentu, mengejek penampilan Kristen tertentu, atau meremehkan denominasi Kristen tertentu. Padahal, Alkitab memperingatkan kita agar tidak mengkritik rekan-rekan seiman:

“Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!” (Roma 14:13).

Orang sinis juga cenderung sarkastik. Humor mereka meyakiti dan sering pedas. Sarkasme jarang, jika pernah, berguna untuk melayani tujuan Tuhan. “Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.” (Galatia 5:15). Kata-kata sinis sering kali merupakan gejala kekecewaan dan kepahitan di dalam hidup, dan ayat pembukaan kita memperingatkan kita terhadap racun seperti itu: “Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.” (Ibrani 12:15).

Penyabab utama dari sinisme adalah kurangnya kasih dalam hidup. Orang yang sinis mungkin sering dikecewakan orang lain. Kesombongan dan kurangnya kesadaran diri juga berperan, karena orang yang sinis sering menempatkan pendapatnya di alas pendapat orang lain. Sinisme adalah produk dari sifat kejatuhan kita. Kita adalah orang berdosa, dan, ketika kita berjalan dalam daging, mudah bagi kita untuk mengambil sikap sinis dalam menanggapi penderitaan atau kekecewaan.

Memang orang yang sinis sering berlaku sinis terhadap dirinya sendiri dan merasa pesimis kalau ia bisa atau perlu berubah. Tetapi, Tuhan punya rencana yang baik untuk kita. Dia ingin menyembuhkan kita dan membersihkan hidup kita dari sinisme. Untuk itu kita harus mau untuk berubah seiring dengan bimbingan Roh Kudus. Kita harus percaya bahwa Tuhan yang mahakuasa bisa memberi keyakinan bahwa dalam kasih-Nya kita bisa menghadapi hidup dalam masyarakat dengan optimisme.

Pada akhirnya, kunci untuk menghadapi sinisme dalam hidup kita adalah Kristus sendiri. Kita membutuhkan Kristus di dalam hati kita untuk menghilangkan kemarahan, melarutkan kepahitan, dan menjadikan kita ciptaan baru. Doa yang cocok untuk menghilangkan rasa sinis adalah:

“Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku”. Mazmur 19:14

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s